(Pelajar SMA)
Indonesia sempat dikagetkan dengan banyaknya kasus penipuan berkedok pinjaman online (pinjol) yang terjadi pada mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi. Pengamat Keuangan Piter Abdullah menilai ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjerat pinjol untuk penjualan yang ternyata bodong karena minim pengetahuan seputar dunia bisnis.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang terjerat pinjol didatangi penagih utang ke rumahnya. Hutang mereka berkisar 3 sampai 13 juta rupiah. Para mahasiswa diduga terpengaruh oleh kakak tingkatnya untuk masuk ke grup WhatsApp usaha penjualan online.
Studi terbaru dari Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk "Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi" yang dilakukan terhadap 1.700 responden, terdapat 15 modus penipuan digital, beberapa di antaranya berkedok hadiah (91,2 persen), pinjol ilegal (74,8 persen), pengiriman tautan yang berisi malware/virus (65,2 persen) hingga penipuan berkedok krisis keluarga (59,8 persen).
Maraknya berbagai penipuan online untuk investasi yang menimpa mahasiswa bukan hanya sekedar menggambarkan sifat tamak yang tidak mengukur kemampuan keuangan pribadi dan kurangnya literasi, namun lebih dari itu, peristiwa ini menggambarkan betapa para mahasiswa terjerat ‘pragmatis akut’, sehingga tidak dapat berpikir jernih dan kritis.
Fenomena ini menggambarkan orientasi materi telah menjebak mahasiswa sehingga tidak berpikir logis dan kritis. Materi seolah menjadi tujuan yang dikejar sebagai standar kesuksesan dan kebahagiaan. Mereka lalai dari tujuannya menuntut ilmu dan mempersiapkan diri menjadi pemimpin bagi masyarakat di negeri yang sedang carut marut dengan banyaknya permasalahan yang belum terselelesaikan. Mirisnya lagi, hal tersebut terjadi di perguruan tinggi favorit yang masuk TOP 450 di dunia.
Inilah buah sistem pendidikan kapitalistik di perguruan tinggi, mencetak mahasiswa yang berorientasi materi, sejalan dengan semangat entrepeneur university, dan terlalaikan dari tujuan utamanya.
Sungguh berbeda dengan sistem islam, yang menjadikan Perguruan Tinggi sebagai tempat menyiapkan calon pemimpin umat.
Sejarah mencatat Universitas pertama di dunia lahir dari rahim peradaban Islam. negara pada saat itu fokus pada tujuan pendidikan, sehingga lahir para ilmuan seperti Ibnu sina, al-Khawarizmi, al-Jazary, al-Farabi dll.
Hal ini mampu dibentuk jika negara mengambil peran dengan menyiapkan fasilitas pendidikan yang mendukung, biaya pendidikan murah, bahkan gratis, hingga menjamin para mahaiswa tidak harus pontang panting untuk memenuhi kebutuhan perut mereka, serta menanamkan pola hidup qana’ah, bukan gaya hidup hedonis, sehingga orientasi mereka tidak teralihkan.
Post a Comment