Tragedi Gempa Cianjur, Kepentingan Di Atas Penderitaan


Oleh: Cia Ummu Shalihah
 (Pemerhati Sosial)

Bencana gempa bumi terjadi Senin (21/11) pukul 13.21 WIB dengan pusat gempa berada di 10 km barat daya Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur di beberapa daerah terdampak. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat sebanyak 318 jiwa meninggal dunia hingga hari keenam gempa. 

Hingga saat ini, korban yang dinyatakan hilang sebanyak 14 orang. Sementara korban yang mengalami luka sebanyak 7.729 orang yang terdiri atas 595 mengalami luka berat dan 7.134 mengalami luka ringan. Sementara korban luka berat yang dirawat di rumah sakit sebanyak 108 orang. 

Untuk penyintas gempa yang masih mengungsi sebanyak 73.693 jiwa. Sementara kerugian materiil akibat gempa yakni 58.049 rumah rusak. Kemudian 25.186 rumah mengalami rusak berat, rusak sedang 12.496, dan rumah yang mengalami rusak ringan 20.367 rumah. 

Infrastruktur yang rusak di antaranya 368 sekolah, 144 tempat ibadah, 14 fasilitas kesehatan, dan 16 gedung atau perkantoran. Sebanyak 16 kecamatan dan 146 desa terdampak gempa bumi tersebut (Sultra antaranews.com.26/11/2022). 

Kapitalisme Akar Masalah 

Sungguh sangat di sayangkan, ditengah berdukanya korban gempa Cianjur, pemerintah malah mengadakan pertemuan relawan. Padahal masyarakat korban bencana gempa Cianjur hingga saat ini masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Mereka malah mengadakan pertemuan besar yang tentunya acara tersebut menghabiskan biaya yang sangat besar pula. 

Dalam sistem kapitalisme penguasa lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan urusan rakyatnya. Penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya. Ini membuktikan bahwa politik khas kapitalisme menghalalkan segala cara demi meraih tujuan politik. 

Persaingan politik kekuasaan telah membutakan para politikus di negeri ini. Hingga penggalangan dukungan suarapun tak luput di cari ditengah derita rakyat. 

Sekularisme dan kapitalisme sebagai akar masalah juga terlihat dari visi negara yang nihil dari aspek ri’ayah (pengurusan) umat. Tata kelola pemerintahan yang baik menurut pandangan sekularisme berwujud keberadaan negara sebagai regulator bagi kepentingan korporasi. Fungsi yang tidak sehat menjadi tuntutan negara demokrasi dengan konsep good governance-nya. Oleh karenanya, tidaklah heran apabila kebijakan negara tidak lagi tulus untuk kemaslahatan masyarakat. 

Islam Solusi Dari Segala Masalah 

Negeri ini butuh kepemimpinan politik yang berkarakter pelindung dan pelayan masyarakat berikut sistem politik yang selaras dengannya, yakni Khilafah. “Sebagaimana sabda Nabi Saw. dalam riwayat Bukhari bahwa imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus. 

Khilafah akan menempuh kebijakan di hulu maupun di hilir. “Kebijakan di hulu, antara lain menyiapkan sumber daya manusia yang handal lagi terlatih dan dilengkapi dengan alat-alat yang canggih dalam penanganan korban bencana. 

Sungguh, sikap Umar bin Khaththab sebagai contoh ketika terjadi paceklik di Madinah, Umar menahan dirinya untuk tidak makan enak karena begitu prihatinnya dengan nasib rakyatnya. Begitu mulianya sikap sahabat Rasul Saw yang satu ini. Dan beginilah sosok pemimpin rakyat yang didambakan. Perasaan, pemikiran dan aturan yang diberlakukan selalu terpaut kepada dan untuk kesejahteraan rakyat. Maka jika kepemimpinan khilafah tegak, rakyat tidak akan menunggu bantuan untuk datang, tapi para pemimpin akan serta merta menolong dengan segera dan secepatnya karena nyawa seseorang lebih berharga dari apapun. 

Untuk itu, dari peristiwa yang berulang ini, seyogianya pemegang kebijakan bisa belajar. Rasulullah saw. telah menegaskan, “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya” (HR Bukhari). 

Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post