Kengerian Korupsi di Tengah Pejabat Negeri


Oleh Pani Wulansary, S.Pd.
Aktifis Dakwah dan Pendidik

Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 10 orang yang terlibat dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung, semakin mencoreng dunia peradilan. Dari sepuluh orang tersebut, satu di antaranya merupakan Hakim Agung, yakni Sudrajad Dimyati. (antikorupsi.org, 23/09/2022)

Seperti Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu melakukan upaya penindakan lewat Operasi Tangap Tangan (OTT). Sebab, OTT merusak citra negara Indonesia.
(tirto.id, 21/12/2022)

Peristiwa ini kian memperlihatkan kondisi lembaga kekuasaan kehakiman yang benar-benar mengkhawatirkan.
Korupsi di Indonesia terbukti  sudah sedemikian parah mengingat aparat lembaga peradilan juga banyak terjerat korupsi. Alih-alih pemerintah serius dalam memberantas korupsi justru malah muncul anggapan OTT  merusak citra bangsa.

 Lalu apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi?
 
Hal ini disebabkan oleh faktor sistem hukum yang sudah cacat dari lahir, yang menghasilkan aturan yang sarat akan kepentingkan.

Bisa kita lihat dalam kasus dua orang ibu-ibu yang mencuri minyak kayu putih dan susu terancam hukuman 9 tahun penjara, dan pejabat negara yang melakukan korupsi uang hingga miliaran rupiah bebas berkeliaran diluar. Walaupun mereka dipenjara, tapi mereka masih bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik dari masyarkat biasa. (kompasiana.com, 02/10/2021)

Hal ini akan semakin membuat berani para pejabat tinggi untuk melanggar hukum karena mereka punya materi dan memungkinkan terjadinya praktik jual beli hukum.

Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Inilah sistem kapitalisme sekuler yang mengedepankan kepentingan berupa materi di dalam tata hukumnya, sehingga sulit untuk berlaku adil dan memiliki para pemimpin adil di dalam pemerintahannya. Sistem Kapitalisme sekuler lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas, sehingga hukum didalamnya sarat akan kepentingan. Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan hukum di Indonesia masih terasa diwarnai intervensi politik. Saat ini hukum tunduk pada politik sebab hukum itu merupakan kesepakatan politik alias produk politik. Sehingga sering berisi pasal-pasal karet yang dapat ditarik-ulur sesuka hawa nafsu penguasa.

Lalu bagaimana Islam memandang hal ini?

Korupsi dalam Islam merupakan kemaksiatan yang harus dijauhi, serta merupakan tindakan kriminal (jarimah) yang pelakunya layak mendapatkan sanksi. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 188)

Sistem Islam memberantas korupsi hingga ke akarnya, yaitu dengan menanamkan akidah Islam yang kokoh, sehingga menjadi benteng bagi individu untuk tidak berbuat korup. 

Sistem Islam mewujudkan kehidupan yang islami sehingga mencegah sifat rakus terhadap kilau dunia mendominasi masyarakat, juga mewujudkan pemerintahan yang bersih sehingga mencegah perilaku korup. Suksesi kepemimpinan dalam Islam berjalan secara singkat, efektif, dan efisien sehingga mencegah politik uang dan suap-menyuap.

Setiap pejabat akan dihitung harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Jika ada selisih yang tidak wajar, harus ia pertanggungjawabkan.

Jika seseorang terbukti melakukan korupsi, negara akan memberi sanksi yang tegas. Sanksi tersebut bisa berupa publikasi di depan khalayak dan media massa, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, maupun hukuman mati, tentunya hal ini hanya ada tatkala sistem Islam diterapkan. 

Peradilan sebagai pihak yang menetapkan hukuman harus diisi oleh orang-orang yang bertakwa. Itulah sebabnya seleksi hakim dalam Islam sangat ketat. Para hakim haruslah orang yang bertakwa dan adil. Selain itu, mereka adalah para ahli hukum Islam sehingga setiap keputusannya syar’i.

Demikianlah solusi sistem Islam dalam mewujudkan negara yang bersih, bebas dari korupsi. Solusi ini hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, bukan yang lain. 

Wallahua'lam bishshawaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post