HIV/AIDS Meningkat, Merengut Nyawa Generasi, Butuh Solusi Pasti


Oleh: Thama Rostika
Forum Remaja Smart dan Syar'i (Ciamis)

Penyebaran penyakit HIV/AIDS masih terus menjadi permasalahan menakutkan bagi Indonesia. Kasus HIV/AIDS merupakan Fenomena gunung es. Hanya terdeteksi di permukaan, sedangkan di bawah nya masih banyak kasus HIV/AIDS yang belum terdeteksi. Pengidap HIV/AIDS ini sudah mencapai angka yang sangat memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan, hingga Juni 2022, total pengidap HIV yang tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang. Provinsi tertinggi adalah Jakarta dengan angka nyaris 100 ribu, disusul Jawa timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan urutan ke-5 adalah Papua. (CNN Indonesia, 01/09/2022).
Di kabupaten ciamis sendiri, orang dengan HIV/AIDS (ODA) menembus angka 631 orang. Data ini tercatat dalam kurun 2001-2022. Tiga orang di antaranya masih usia sekolah. Khusus untuk tahun periode Januari-Juli 2022, jumlah kasus baru yang tercatat mencapai 53 orang. (Detik.com, 26/8/2022)

Buah Rusaknya Pergaulan
Sempat diberitakan terkait tingginya kasus HIV/AIDS pada mahasiswa di Jawa Barat. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) mengatakan, per Desember 2021, terdapat 12.358 pengidap HIV/AIDS di Jabar. Sebanyak 414 di antaranya berstatus mahasiswa ber-KTP Kota Bandung dan didominasi usia produktif (20-29 tahun). (Detik.com, 29/08/2022).

Terus meningkatnya kasus penularan HIV/AIDS sudah tidak bisa dipungkiri lagi diakibatkan salah satunya adalah pergaulan bebas. Gaya pacaran kaum muda saat ini sudah sangat melampaui batas. Ucapan panggilan pasangan seperti “papi mami”, berpegangan tangan, berpelukan, bahkan berciuman di ruang publik pun sudah tidak membuat mereka malu.
Termasuk juga belakangan ini muncul istilah sleepover dates dan menjadi trend di media sosial Twitter hingga TikTok. Ini merupakan trend dimana pasangan muda yang pergi “berlibur” dengan pacarnya selama semalam atau bisa juga menginap semalam dirumah pacarnya. Tak jauh beda dengan sleepover date, ada istilah kohabitasi yang merupakan aktivitas pasangan yang tinggal bersama tanpa ada ikatan pernikahan. Mereka sampai mengatur uang bulanan bersama. Dan dengan alasan ekonomi pula mereka menyewa satu kamar untuk berdua layaknya suami istri. Aktivitas ini makin dikenal terutama di perkotaan besar di beberapa negara tak terkecuali Indonesia.

Pergaulan yang rusak ini tak lepas dari buah penerapan sistem kapitalisme yang menganut ide kebebasan, salah satunya kebebasan berperilaku. Dengan ide ini, manusia bebas bertindak tanpa ada standar yang jelas. Ide kebebasan inilah yang melahirkan peradaban yang rusak dan merusak, menjadi pangkal segala macam problematik umat manusia. Pergaulan bebas yang menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Barat kini banyak diadopsi oleh masyarakat di negeri-negeri muslim. Terutama oleh generasi mudanya. Padahal, dampak pergaulan bebas telah jelas bahayanya. Salah satu adalah tersebarnya HIV/AIDS yang makin tidak terkendali.

Salah Program Bikin Runyam
HIV/AIDS adalah penyakit menular yang belum bisa disembuhkan. AIDS jika telah terinfeksi maka virus ini akan terus berkembang dan menggerogoti tubuh manusia selama hidupnya, jarang yang berhasil mencapai kesembuhan. Rata-rata berujung pada kematian.
Untuk mencegah hal ini, Indonesia mengambil program yang bersumber dari UNAIDS (United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan WHO melalui PBB. Salah satu programnya berupa kampanye pencegahan HIV/AIDS yang kerap disebut ABCD. Dimana, A= Abstinence (jangan berhubungan seks), B = Be faithfull (setialah pada pasangan), C = Condom (pakailah kondom), dan  D = no use Drugs (hindari obat-obatan narkotika).
Perkembangan terus dilakukan dalam upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, namun semua upaya yang dilakukan pemerintah selama ini tak membuahkan hasil maksimal. Tetap saja, penderita HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bahkan, dengan program ABCD tersebut bukannya menghentikan, justru semakin menambah polemik baru. Yaitu, semakin terbukanya pintu perzinahan dan berbagai prilaku seks bebas.

