Kapitalisasi Biaya Haji, Dzalim!


Oleh: Cia Ummu Shalihah 
(Aktivis Muslimah)

Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia menyedot perhatian usai mengusulkan kenaikan biaya haji pada 2023 menjadi Rp69 juta. Usulan itu muncul saat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (19/1).

"Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) per jemaah sebesar Rp98.893.909," kata Yaqut. Menurutnya langkah tersebut diperlukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan. Komposisi yang dibayar calon jemaah haji nantinya sebesar Rp69.193.734,00 atau 70 persen dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 30 persen (CNNindonesia/ 21/1/2023).

Yaqut menilai, pemerintah harus mencari formula bagaimana cara untuk menjaga prinsip istitha'ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.

"Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian," ujar Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, (kompas.com/19/1/2023).

Kebijakan Yang Memberatkan Rakyat

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke-5. Menjadi impian terbesar umat Islam untuk dapat menunaikannya. Menunaikannya pun membutuhkan banyak hal yang harus dipersiapkan, salah satunya materi. Sebab, menunaikan ibadah haji butuh dana yang cukup, sehingga mungkin harus menabung terlebih dahulu, hingga bertahun-tahun agar dapat terkumpul sejumlah rupiah yang dibutuhkan. Selain itu, membutuhkan fisik yang bugar agar dapat mengikuti segala rangkaian ibadah haji. Namun, semua faktor tersebut, tidak menyurutkan niat umat Islam untuk beribadah haji, termasuk kaum Muslim Indonesia. Sayangnya, rasa itu berubah menjadi kesedihan dan kekecewaan karena semakin mahalnya biaya keberangkatan membuat umat memiliki peluang atau kesempatan yang berat dalam menunaikan ibadah haji. 

Kebijakan yang ada memang menyusahkan rakyat. Sebelumnya rakyat menghadapi kenaikan harga-harga bahan pokok, BBM, Listrik dan sebagainya, ditambah lagi kenaikan biaya haji, pemerintah seolah tutup mata dan telinga akan kesusahan yang di alami oleh rakyat. Hidup kian susah, cari kerja juga susah, di saat yang sama biaya hidup semakin mahal. 

Mahalnya biaya haji misalnya, hanyalah dampak dari rantai kepentingan kapitalis yang berkelindan dalam urusan haji ini. Maklum, ibadah haji dalam kapitalisme adalah ceruk bisnis yang bisa dieksploitasi. Mulai dari bisnis transportasi, perhotelan, catering, jasa perizinan, jasa pembimbingan, dan lain-lain. Begitu pun soal panjangnya antrian haji. Sejak lembaga perbankan berbisnis dana talangan haji, masyarakat yang belum punya uang pun dengan mudah mendapatkan nomor porsi.

Pernyataan tersebut seolah-olah menunjukkan pejabat publik yang nirempati. Seperti tidak paham kondisi lapangan rakyatnya. Karena bicara soal ekonomi bukan cuma soal hitung-hitungan angka, tetapi bagaimana fakta yang terjadi di masyarakat. Seyogyanya, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang meringankan biaya hidup rakyat. Bukan malah sebaliknya.

Solusi Islam Dalam Pengelolaan Haji

Catatan sejarah menunjukkan betapa besar perhatian dan pelayanan para Khalifah kepada jamaah dari berbagai negara. Mereka dilayani sebaik-baiknya sebagai tamu-tamu Allah tanpa ada unsur bisnis. Hanya untuk melayani. Tidak pernah sedikitpun  mengambil keuntungan dari ibadah haji. Semua merupakan kewajiban yang harus dijalankan negara. 

Khalifah akan menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan  sebaik-baiknya. Mereka dipilh dari orang-orang bertakwa yang memiliki kemampuan. Jika negara harus menetapkan biaya penyelenggaraan haji, maka nilainya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari Tanah Suci.

Dalam Islam, pemimpin berperan memudahkan semua urusan rakyat. Tidak ada pemalakan atas nama gotong royong, Setiap pemimpin akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Maka saat Rasulullah saw. memimpin dan dilanjutkan oleh para khalifah, rakyat hidup sejahtera, aman, dan terjamin.

Saatnya kembali menerapkan sistem Islam agar kaum muslimin bebas melaksanakan ibadah haji tanpa tekanan biaya yang mahal. Para pemimpin menjalankan amanahnya sebagaimana mestinya. Sehingga apapun kesimpulan yang diputuskan oleh pemerintah ataupun penguasa pastilah telah dipertimbangkan dengan matang dan sebaliknya. Keputusan berdasarkan Syariat Islam dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin. 

Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post