Gempa Cianjur, Isu yang Terkubur



Oleh  Irohima

Gempa Cianjur memang telah berlalu  namun masih menyisakan banyak pilu. Di tengah keriuhan naiknya harga pangan, ramainya orang yang meributkan arti kata toleran hingga viralnya Fajar Sadboy yang menyedihkan membuat korban gempa Cianjur makin terlupakan.

Pasca gempa bumi mengguncang Cianjur, Jawa Barat sebulan yang lalu, sejumlah warga masih banyak yang bertahan di tenda-tenda pengungsian, menanti kepastian untuk keluar dari kondisi yang memprihatinkan dan memulai kehidupan baru yang normal seperti dulu. Sebelumnya pemerintah menjanjikan dana stimulan perbaikan rumah bagi para warga yang terdampak gempa sebesar Rp 60 juta untuk rumah yang rusak parah, Rp 30 juta untuk rusak sedang, dan Rp 15 juta untuk rumah yang rusak ringan. Namun pada proses verifikasi telah ditemukan data yang tidak sesuai dengan kondisi riil rumah yang rusak sehingga memperlambat proyek  rehabilitasi dan rekonstruksi (BBCNEWSIndonesia, 22/12/2022 ).

Saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa warga yang telah menerima dana stimulan tahap pertama telah mencapai 8.300 warga. Di samping menunggu dana stimulan sepenuhnya turun, sebagian warga desa yang sebelumnya tinggal di wilayah yang disebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang sedang menanti kepastian relokasi atau tidak.

Gempa  yang mengguncang Cianjur pada tanggal 21 November 2022 pada pukul 13:21:10 WIB awalnya mengakibatkan sekitar 334 orang meninggal namun kini telah bertambah menjadi 635 orang (Republika.co.id, 20/12/2022 ).

Ada beberapa faktor kondisi yang memicu gempa di Cianjur seperti kedalaman, kondisi tanah, kondisi topografi, dan kondisi struktur tanah. Namun banyaknya korban yang muncul sebenarnya bukan dikarenakan gempa, melainkan karena tertimpa reruntuhan rumah dan infrastruktur lainnya yang berkonstruksi tidak tahan gempa. Hal ini ditegaskan sendiri oleh pemerintah melalui Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika yang mengatakan bahwa gempa sebenarnya tidak membunuh dan melukai, tapi yang menyebabkan korban meninggal atau terluka disebabkan oleh bangunan yang tidak memenuhi standar tahan gempa.

Ahli kegempaan Prof.Ir.H. Sarwidi MSCE.Ph.D IP-U juga menyatakan perlunya antisipasi bangunan yang tahan gempa.

Banyaknya korban yang berjatuhan akibat standar bangunan yang tidak memenuhi kualifikasi sungguh sangat memprihatinkan, di tengah pesatnya ilmu pengetahuan, teknologi infrastruktur tahan gempa serta melimpahnya para ahli bagi upaya mitigasi struktural (berupa pembangunan konstruksi tahan gempa ) dan non lstruktural (berupa rencana tata ruang wilayah berdimensi kegempaan dan law enforcement)  harusnya hal ini bisa diantisipasi.

Kita semua juga telah memahami bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan gempa, ini merupakan konsekuensi geografis Indonesia yang berada di rangkaian  ring of fire (cincin api) atau circum-pacific belt.

Gempa Cianjur bukanlah gempa pertama yang terjadi di Indonesia. Bangsa ini memiliki catatan panjang terkait gempa, tapi nyatanya kita seperti selalu gagap dan tertinggal dalam penanganan masalah ini. Telah dikatakan oleh para ahli bahwa bangunan yang tidak memenuhi  standar lah yang memicu banyak korban dan harusnya hal ini bisa dicegah.  Ini menjadi salah satu bukti bahwa kebanyakan desain rumah/ bangunan di Indonesia tidak tahan gempa.

Perumahan atau bangunan yang tidak tahan gempa juga terkait dengan kebijakan yang ditetapkan penguasa. Kebijakan politik perumahan ala kapitalistik yang didukung sistem kapitalisme yang dianut negeri ini membuat negara abai dalam menjamin pemenuhan kebutuhan rumah tinggal warganya. Sistem kapitalisme yang menjadikan segala aspek kehidupan sebagai komoditi telah mengakibatkan biaya pembangunan rumah dan harga rumah menjadi sangat fantastis. Hanya terdapat 56,75% saja keluarga yang bisa tinggal di hunian layak, sisanya sebanyak puluhan juta keluarga tinggal di hunian tidak layak.

Sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai satu-satunya nilai yang diakui hanya akan mengambil kebenaran jika terdapat manfaat di dalamnya. Maka tak heran jika sistem ini tidak akan mempertimbangkan pendapat para ahli dan akan mengabaikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat jika tak menguntungkan mereka dan para kapitalis.

Sistem kapitalisme menjadikan penguasa dan akan senantiasa menuntut penguasa hanya berfungsi sebagai regulator bagi kepentingan korporasi. Sistem ini membuat mereka bisa mengendalikan harga bahan material bangunan hingga harga rumah bahkan rencana tata kelola ruang dan wilayah. Pemegang kebijakan pun tak kuasa menghadapi banyaknya kasus pelanggaran tata ruang dan wilayah. Sungguh sistem ini benar-benar tak layak dijadikan sandaran hidup  dan karena hanya menyebabkan kesengsaraan.

Lain halnya dengan politik perumahan dalam Islam. Rumah merupakan kebutuhan pokok individu, dan negara dalam Islam adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Negara akan memperhatikan setiap pembangunan tidak hanya dari segi kuantitas tapi juga kualitas. Sesuai syariat seperti fungsi dan model bangunan/rumah, memenuhi kriteria keamanan, kesehatan dan kenyamanan dan berkonstruksi tahan gempa merupakan sebagian syarat yang harus dipenuhi dalam mendirikan bangunan. Bila terjadi pelanggaran akan ada sanksi  yang bersifat mencegah dan berefek jera.

Sistem ekonomi Islam  yang mengembalikan pengelolaan sumber daya alam barang tambang sebagai material bahan bangunan mutlak kepada negara akan mampu mendukung pembangunan perumahan dan bangunan lainnya. Para ahli pun akan didorong untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan berinovasi dalam menciptakan terobosan untuk kemaslahatan umat. Sistem Islam membuat sumber daya alam dan sumber daya manusia termanfaatkan secara optimal bagi terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat yaitu rumah.

Sejarah mencatat betapa Islam telah menorehkan prestasi emas  terkait pembangunan pemukiman penduduk di pedesaan dan perkotaan. Seperti di wilayah kota tua Persia dan Kashmir yang sering dilanda gempa namun bangunan di sana tetap berdiri kokoh hingga sekarang. Contoh  lain adalah kontruksi bangunan Masjid Selimiye di Edirne yang memiliki menara tertinggi yang paling tahan gempa di Turki. Masjid ini adalah rancangan arsitek utama kekhalifahan Ottoman, Sinan (1489-1588).

Bila dibandingkan dengan kondisi bangunan sekarang yang sangat rentan gempa, dan terkadang hanya mengedepankan aspek keindahan semata tanpa mempertimbangkan aspek keselamatan, kenyamanan apalagi kesehatan. Dari sini terbukti bahwa konsep politik perumahan Islam merupakan satu-satunya metode yang mumpuni bagi persoalan negeri ini.

Wallahu a'lam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post