(Pegiat Literasi)
Kekerasan seksual pada anak kian miris dan mengkhawatirkan. Setiap bulan maupun tahun angka kekerasan semakin meningkat dengan korban anak-anak tidak bersalah yang semestinya dilindungi. Bahkan mirisnya kebanyakan pelaku adalah orang-orang terdekat dari korban. Hal inilah yang mendorong Kepala Desa Tirongkotua, Kabupaten Bombana terpanggil untuk berkontribusi dalam upaya mengantisipasi merebaknya kasus kekerasan seksual pada anak.
Dilansir dari Telisik.id (11/11/2021) Pada November 2022, Polres Bombana menerima beberapa laporan dari korban pelecehan dan persetubuhan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak yang usianya masih belasan. Guna mengantisipasi merebaknya kasus serupa, Kepala Desa Tirongkotua, Arsidin segera melakukan sosialisasi terhadap warganya. Arsidin mengatakan, di sela kegiatan Jumat bersih yang diikuti oleh warganya, ia menjadikan kesempatan mengedukasi warga agar bersama-sama melindungi anak dan tidak lengah dalam mengawasi anak-anak gadis.
Antisipasi dan himbauan terhadap masyarakat agar memperdulikan kondisi anak-anak juga datang dari pejabat provinsi Sulawesi Tenggara. Kepala Dinas P3A dan KB Provinsi Sulawesi Tenggara, Andi Tenri Rawe Silondae mengatakan, diantara kasus kekerasan terjadi di Kabupaten Bombana yang paling rentan terjadi pada anak usia 13-17 tahun. Olehnya itu, Ia mengingatkan kepada orang tua dan orang terdekat dari anak di usia rentan seperti itu agar tidak memberikan peluang bagi predator anak melakukan aksinya.
Andi Tenri Silondae menerangkan yang termasuk dalam konvensi hak anak, di antaranya adalah hak ekonomi, hak sosial, hak pendidikan, hak kesehatan dan hak tumbuh kembang serta hak mendapatkan perlindungan (Telisik.id, 05/11/2022).
Masalah Lama
Patut diapresiasi langkah yang diambil oleh Kepala Desa Tirongkotua dan Kepala Dinas P3A dan KB Sulawesi Tenggara. Satu dari bentuk kepedulian terhadap permasalahan yang telah menjamur bahkan kian mengkhawatirkan dampaknya bagi anak dan perempuan. Sebagaimana diketahui kekerasan seksual pada anak dan perempuan menjadi satu dari sekian banyak problem yang sedang melanda Indonesia. Mirisnya anak-anak tidak berdosa sebagai penerus generasi kedepan yang harus menanggung akibatnya.
Sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang tahun 2021 terdapat setidaknya 11.952 kasus kekerasan anak yang tercatat oleh Sistem Informà si online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni). Angka ini lebih tinggi jika dibandingan tahun sebelumnya. Misalnya Pada tahun 2019, jumlah anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454, kemudian meningkat menjadi 6.980 di tahun 2020. Bagai fenomena gunung es, dapat dipastikan angka real di lapangam jauh lebih tinggi tersebab beberapa kasus tidak dilaporkan dan diberitakan oleh media.
Tingginya angka kekerasan seksual pada anak dan upaya yang dilakukan oleh penguasa nyatanya tidak membawa perubahan bahkan setiap tahun semakin meningkat. Upaya sosialisasi dan himbauan pada masyarakat, pendampingan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan bahkan upaya pemberian sanksi pada pelaku nyatanya tidak berkontribusi terhadap mengurangnya deretan angka-angka kekerasan seksual.
Olehnya itu, sangat perlu untuk meninjau dan menganalisis kembali berbagai upaya yang telah dilakukan demi menanggulangi kekerasan seksual pada anak yang kian marak. Dapatkah berpengaruh pada berkurangnya kekerasan seksual pada anak? cukupkah hanya berharap pada upaya penanggulangan tersebut tanpa memberantas akar dari penyebab mengapa kekerasan seksual semakin bertambah setiap tahunnya padahal beragam upaya telah dilakukan. Terlebih selama ini tidak ada payung hukum yang dapat memberikan efek jerah bagi para pelaku bahkan ada indikasi pelaku bisa mengulangi perbuatannya kembali.