Sama halnya denga apa yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat yang membagikan 425.808 alat kontrasepsi atau kondom dengan menyasar para Wanita Penjaja Seksual (WPS) di daerah untuk memutus mata rantai penularan HIV/AIDS.

Alasan pembagian kondom atau alokasi kondom ke berbagai kabupaten/kota ini, dikatakan merupakan salah satu intervensi perubahan perilaku agar pencegahan HIV tidak meluas dan memutus mata rantai penularan HIV dan IMS yang tadinya tidak menggunakan kondom jadi menggunakan kondom. Jelas ini merupakan solusi yang justru mendukung ke arah kemaksiatan.
Perlu diketahui, Indonesia termasuk 10 besar negara dengan jumlah PSK terbanyak di dunia. Makin tingginya jumlah PSK dipicu oleh perekonomian yang terus memburuk. Selain itu, faktor banyaknya penutupan lokalisasi menjadikan transaksi berpindah menjadi daring yang makin tidak terkendali.
Pandemi Covid-19 turut menjadikan prostitusi daring makin liar. Ini pula yang menjadi jalan masuknya prostitusi pada kalangan remaja. Aktivitas belajar yang banyak menggunakan internet saat pandemi malah bisa menjadi jalan bagi remaja untuk mengenal dunia prostitusi.
Mirisnya, banyak kasus siswa SMP dan SMA, bahkan SD, yang menjajakan diri hanya untuk mendapat uang jajan.
Terpuruknya kondisi perekonomian keluarga dan minimnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak menjadikan para remaja makin mudah terjerat kasus prostitusi. keadaan ini ikut meyumbang naiknya angka HIV/AIDS dikalangan remaja.
Sayangnya negara tidak memberikan solusi yang tepat dan menyeluruh bagi masalah ini. Negara hanya melakukan solusi-solusi parsial dan tidak solutif

Skenario Global Perusakan Moral Generasi
Kerusakan moral pada generasi sebetulnya tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada arus perusakan yang besar dan masif terhadap generasi muda sehingga pemikiran dan tingkah lakunya bertentangan dengan syariat Islam.

Perusakan pemikiran dan perilaku generasi muda ini terlihat dari masifnya upaya penyebaran pemikiran sekularisme dan liberalisme. Program ini sesuai dengan proyek strategis pemuda PBB Youth 2030. 
Dalam pidatonya di sidang ke-77 Majelis Umum PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, “Kita harus memberi perhatian khusus kepada kaum muda. 1,8 miliar di dunia kaum muda laki-laki dan perempuan merupakan mitra berharga dalam usaha kita untuk mencegah kekerasan ekstremisme dengan mengampanyekan nilai sekularisme, liberalisme, HAM, dan kesetaraan gender; melalui musik, seni, film, olahraga, komik, dan humor; serta mereka layak mendapatkan dukungan PBB.”
Keadaan ini sejalan dengan program moderasi yang terus diaruskan dan dipaksakan kepada generasi muslim. Moderasi menjadi cara halus untuk membuat generasi islam menjadi sosok yang sekuler. Atas nama moderasi, nas-nas agama ditafsir ulang agar sesuai dengan nilai-nilai Barat yang sekuler liberal, seperti nilai-nilai HAM, inklusivisme, kesetaraan, pluralisme, toleransi, dan sejenisnya. Lalu gagasan-gagasan ini diarusderaskan melalui berbagai kanal dan menyasar berbagai level, termasuk kalangan anak usia dini.
Melalui moderasi, ada penanaman di benak mereka bahwa syariat Islam seolah tidak penting, yang penting adalah esensi ajaran Islam. Akhirnya generasi saat ini merasa bahwa menjalankan syariat Islam secara totalitas atau kaffah bukanlah suatu kewajiban dalam hidup mereka. Mereka akan semakin jauh dari agamanya sendiri yaitu Islam. Mereka akan semakin asing dengan ajaran Islam.
Ironisnya, proses sekularisasi ini justru legal dilakukan negara. Meski tidak menolak keberadaannya, tetapi negara tidak memperkenankan agama berperan mengatur kehidupan masyarakat. Agama dibatasi sebagai masalah privat saja, sedangkan dalam aspek lainnya, agama tidak boleh turut campur atau ikut “berbicara”.

Meski sejatinya Islam mengatur semua aspek kehidupan, tetapi syariat kafah seolah haram diterapkan. Bahkan, sekadar untuk mempelajarinya pun benar-benar terlarang sebab Islam yang berlaku adalah Islam yang telah dikebiri sekadar urusan ibadah, akhlak, dan sebagian aturan. Selebihnya dipandang membahayakan.

