Kota Santri adalah istilah yang diberikan kepada kota-kota yang memiliki banyak pondok pesantren. Tempat di mana santri dan santriwati menimba dan memperdalam ilmu agama Islam. Tapi ironis, alih-alih mendapatkan ilmu agama justru di tempat ini santriwati dicabuli, direnggut kehormatannya.
Fakta ini kerap kali kita lihat di media sosial, seperti yang terjadi di salah satu pondok pesantren di kota Serang Banten. Pimpinan salah satu pondok pesantren sekaligus yayasan di Kota Serang, berinisial MR (49) ditangkap polisi karena diduga melakukan pemerkosaan atau rudapaksa terhadap sejumlah santriwati.
Penangkapan MR dilakukan Kanit Reskrim Polsek Kasemen bersama Unit PPA Satreskrim Polresta Serkot di kediaman pribadinya. Korban adalah santriwati di pondok pesantren itu yang berusia 11, 14, dan 15 tahun. (cnnindonesia, 12/12/2022)
Mirisnya pelaku pemerkosaan adalah pimpinan pondok pesantren.Yang seharusnya menjadi pelindung (rooin) bagi santri dan santriwatinya. Akibat dari perbuatan kejinya korban mengalami trauma berat dan gambaran masa depan yang suram.
Sebelumnya kasus pemerkosaan di daerah lain juga turut mencuat. Seperti di Depok, Lampung, Banyuwangi dan masih banyak lagi. Kejahatan kekerasan seksual menjadi ancaman serius di negeri ini. Hal ini karena negera menerapkan sistem sekuleralisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Dan sangat berpotensi melemahkan iman sehingga tidak takut pada Sang Pencipta. Dalam keadaan lemah iman, manusia dapat melakukan tindak kejahatan apa saja, termasuk tindak kejahatan kekerasan seksual.
Faktor lainya adalah pengaruh buruk dari media sosial, di mana saat ini orang dengan mudah mengakses fitur-fitur pornografi yang dapat menimbulkan syahwat. Dari segi hukuman yang diberikan juga tidak membuat jera pelaku pemerkosaan. Sehingga kerap terjadi dan berulang.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam mengatur hubungan intetaksi antara laki-laki dan perempuan. Diantaranya kewajiban menutup aurat, tidak boleh ikhtilat ( campur baur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan) dan lainnya. Dalam memberikan hukuman pun sangat tegas sesuai dengan syariat Islam.
Para ulama mengkategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina. Jika pelakunya belum menikah, hukumannya adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Jika pelakunya sudah menikah hukumannya adalah dirajam hingga meninggal.
Dalam kasus pemerkosaan, korban tidak dikenakan hukuman zina. Sang korban terbebas dari hukuman. Sebagaimana firman Allah SWT: " Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am 145).
Begitulah Islam memberi hukuman kepada pelaku kejahatan kekerasan seksual. Sehingga pelaku jera dan tidak akan terjadi kasus yang serupa.
Hanya dengan diterapkannya sistem Islam akan tercipta manusia yang beriman dan bertaqwa. Sehingga menjauhkan dari berbuat tindak kejahatan. Karena yakin akan ada hisab di akhirat kelak atas perbuatannya di dunia.
Wallahu 'alam bishshawab
Post a Comment