Dampak Penerapan Sistem Kapitalisme
Sistem kehidupan yang diterapkan oleh penguasa menjadi penyebab banyaknya problem yang terjadi. Negara dengan landasan aturan sekularismenya telah abai terhadap kewajiban memberikan perlindungan dan menghadirkan lingkungan yang aman dan kondusif bagi seluruh masyarakat termasuk di dalamnya anak dan perempuan. Wacana mewujudkan kota/kabupaten ramah dan layak anak nyatanya sekedar ilusi tanpa realisasi. Sebut saja Kabupaten Sumbawa mendapat predikat sebagai kabupaten layak anak yang dianggap memberikan kontribusi dan perhatiannya terhadap anak namun mirisnya dalam sebulan terjadi 3-4 kasus kekerasan pada anak baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Lantas bagaimana dengan wilayah lain yang tidak bergelar kota/kabupaten layak anak? tentunya jumlah kekerasan terhadap anak/perempuan kian mengkhawatirkan pula.
Jika ditelusuri sejatinya terdapat beberapa faktor penyumbang kekerasan pada anak dan perempuan kian marak. Pertama tidak adanya sistem sanksi yang diberikan negara kepada para pelaku yang dapat memberikan efek jerah sehingga berpotensi tidak mengulangi kembali kejahatan yang sama. Jika hanya berharap pada hukuman setimpal yang diperoleh para pelaku, berupa sanksi masuk buih tidaklah sebanding dengan dampak bagi anak dan perempuan. Sudah lumrah diketahui penjara hanyalah harapan semu penegakkan hukum secara adil, sebab tidak dapat memberikan jaminan efek jerah bagi para pelaku tindak kriminal termasuk kekerasan seksual pada anak-anak di bawah umur.
Jika merujuk kepada payung hukum yang berisi sanksi hukum terhadap perilaku kejahatan pada anak disebutkan dalam UU. No. 17 tahun 2016 pasal 81 ayat 5 bahwa pelaku kekerasan terhadap anak dapat diterapkan hukuman maksimal pidana mati, seumur hidup, dan penjara antara 10 sampai dengan 20 tahun penjara, jika korbannya lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia. Selanjutnya, dalam pasal 81 ayat 7, pelaku dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Namun realisasi dari payung hukum tersebut masih minim dilakukan oleh para penegak hukum sehingga tidak heran kasus kekerasan pada anak dan perempuan kian menjadi. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidaklah sebanding dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan pada anak dan perempuan akibat kekerasan seksual. Inilah dampak ketika penetapan aturan bersumber dari akal manusia yang terbatas hasil dari kebebasan yang sangat diagung-agungkan dalam masyarakat kapitalis.
Kedua tidak ada perlindungan terhadap anak dari negara. Negara tidak mampu memberikan perlindungan dan keamanan bagi anak dan perempuan buktinya angka kekerasan justru semakin meningkat. Penguasa mengeklaim telah melakukan upaya terbaik dalam melindungi anak-anak, namun realisasinya masih sangat minim. Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi pada sebuah keluarga menjadikan anak-anak tidak berdosa kehilangan apa-apa yang telah menjadi haknya berupa hak penddidikan, hak kesehatan, hak memperoleh keamanan, dan berapa banyak anak yang telah kehilangan hak-hak tersebut. Sehingga Inilah bukti kegagalan negara yang menerapkan sistem kehidupan kapitalisme.
Kemudian negara tidak memiliki fungsi kontrol yang jelas. Bagaimana penerapan sistem sosial di masyarakat berjalan per individu, bahkan persoalan pergaulan tidak menjadi perhatian bagi negara. Tidak ada batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan sehingga pergaulan bebas antara masyarakat tidak terbendung. Gaya hidup liberalisme kian menggerogoti individu dan masyarakat. Kebebasan individu yang sangat diagung-agungkan dalam sistem kapitalisme menjadikan setiap orang berhak melakukan apa saja sesuka hati apalagi jika tidak ada pengontrolan dari negara. Seperti budaya seks bebas, merebaknya konten-konten yang merangsang seksualitas yang diaruskan melalui media dan abainya masyarakat terhadap pengotrolan individu. Individualistik telah menjamur. Setiap orang hanya tersibukkan dengan urusan pribadi. Tidak lagi ditemukan fungsi kontrol oleh individu, masyarakat, maupun negara. Kalaupun terjadi kekerasan seksual solusi yang diambil oleh penguasa bukanlah solusi solutif bahkan nampak seperti upaya gali lubang tutup lubang. Sehingga dalam sistem kapitalisme tidak ada sinergitas antara individu/keluarga, masyarakat dan negara demi mewujudkan perlindungan kepada anak dan perempuan.
