Buy Now Pay Later Menyerang Remaja, Kemudahan atau Jebakan?


Oleh : Rahmawati, S.pd

Berawal dari mudahnya mengakses pinjaman, pengguna layanan tunda bayar (paylater) mengaku “kebablasan” sampai akhirnya terjebak pada tunggakan yang menguras pendapatan hingga menggagalkan rencana menyicil rumah.
Seiring berkembang pesatnya teknologi digital, termasuk di sektor keuangan, lahirlah metode baru pembayaran yang disebut paylater atau bayar nanti. Apabila tidak berhati-hati, kemudahan transaksi menggunakan skema ini bisa menjebak konsumen pada sikap konsumtif yang berujung dengan tumpukan utang.
Bijak memilih kebutuhan dengan menyusun daftar prioritas pun bisa menjadi penyelamat dari jebakan sistem pembayaran yang satu ini. 

Berdasarkan riset KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen.
Pemahaman rendah soal risiko paylater, ditambah mitigasi risiko gagal bayar yang lemah telah memicu fitur Buy Now Pay Later (BNPL) berujung menjadi jerat utang yang melilit, kata peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), Nailul Huda.
BNPL kemudahan atau Jebakan

Menurut Indef, kasus-kasus pinjaman macet makin banyak terjadi pada pengguna berusia di bawah 19 tahun yang belum berpenghasilan. “Rata-rata kredit macetnya itu Rp2,8 juta per orang, itu adalah angka tertinggi kalau dibandingkan dengan kelompok umur lainnya,” kata Nailul. (BBC, 29/12/2022)

Gen Z, sebagai generasi yang paling adaptif terhadap teknologi, disebut Nailul cenderung memilih fasilitas kredit melalui platform online seperti paylater dibanding kredit perbankan.
Salah satu yang menarik para pengguna paylater, terutama pada aplikasi-aplikasi e-commerce, adalah promosinya yang “menggiurkan”.
Bahkan setelah menunggak banyak cicilan pun, nasabah paylater masih menerima notifikasi yang menawarkan “dana tambahan akhir tahun” serta “diskon hingga 30% untuk pembelian ponsel” jika menggunakan metode pembayaran paylater.
Persoalannya, literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68% berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan OJK. Masih banyak masyarakat yang belum bisa mengelola keuangan dan kredit, sehingga fitur-fitur seperti ini alih-alih menjadi bermanfaat justru menjadi jebakan, kata Nailul Huda.

Sejumlah layanan atau aplikasi menyediakan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Beli Sekarang Bayar Belakangan. Fitur ini sangat memudahkan sebagian orang yang ingin membeli barang sebelum mereka memiliki uang, pembayaran bisa dilakukan belakangan layaknya menggunakan kartu kredit.

Produk dari fintech ini menawarkan kemudahan mendapatkan pinjaman (berutang) untuk membeli barang idaman secara cepat dan instan. Namun, di balik kemudahan tersebut, belum adanya regulasi yang mengikat dari pemerintah dapat memunculkan dampak negatif yang menghantui dan bersifat jangka panjang.

Di sisi lain, Gen Z saat ini sebagian besarnya masih didominasi usia sekolah, dengan kata lain belum berpenghasilan. Berdasarkan survei nasional oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia 2022 mencapai 49,68%. Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang masih rendah terhadap penggunaan produk keuangan dan pengelolaan keuangannya.

Oleh karena itu penggunaan berlebih BNPL dan kurangnya finansial literacy dapat menyebabkan pengguna masuk ke dalam lingkaran utang atau jebakan finansial (financial trap). Lalu bagaimana membayarnya jika mereka yang terjebak adalah seorang yang belum berpenghasilan tetap? Hal tersebut tentu memungkinkan munculnya berbagai faktor risiko besar lainnya.

Konsumerisme dan hedonisme yang melanda generasi muda telah dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses untuk pinjam uang, membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat.
Apalagi Negara memfasilitasi jeratan haram dengan berbagai dalih, seperti terdaftar di OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dan lainnya, sehingga dianggap sebagai hal biasa bahkan sangat memudahkan. Padahal nyatanya jeratan menggurita membahayakan masa depannya

Pandangan Hukum PayLater Dalam Islam
Pembayaran dengan cara kredit / angsuran / cicilan juga harus diwaspadai dan diteliti syarat dan ketentuannya. Hal itu agar kita tidak terjerumus kepada riba. Dalam Islam, membeli barang dengan pembayaran dengan cara dicicil / diangsur hukumnya mubah. Pada umumnya, di dalam pembayaran secara kredit / dicicil / diangsur, harga barang akan dinaikkan menjadi beberapa persen. Misal, harga normalnya Rp 100.000, jika lewat pembayaran kredit, harganya naik menjadi 120.000. Selama kenaikan harga itu dianggap wajar, sudah dijelaskan di awal transaksi bahwa harganya menjadi sekian, dan tidak mengalami penambahan/pengurangan harga ketika dicicil di kemudian hari, maka hukumnya tetap mubah alias boleh.

Namun, fakta kredit di bank atau pun di paylater (dalam e-commerce) tidak sesederhana itu. Di sana ada syarat ketentuannya, termasuk di dalamnya ada bunga sekian persen untuk pembayaran di bulan berikutnya. Adanya bunga membuat metode pembayaran paylater hukumnya haram karena itu riba. Tidak cukup di situ saja, keharaman paylater berikutnya karena adanya denda jika telat membayar. Mungkin ada e-commerce yang benar-benar menyediakan paylater dengan bunga 0%. 

Namun, biasanya e-commerce mempunyai aturan yaitu jika telat bayar cicilan, e-commerce akan memberikan denda berupa tambahan biaya. Denda itu juga termasuk riba.
Sekalipun ada yang menggunakan paylater dan berusaha untuk selalu bayar cicilan tepat waktu sehingga tidak kena denda, tetap saja itu haram. Mengapa? Dalam Islam, hukum suatu muamalah ditentukan oleh aqad di awal. Karena aturan di awal sudah ditetapkan bahwa jika telat bayar akan dapat denda. Sekalipun tidak pernah mendapat denda, tetap saja itu hukumnya haram.

Keberadaan PayLater memang menjadi tuntutan kebutuhan zaman di era yang serba cepat seperti sekarang ini. Tetapi karena adanya unsur keharaman di dalam PayLater yang disebabkan karena utang antara konsumen dan provider, akan lebih baik jika penggunaan aplikasi ini ditimbang kembali.

Dengan sistem hidup sesuai dengan Islam, pemuda akan terhindarkan jebakan yanag membahayakan ini Pemuda terjamin hidupnya juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi insan mulia. Wallahu’alam []

Post a Comment

Previous Post Next Post