Narasi moderasi yang merupakan bagian dari proyek deradikalisasi nyatanya telah lama dilakukan yaitu sejak Peristiwa runtuhnya WTC di New York City Amerika pada 11 September 2001. Pasca runtuhnya WTC, presiden Amerika menyerukan: bersama Amerika atau bersama terorisme. Program war on terrorism dan dilanjutkan dengan war on radicalism tak lebih dari upaya serangan terhadap Islam.
Menurut Janine A Clark, Islam moderat adalah "lslam" yang menerima sistem demokrasi. Sebaliknya, Islam radikal adalah yang menolak demokrasi dan sekularisme. Moderasi lslam dalam pengertian ini bermakna membangun lslam yang menerima demokrasi dan kesetaraan gender.

Pemikiran sekuler dan liberal atas nama kebebasan perilaku pun telah menjadi spirit kebijakan pengaturan sosial di negeri ini. Seperti halnya dalam Permendikbudristek 30/2021 sebagai respons atas tingginya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Dengan prinsip “sexual consent”, kekerasan seksual didefinisikan dengan ‘unsur tanpa persetujuan korban’. Artinya, jika ada tindakan seksual yang disepakati bersama, tindakan tersebut bukan terkategori kekerasan atau kriminal. Hal ini memunculkan polemik di tengah masyarakat karena konteks tersebut seolah mengizinkan hubungan seksual di lingkungan kampus jika keduanya melakukan atas dasar suka sama suka. Ini bisa menjadi pintu masuk mahasiswa untuk melakukan perbuatan zina secara “legal”.
Jika kita mencermati sebab generasi muda terjerat pola laku yang melanggar norma agama, seperti seks bebas, tidak lain tingkah laku ini sangat erat dengan pemikiran. Pemikiran liberalisme yang mengamini kebebasan, juga faktor luar (seperti tontonan sarat pornografi), dapat membuat seseorang melakukan tindakan amoral, bahkan kejahatan seksual yang makin meningkat dari tahun ke tahun.

My body my authority ‘tubuhku milikku’ menjadi dasar sesuatu itu bisa disebut ‘kekerasan seksual atau bukan’. Yes is yes, suka sama suka, menjadi pijakan, terlepas hubungan tersebut di luar nikah atau terikat dalam pernikahan. Wajar jika seks bebas (perzinaan) akhirnya makin marak di lingkungan kampus karena sesuai dengan “consent” tersebut.

Regulasi juga dibuat sedemikian rupa agar paham kebebasan ini terus tertancap kuat para generasi. UU TP-KS yang baru saja disahkan, misalnya, tampak cenderung membolehkan aktivitas zina asala dilakukan suka sama suka. Barulah menjadi masalah jika hal itu merupakan paksaan. Begitu pun Industri pornografi, terus menyasar kaum muda, padahal kebebasan inilah yang justru menjadi pangkal naiknya angka HIV/AIDS.
Inilah buah dari sistem kapitalisme sekular. Agama dijauhkan dari kehidupan. Akibatnya, ketakwaan individu terkikis. Padahal ketakwaan inilah yang menjadi pertahanan kuat bagi kaum muslim dari berbagai serangan merusak.

Solusi Tuntas Hanya dengan Islam
Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari penyuluhan, pendampingan, upaya jemput bola, hingga sosialisasi alat kondom dan yang lainnya, tapi hasilnya nihil. solusi yang dijalankan nyatanya jauh panggang dari api, tak menyentuh akar masalah.

Masalah HIV/AIDS sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan (medis), namun juga masalah perilaku. Sebab telah terbukti penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, yaitu zina dan homoseksual. Terlebih jika ditelusuri sejarahnya, HIV / AIDS pertama kalinya memang ditemukan di kalangan gay San Fransisco pada tahun 1978. Selanjutnya HIV/AIDS menular hingga ke seluruh penjuru dunia terutama lewat perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender. Inilah bukti bahwa HIV/AIDS tidak dapat dianggap semata-mata hanya masalah kesehatan, melainkan juga masalah perilaku. biang kerok dari maraknya penyakit HIV AIDS dikarenakan budaya free sex (sex bebas) yang lahir dari paham liberalisme.

Termasuk juga pada generasi, perilaku mereka yang makin tidak karuan ini jelas disebabkan arus liberalisasi yang sengaja disuntikkan ke negeri-negeri muslim. Freedom of behavior atau kebebasan bertingkah laku diopinikan sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Seseorang akan bebas dalam mengembangkan kreatifitasnya dan menikmati apa pun yang mereka inginkan walau itu bertentangan dengan Islam.