Lantas masihkah kita mengharapkan sistem kapitalisme demokrasi yang akan memberantas kekerasan pada anak dan perempuan ?
Kembali pada Sistem Kehidupan Islam
Islam dengan seperangkat aturannya yang sempurna dan paripurna terbukti telah berhasil menjawab beragam permasalahan manusia. Aturan yang bersumber dari Al-quran dan As-Sunnah yang kemudian diterapkan oleh pemimpin dalam negara Islam telah menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam.
Dalam Islam untuk mencegah munculnya gejolak seksual dan pemenuhannya yang tidak tepat demi mewujudkan perlindungan terhadap anak dari kejahatan seksual, terdapat tiga pilar yang harus ditegakkan yakni peran individu dan keluarga, peran masyarakat dan peran negara. Orang tua sebagai pemilik istitusi keluarga memiliki peran sentral dalam mewujudkan ketaatan pada anak. Dalam Islam anak adalah amanah bagi orang tua yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Orang tua wajib mendidik anak dengan hukum Islam agar terwujud individu beriman dan bertakwa.
Pemahaman terhadap hukum Islam yang menyeluruh adalah satu benteng yang akan melindungi anak dari segala hal yang dapat membahayakan dirinya. Seperti dipahamkan terkait batasan-batasan aurat, batasan pergaulan dengan orang lain, baik dalam hal memandang, berbicara dan bersentuhan. Dalam Islam orang tua juga diperintahkan memisahkan tempat tidur anak laki laki dan perempuan ketika sudah berumur sepuluh tahun, hal ini untuk mencegah naluri seksual anak tidak muncul sebelum waktunya. Memahamkan pada anak menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan kemudian menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.
Orang tua juga perlu memastikan anak berada dalam pergaulan yang aman. Dimana dan kemana mereka bermain, dengan siapa berteman dan apa saja yang dilakukan. Namun, fungsi pengawasan ini tidak terealisasi akibat tatanan kehidupan kapitalisme yang memaksa seorang Ibu untuk keluar bekerja menanggalkan kewajibannya sebagai ummu wa robbatul bait.
Begitupun masyarakat dalam sistem kehidupan Islam dituntut untuk menegakkan dakwah amar ma'ruf nahi munkar untuk melakukan kontrol sosial terhadap individu apabila terjadi penyimpangan penyaluran seksual yang bertentangan dengan hukum syarah. Masyarakat dengan kesatuan pemikiran, perasaan dan penerapan aturan yang satu yakni hukum Islam.
Pilar terakhir untuk mewujudkan perlindungan pada anak dan perempuan adalah Negara sebagai institusi terbesar dalam sebuah masyarakat. Negaralah yang paling berperan penting menghadirkan lingkungan dan kondisi yang menjaga anak dan perempuan tetap terlindungi. Terdapat beberapa langkah yang diterapkan oleh penguasa dalam negara Islam.
Pertama, negara wajib menjaga ketaatan individu dan masyarakat melalui penerapan hukum Islam secara keseluruhan. Sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islamiyah mampu melahirkan individu bertakwa yang takut kepada Allah SWT. Melalui penerapan hukum Islam inilah negara memberikan sanksi tegas bagi setiap pelaku tindak kriminalitas pun untuk pelaku kekerasan seksual.
Kedua, negara juga menerapkan aturan dalam sistem kehidupan sosial yang mengatur batasan interaksi laki-laki dan perempuan. Setiap individu dalam masyarakat memahami batasan interaksi terhadap lawan jenis yang hanya diperbolehkan pada aspek Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan dan Peradilan, sehingga dengan inilah dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak dan perempuan.
Ketiga, negara mengatur sistem peredaran informasi dan memberantas segala informasi yang dapat merusak akidah umat Islam dan segala bentuk informasi yang dapat merangsang gejolak seksual pada individu baik dalam bentuk gambar ataupun video.
Keempat, negara menerapkan sistem sanksi bagi setiap pelaku kejahatan dengan memberi hukuman yang dapat memberi efek jerah sesuai dengan hukum Islam baik pada pelaku yang belum menikah maupun sudah.
Demikianlah seperangkat aturan dalam negara Islam yang dapat memberantas segala bentuk kekerasan seksual pada anak dan perempuan. Olehnya itu jika menginginkan kekerasan seksual agar diberantas sampai ke akar-akarnya maka campakkanlah sistem kehidupan kapitalisme dan kembali kepada Sistem Kehidupan Islam. Wallaahu a'lam Bishawab.
Post a Comment