(Pemerhati Sosial Asal Konawe)
Kasus stunting di tengah masyarakat masih saja menjadi problem yang belum bisa diselesaikan negara. Bahkan menurut data survei BKKBN kasus stunting di Indonesia telah mencapai 24,4 persen. Angka ini justru masih berada di atas standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu 20 persen. Namun di tengah banyaknya kasus stunting, penurunan justru terjadi pada daerah Konawe Utara. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Utara.
Dikutip dari media Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem jadi program prioritas pada tahun 2023 ini.
Menurut dia permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem merupakan dua hal yang saling beririsan. "Penyebab stunting dilatarbelakangi oleh fenomena kemiskinan ekstrem seperti kendala dalam mengakses kebutuhan dasar, akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lainnya," katanya. Pemerintah, kata dia, terus memperkuat berbagai upaya guna menangani masalah stunting dan kemiskinan ekstrem melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
"Intervensi gizi spesifik, yakni intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk mempercepat penurunan stunting, seperti penyediaan air bersih, MCK, dan fasilitas sanitasi," katanya. Untuk melaksanakan intervensi spesifik dan intervensi sensitif, kata dia, diperlukan kolaborasi dan sinergi lintas kementerian dan lembaga.(13/1/2023)
Berbagai program pemerintah untuk menurunkan angka stunting memang perlu diapresiasi oleh masyarakat, mengingat persoalan gizi buruk tersebut merupakan persoalan nasional yang belum bisa diatasi oleh negara. Namun efektifkah menyelesaikan persoalan hingga pada akarnya, jika masyarakat hanya disediakan air bersih, MCK dan asupan gizi serta pola hidup sehat, namun di sisi lain pemenuhan gizi seimbang bagi tubuh masih sulit dipenuhi.
Pun, untuk memenuhi kebutuhan vitamin bagi tubuh serta hidup sehat masih jauh dari harapan, mengingat beban hidup semakin berat. Bagaimana mungkin masyarakat bisa menjalankan pola hidup sehat, jika rumah yang ditempati untuk tinggal saja tidak layak huni. Apalagi mereka harus membeli obat atau makanan yang menghasilkan vitamin bagi tubuh mereka yang sudah susah untuk dipenuhi. Miris!
Padahal Indonesia dengan sumber daya alam yang dimilikinya begitu melimpah, namun masih saja didapatkan diberbagai daerah anak-anak tidak mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang baik. Semua itu, karena SDA yang ada lebih banyak dikuasai swasta daripada negara. Bahkan seolah pemerintah terlihat ingin berlepas tanggung jawab dengan berbagai macam program yang dibuat. Padahal tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan baik menjadi salah satu faktor anak-anak tidak mendapatkan gizi yang baik.
Hal ini justru berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam negara dalam hal ini penguasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Bahkan negara harus menjamin terpenuhinya terhadap semua kebutuhan primer bagi rakyatnya, sehingga kemungkinan gizi buruk bisa diminimalisasi. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya" (HR. Muslim).
Selain itu, negara akan memenuhi kebutuhan pokok hidup masyarakatnya, jikapun tidak gratis diberikan, harganya dapat dijangkau oleh masyarakat. Sehingga pemenuhan gizi dan nutrisi bagi keluarga dapat dipenuhi oleh kepala rumah tangga. Sebab, sumber daya alam yang ada dimaksimalkan manfaatnya oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak akan kita temukan anak yang stunting.
Oleh karena itu, kita tidak bisa berharap banyak pada penguasa yang seolah melempar tanggung jawab dalam urusan rakyatnya. Karena itu, kita hanya bisa berharap pada penguasa yang aturannya berasal dari pencipta, yaitu Allah Swt. dalam sistem yang diberkahi yaitu sistem Islam. Wallahu a’lam.
Post a Comment