Memang cukup ironis hidup di sistem demokrasi liberal, bermaksiyat bebas tapi taat pada syariat Islam malah dituduh radikal. Jadi, keberadaan sistem demokrasi liberal ini memang bertentangan dengan konsep kehidupan Islam. Selain itu, Islam tak akan mampu diterapkan secara sempurna dalam ruang demokrasi.
Manusia selalu merasa paling tahu apa yang terbaik bagi dirinya, sehingga berani membuat aturan sendiri dalam hidupnya. Namun faktanya saat manusia itu bebas membuat aturannya yang ada justru menyebabkan kerusakan.
Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)

Artinya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. (QS. Asy-Syura: 30-31)

Islam sebagai Dien yang sempurna dan paripurna, diturunkan oleh Allah Swt. tuk menjadi solusi setiap problema kehidupan, termasuk masalah HIV-AIDS. Islam memiliki seperangkat aturan tuk mencegah meluasnya penyakit ini dan mengobati para pengidapnya.

Solusi yang diberikan Islam bersifat preventif, yakni concern pada akar masalah yang menjadi pemicunya. Pencegahan yang dicegah melalui pengaturan pada hal-hal yang mendasarinya, sehingga mampu memberikan penyelesaian yang tepat dan tuntas hingga ke akar-akarnya.
Diperlukan kesungguhan negara dalam mengurusi umat dari permasalahan darurat ini.

Sistemisnya problem generasi mau tidak mau membutuhkan solusi sistemis pula. Yakni dengan menghadirkan kembali sistem Islam dalam realitas kehidupan, bukan malah mengarusderaskan moderasi Islam. Gambaran strategi dalam Islam untuk mengatasi masalah penyebaran penyakit HIV/ AIDS adalah sebagai berikut :
1. Negara melarang wanita dan laki-laki yang bukan mahram berkhalwat (termasuk berpacaran) dan ikhtilath (campur baur) kecuali dalam perkara yang dibenarkan oleh hukum syara’, seperti belajar-mengajar, jual beli, umrah, haji dan naik kendaraan umum, karena hukum asal kehidupan antara pria dan wanita itu memang terpisah secara total. Begitupun, laki-laki wajib menundukkan pandangan terhadap kaum wanita, agar terhindar dari memandang lawan jenis dengan dorongan syahwat.  juga melarang para wanita melakukan tabarruj, berpenampilan yang bisa menarik perhatian lawan jenis. Selain itu, Islam juga melarang pria maupun wanita menampakkan auratnya kepada yang bukan mahramnya.
2. Negara mewajibkan bagi setiap warga negaranya untuk memelihara kehormatan dengan menikah. Artinya pernikahan dipermudah. Bagi yang belum mampu menikah maka berpuasa sunah.
3. Negara melakukan pencegahan dengan menerapkan hukum Islam bagi pezina dan pelaku NARKOBA. Zina dengan rajam bagi yang sudah menikah dan cambuk serta diasingkan selama 1 tahun bagi yang belum menikah. NARKOBA dengan ta’zir yang kadar hukumannya diputuskan oleh Khalifah hingga hukuman mati. Negara pun memberantas sarana pengundang maksiat seperti lokalisasi, night club, diskotik, dan sejenisnya.
4. Negara melakukan pencegahan penularan kepada orang sehat dengan karantina total bagi pengidap HIV/AIDS serta memberikan pengobatan gratis, berkualitas dan manusiawi. Negara juga akan bekerja keras menemukan penawar virus HIV/AIDS ini, dengan mendanai riset untuk keperluan ini.
5. Negara memberikan kesempatan rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan orang yang mengidap HIV/AIDS. Jika tertular karena ia bermaksiat, maka diminta bertaubat, taat syari’at dan berharap husnul khatimah. Jika menjadi korban, maka bersabar dengan ujian tersebut dan menganggap ujian ini sebagai pelebur dosa.
6. Solusi inilah yang seharusnya dilakukan untuk memberantas tuntas permasalahan HIV/AIDS yang tak kunjung usai. Hal ini hanya dapat terealisasi oleh negara dan pemimpinnya yang ikhlas menerapkan syari’at Islam secara total (kaffah). Negara tersebut adalah Khilafah ‘ala minhajin nubuwah (Khilafah sesuai metode kenabia). Pemimpinnya disebut Khalifah. Khilafah merupakan janji Allah SWT yang pasti terwujud dan perlu kita perjuangkan karena manusia butuh Islam untuk mendapatkan rahmat serta keselamatan dari Allah SWT.
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al Maidah: 50)

Post a Comment

Previous Post Next Post