Demi Viral, Jiwa Anak Terancam



Oleh : Nency Ravica Lia Erlyta
(Aktivis Dakwah)

Seorang anak hadir sebagai amanah dari Allah Swt. untuk dirawat, dijaga, dan dididik. Di mana setiap orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas sifat dan perilaku anak semasa di dunia. Secara harfiah, anak adalah seorang cikal bakal yang kelak akan meneruskan generasi keluarga. Anak juga merupakan sebuah aset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu membangun bangsa dan negara. 

Namun tak sedikit orang tua memanfaatkan anak-anaknya untuk kepentingan pribadi orang tua tersebut, tanpa melihat resiko apa yang akan terjadi dan menimpa si anak, egois memang. Hal tersebut memicu adanya perbuatan eksploitasi pada anak.

Eksploitasi merupakan pemanfaatan secara sewenang-wenang yang bertujuan untuk mengambil keuntungan pribadi. Dengan kata lain, eksploitasi anak ialah tindakan memanfaatkan anak untuk melakukan sesuatu demi keuntungan keluarga atau masyarakat secara pribadi.

Dalam pandangan Islam, eksploitasi pada anak merupakan tindakan yang sangat dilarang, karena seharusnya seorang anak menjadi perhiasan bagi orang tuanya. Allah Swt. telah menjadikan perawatan dan perlindungan terhadap anak sebagai amanah yang harus dipikul oleh orang tua, sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-A’nfal ayat 27-28,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (27) وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (28)

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah Swt. dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah pahala yang amat besar.

Dewasa ini, warga +62 berlomba-lomba untuk menjadi orang terkenal. Segala macam cara dilakukan. Berawal dari unjuk kemampuannya, merekam aktivitas kesehariannya, hingga membuat konten adegan berbahaya untuk menarik perhatian netizen. Bahkan sampai ada yang mempertaruhkan nyawanya demi viral. Sebagai contoh, ada sepasang artis tanah air yang sedang pergi berlibur ke sebuah pantai, mereka membawa anaknya yang masih bayi berusia 5 bulan. Kemudian mereka mengajaknya untuk menaiki jetski dan ATV, berkeliling pantai sembari merekam video dan mempostingnya di sosial media. Miris bukan? Di mana seharusnya sebagai orang tua memberikan perlindungan kepada anak, terlebih yang masih bayi, bukan mengajaknya bermain yang akan membahayakan nyawa sang buah hati. Beruntung masih diberi keselamatan oleh sang Khaliq, jika tidak, tak dapat terbayangkan penyesalan yang akan terus menghantui sang orang tua akibat kecerobohan tersebut.

Semua itu untuk apa? hanya untuk sebuah konten dan popularitas, supaya dianggap paling hebat, pemberani, viral, dll. 

Dan masih banyak contoh lain adegan yang membahayakan demi sebuah konten, demi menarik perhatian netizen, demi viral, demi terkenal. Ya, rasa takut dengan resiko dari perbuatannya itu telah terkalahkan dengan keinganannya untuk menjadi viral. Tak jarang yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya. Padahal dalam Islam diajarkan untuk tidak melakukan perbuatan yang membahayakan.

عَنْ  أَبِـيْ  سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ


Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain”.

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan dharar dan dhirar. Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa dharar adalah kemudaratan yang terjadi tanpa niat, sedangkan dhirar adalah kemudaratan yang terjadi dengan niat (dalam keadaan mengetahui). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menafikan keduanya (baik “dharar” ataupun “dhirar”), dan dhirar lebih parah karena kemudaratan tersebut terjadi dengan niat. (Ta’liqat ‘Ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hal. 107)

Sungguh memprihatinkan melihat fakta yang terjadi di negeri ini. Umat perlu peran negara untuk melindungi hak-hak anak tersebut. Satu-satunya sistem negara yang mampu untuk menjadi pelindung dari berbagai macam kriminalitas tersebut yaitu dengan tegaknya sistem khilafah. Dengan sistem khilafah, hak-hak anak akan dilindungi dan bentuk kekerasan atau kriminalitas akan diadili seadil-adilnya menurut ketetapan syariat Islam.

Wallahualam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post