Tidak dapat dipungkiri lagi, perkembangan teknologi mampu menerobos banyak manfaat yang luar biasa namun lebih banyak lagi meninggalkan pengaruh buruk jika tidak bijak menggunakannya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya berbagai aplikasi sosial media berselewaran dimanfaatkan konten-konten bukan hal yang bermanfaat
Di zaman serba online, ternyata muncul juga yang namanya pengemis online. Teknologi makin canggih, cara mengemis pun ikutan canggih. Alih-alih memanfaatkan cara mengeruk cuan mudah dan cepat, mengemis lewat jalur online pun dilakukan dengan menggunakan aplikasi yang sedang naik daun yakni TikTok.
Aplikasi yang memudahkan bagi yang pengguna dan juga bagi hanya penikmat tontonan. Dapat dilihat juga yang awalnya untuk eksis diri karena banyak pilihan filter dan kini bergeser ke beberapa kepentingan salah satunya muncul benih-benih pengemis.
Menteri Sosial Tri Rismaharini pun turun tangan. Mensos mengaku bakal menyurati pemerintah daerah (pemda) untuk menindak orang-orang yang melakukan fenomena "ngemis online" di media TikTok. Beliau menegaskan bahwa fenomena mengemis baik online maupun offline memang tidak diperbolehkan (nasional.kompas.com, 15/01/2023).
Pengemis Online di Tik Tok
Fenomena ngemis online sambil mandi lumpur di aplikasi TikTok mencuat ke publik dan mendapat respons tajam. Ngemis online sambil mandi lumpur ini dinilai menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan.
Meskipun pelaku ngemis online ini tidak mempersoalkan tindakannya, tapi sebetulnya ini kan bentuk degradasi nilai-nilai kemanusiaan.
Menurunkan harkat dan martabat manusia," kata sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho kepada wartawan. Menurut Wahyu, seakan-akan konten yang dibuat pengemis online dapat diukur dan mendapatkan keuntungan finansial. Sementara di sisi lain, ada nilai kemanusiaan yang menurut Wahyu juga menurun (newsdetik.com, Senin 16/01/23).
Dalam sistem kapitalis, apapun dimanfaatkan demi meraih keuntungan materi. Karena tuntutan kebutuhan dan keinginan lifestyle terus diaruskan. Akhirnya kemiskinan pun dieksploitasi menggunakan kemajuan teknologi, meski merendahkan harkat dan martabat diri sendiri ataupun orang lain.
Bahkan ada yang melakukan demi tuntunan gaya hdup masa kini. Fenomena ini menggambarkan masyarakat yang sakit yang hidup di tengah sistem yang rusak, yang tak mampu menyejahterakan rakyatnya.
Ketika masyarakat terpenuhi kebutuhan pokoknya baik sandang, pangan, papan. Hingga kewajiban Negara memenuhinya dalam hal keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Masyarakat serta kelompok tertentu tidak akan memiliki akal pendek untuk melakukan aktivitas semacam mengemis online.
Jika saja mereka mau mempergunakan tekhnologi digital, untuk berdakwah dan menyebarkan Islam, itu akan jauh lebih baik, mengumpulkan pahala untuk bekal di kehidupan selanjutnya, dengan mengharap ridha Allah semata, perkara hasil itu hanyalah bonus, sebab di dalam Islam tidak pernah ada larangan untuk seseorang menjadi kaya, bahkan mencari rezeki juga di wajibkan dalam Islam. Namun, sebagai seorang Muslim mencari rezeki tidak hanya sekadar sebagai tuntutan kehidupan. Namun juga merupakan tuntutan agamanya, dalam rangka menaati perintah Allah memberikan kecukupan kepada diri dan keluarganya, atau siapa saja yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Bijak bersosmed, tepis kemiskinan
Perkembangan teknologi seharusnya menjadi wujud kesyukuran yang mampu menolong kinerja manusia, namun pemanfaatannya wajib untuk tetap sesuai aturan yang benar. Tidak dengan memanfaatkan dalam hal-hal tertentu, dengan aksi-aksi ektrim, penampilan pornografi pornografi, pembodohan publik, dan sebagianya.
Solusi tuntas persoalan ini membutuhkan kerjasama semua pihak. Mulai dari individu yang memiliki kesadaran untuk menjaga kemuliaan sebagai manusia, masyarakat yang memberikan kontrol dan juga negara yang menjamin hidup rakyata dan juga memberikan asas yang tepat dalam memanfaatkan teknologi untuk kemajuan banagsa dan kebaikan umat manusia.
Mampukah Sekularisme Menjadi Solusi?
Sementara dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, ia berkata bahwa Rasul SAW bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no. 1474; Muslim, no. 1040).
Selain itu islam juga mengajarkan kita rasa malu, bahkan mengaitkan rasa malu dengan iman. Seperti di dalam hadis Rasulullah SAW mengatakan bahwa, “Malu itu sebagian daripada iman.” (HR. Bukhari).
Artinya jika kita sudah tidak punya rasa malu, maka sebagian iman kita sudah hilang. Sedemikian pentingnya rasa malu di dalam islam sehingga ketika kehilangan rasa malu, dikatakan kehilangan sebagian dari iman kita. Hadits ini singkat tapi padat maknanya dan sarat akan pesan moral. Demikianlah lengkapnya Islam mengatur setiap aspek kehidupan manusia.
Dan sepatutnya negara juga tidak hanya diam saja, menyaksikan kerusakan rakyatnya yang kian parah, karena negara memiliki fungsi yang begitu vital, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Adalah tugas negara untuk meriayah rakyatnya dengan baik, selain menyelesaikan masalah kemiskinan hingga ke akar-akarnya serta memelihara dan melindungi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas atau kelompok rentan lainnya dari orang orang yang mengambil penderitaan mereka untuk keuntungan pribadi, serta membuat aturan yang lebih tegas terhadap konten-konten yang merusak akidah maupun agama. Bukan hanya kejam kepada mereka yang mengusik kursinya.
Sesungguhnya pemimpin yang senantiasa takut akan siksa neraka tentu ia akan meriaayah rakyatnya dengan baik. Melayani dengan penuh keikhlasan. Sebab tatkala abai terhadapnya maka akan mendapatkan siksa di neraka. Dan pemimpin seperti itu tidak akan ada dalam sistem kapitalis demokrasi saat ini. Oleh sebab itu, lebih baik kita mencampakkan sistem busuk ini dengan sistem yang sahih yaitu sistem Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Post a Comment