Jebakan di Balik Layanan Paylater


BY : ANING JUNINGSIH

Dari munculnya teknologi digital yang sangat pesat, perkembangan kreativitas orang untuk menciptakan banyak keuntungan secara ekonomi semakin tinggi karena layanan yang di sajikannya mudah, efisien, dan hemat menjadi daya tariknya.

Kini berbelanja di marketplace dengan memakai sistem paylater atau membayar melalui cara diangsur dengan nominal tertentu menjadi trend di kalangan masyarakat.


Orang bisa pesan apapun yang dibutuhkan menggunakan layanan aplikasi yang tersedia di ponsel pintar. Maka kebutuhan pun akan dengan mudah terpenuhi. Apalagi dengan adanya paylater, orang mudah terbawa arus kemudahan layanan tanpa berpikir bahwa ada syariat agama yang mengaturnya. Teknologi tersebut membuat orang larut dalam kenikmatan kemudahan layanan. Kurangnya pengetahuan agama membuat mereka terlena dengan teknologi tersebut. Seyogyanya hukum paylater menurut syariat Islam perlu menjadi pertimbangan terlebih dahulu sebelum berbelanja di marketplace.

Mengutip NU Online, hukum paylater bisa menjadi riba ketika ada unsur ziyadah (tambahan) yang disyaratkan di muka oleh pihak penerbit paylater kepada konsumennya.

Riba termasuk dalam jenis riba utang yang diharamkan. Sebab, dengan sistem paylater, pembeli bisa mencicil pembayaran, itu sama saja dengan berutang untuk membeli barang tertentu.

Bila pihak perusahaan menetapkan syarat berupa tambahan harta/manfaat dari jasa utang yang diberikannya kepada konsumen, maka di satu sisi ia masuk kategori riba qardli.

Hukum asal utang adalah kembalinya harta sejumlah harta pokok (ra’su al-mal) yang diutang, tanpa tambahan. Jika ada syarat tambahan yang lain oleh pemberi utang, maka tidak diragukan lagi bahwa tambahan tersebut merupakan riba.

Namun demikian, jika paylater membebankan biaya tambahan bisa jadi bukan termasuk riba. Asalkan biaya tambahan dihitung sebagai jasa atau ijarah yang memang harus dilalui.

Biaya sebagai ijarah ini harus diketahui dengan jelas oleh konsumen termasuk besarannya. Misalnya pembayaran lewat aplikasi Shopee ketika berbelanja dikenakan biaya Rp1.000. Tambahan biaya jasa itu tidak dikategorikan sebagai riba.

Hukum ketiga transaksi paylater bisa dianggap sebagai bai’ tawarruq yakni menjual suatu barang secara kredit (muajjalan) dengan harga tertentu, kemudian membelinya kembali secara kontan (hâlan) dengan harga yang tentunya lebih murah dari harga kredit, yang mana waktu antara menjual dan membeli tadi dilakukan bersamaan.

Jika selisih yang belum terbayarkan bisa dicicil tanpa adanya unsur bunga. Namun, yang sulit diterima pada paylater 7adalah memberlakukan bunga itu dengan nilai persentase dalam rentang tertentu tiap bulan. kalao sudah ada unsur bunga di dalamnya, maka akan dikategorikan riba.

Menurut Ustaz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, ulama kalangan Syafiiyah berkata: “Seandainya ada orang yang berkata kepada rekannya: carikan aku utangan sebesar 100, dan kamu akan mendapatkan dariku 10%-nya.” Maka akad seperti ini masuk kelompok ju’alah (sayembara).” (al-Mausu’atu al-Fiqhiyyah, Juz 33, halaman 33-34)

Jadi,dengan mencermati berbagai takyif (rincian akad) yang dilalui di atas, serta menimbang peran kebutuhan yang mendesak dalam penggunaan aplikasi paylater, maka hukum penggunaannya bisa dibagi menjadi 4.

Adapun, langkah bijak dalam menyikapi perbedaan hukum di atas, adalah dengan jalan mengambil kaidah keluar dari ikhtilaf yakni mustahab (yang dianjurkan). Maksudnya, bagi yang sangat berkepentingan dengan jasa paylater, maka solusi yang tepat baginya adalah mengikut jalur pendapat yang membolehkan.

Namun, bila kondisi itu tidak bersifat darurat, maka sebaiknya tidak menggunakan aplikasi tersebut mengingat adanya indikasi unsur riba yang diharamkan di dalamnya.

Itulah uraian mengenai hukum paylater dalam Islam. Meski paylater menawarkan kemudahan dalam berbelanja, maka harus diingat bahwa utang untuk memenuhi keinginan semata hanya akan menyusahkan diri sendiri. Jangan terbawa oleh teknologi yang serba memudahkan dan melenakan dan akhirnya terjerumus pada kemaksiatan.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post