Jeratan Pajak, Potret Ekonomi Kapitalis


Oleh Susci
 (Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Peningkatan ekonomi negara merupakan dambaan bagi seluruh masyarakat. Sebab, ekonomi merupakan instrumen tambahan dalam memberikan kesejahteraan rakyat. Tanpa ekonomi, operasional hidup akan terhambat. Sehingga, tak dapat dimungkiri apabila negara begitu antusias dalam menawarkan peningkatan pajak, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di bidang Pajak Penghasilan yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2022.

Dalam PP tersebut, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang berupa penghasilan merupakan objek pajak. Artinya, setiap penghasilan yang diterima karyawan baik dari dalam maupun luar negeri akan dikenai pajak. (kontan.co.id, 01/01/2023)


Peningkatan pajak dinilai mampu memberikan value bagi pencapaian kesejahteraan rakyat. Dengan meningkatnya pajak, maka meningkat pula ekonomi negara yang dapat dialokasikan kepada seluruh elemen masyarakat.

Namun, faktanya tak sedikit dari masyarakat merasa terbebani dengan pajak. Khususnya masyarakat kecil menengah ke bawah. Belum selesai masalah perut, mereka harus dibebani dengan masalah pajak. Padahal pajak hanyalah pilihan dari banyaknya pilihan dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.

Inilah paradigma penerapan kapitalisme sekularisme, sistem yang memisahkan antara agama dari kehidupan. Sistem ini pula melahirkan bentuk perekonomian berbasis kapitalis. Ekonomi kapitalis memiliki output kesejahteraan bagi elit tertentu, namun, menciptakan beban bagi masyarakat.

Tak jarang ekonomi kapitalis berhasil melanggengkan kepentingan para oligarki dalam menguasai SDA yang dimiliki, serta menjadikan negara ini menghamba pada investasi dan pajak sebagai tempat dalam meningkatkan ekonomi negara.

Mirisnya, pajak yang selama ini diterapkan dan dibangga-bangga negara tak mampu membendung tingkat kemiskinan yang makin meningkat. Bahkan sebaliknya, kemiskinan dan kelaparan menjadi problem yang belum dapat diselesaikan oleh negara.

Selain itu, kapitalisme sekularisme pula menghilangkan peran pemimpin sebagai perisai umat. Pemimpin hari ini telah kehilangan kepekaan dalam melihat kesusahan yang dihadapi masyarakat. Tak sedikit, dari penguasa merasa berbuat lebih, namun faktanya justru mengorbankan hak milik rakyat demi memuaskan kepentingan segilintir orang. Sehingga, SDA yang seharusnya dikelola oleh negara secara independen, harus diintervensi oleh pihak tertentu. Masyarakat hanya dapat merasakan sedikit dari banyak SDA yang dimiliki seperti, tambang, emas, gas, dan minyak bumi.

Oleh Karena itu, peningkatan pajak untuk menciptakan kesejahteraan rakyat hanyalah ilusi. Pajak hanya menjadi alasan kesejahteraan rakyat, namun bukan untuk rakyat.

Kesejahteraan dalam Pandangan Islam

Kesejahteraan rakyat merupakan perihal terpenting bagi negara dalam Islam. Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang sempurna dan paripurna dalam mengatur komponen hidup masyarakat. Khususnya, mengatur perekonomian negara. 

Islam memahami bahwa kestabilan perekonomian akan mampu menunjang terciptanya kesejahteraan rakyat. Sehingga, Islam memiliki sumber pemasukam khas yang pernah diterapkan pada masa kejayaan Islam, berdiri sebagai sebuah negara yang menerapkan syariat Islam dimulai dari kota Madinah.

Kisah yang paling populer adalah ketika sebuah lembaga pengelola keuangan yakni baitul mal pertama kali dibuat pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Al-Khattab. Pada saat itu kekuasaan negara Islam kian meningkat. Sehingga, SDA yang dimiliki juga ikut meningkat. Maka Khalifah membuat baitul mal sebagai tempat pengamanan keuangan.

Dalam baitul mal, sumber pemasukan negara terdiri dari :
1. Diwan Fa'i dan Kharaj. Bagian ini menguasai jizyah, harta-harta ghanimah, dan tanah-tanah milik umum.
2. Diwan Kepemilikan Umum. Bagian ini mengurusi semua harta milik umum, seperti gas, tambang, listrik, mineral, dan minyak bumi. Bagian ini tidak diintervensi oleh asing ataupun swasta. Murni dikelola oleh negara.
3. Diwan Shadaqat. Bagian ini mengurusi zakat.

Adapun posisi pajak hanya akan digunakan apabila baitul mal mengalami kekosongan dan akan berakhir apabila baitul mal sudah terdistribusikan kembali dengan baik. Itupun pengambilan pajak hanya diperuntukan bagi kalangan laki-laki dewasa yang kaya. 

Sungguh, begitu komprehensif aturan Islam yang mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tanpa harus membebani mereka. Islam pula menghadirkan pemimpin yang amanah, bertanggungjawab, dan memiliki sifat kepekaan yang tinggi terhadap penderitaan rakyat.

Alhasil, sudah seharusnya umat menyadari bahwa kesejahteraan rakyat tidak bisa didapati dengan pajak. Sebab, makin meningkatnya pajak, maka makin membebani masyarakat. Umat harus menjadikan Islam sebagai aturan hidup secara individu, masyarakat, maupun negara.

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post