by: Fanissa, M.Pd
Setiap tahunnya angka orang terinveksi HIV terus meningkat. Data Epidemiologi badan organisasi PBB yang menangani HIV, UNAIDS, menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Dari Jumlah tersebut kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan (SINDO.news). Pada kelompok perempuan dan anak seringkali penularan didapat dari perilaku pasif yaitu tertular dari pasangan atau diturunkan dari orang tua pengidap HIV/AIDS. Sementara itu yang paling dominan HIV/AIDS secara umum disebabkan oleh gaya hidup seks bebas termasuk homoseks, diikuti dengan penularan melalui jarum suntik bagi pengguna narotika. Seperti yang ditemukan di Kota Lhokseumawe, Aceh, bahwa 88 warganya positif HIV/AIDS yang penularannya sebagian besar disebabkan perilaku seks bebas salah satunya homo seks (Republika.co.id). Belakangan UNAIDS dan mitra global menekankan bahwa penanganan HIV/AIDS pada kelompok perempuan dan anak adalah kunci untuk menyelesaikan penularannya. Oleh karena itu, Aliansi Global Baru untuk akhiri AIDS pada anak serta kegiatan amal yang akan diresmikan tepat pada Hari AIDS Sedunia telah direncanakan pada 1 Desember 2022 (SINDO.news).
Kehidupan Sosial yang Rusak
Tidak dapat dipungkiri bahwa penyakit menular HIV/AIDS ini erat kaitannya dengan masalah dalam kehidupan sosial masyarakat. Pergaulan bebas yang mengantarkan pada seks bebas, begant-ganti pasangan, dan konsumsi obat-obatan terlarang terbukti menjadi penyebab utama yang mengundang hadirnya virus HIV. Ditambah dengan fenomena penyimpangan perilaku seksual yang belakangan terus meningkat dan dipromosikan dalam kehidupan sekuler saat ini. Penelitian di AS menunjukkan bahwa kelompok homoseks lebih beresiko tinggi terjangkit HIV ketimbang heteroseks yaitu resiko tertular 1:6 pasangan homoseks dibandingakan dengan 1:473 pasangan heteroseks (Republika.co.id). Tentu itu adalah perbandingan yang cukup jauh. Sebagai contoh 663 kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya. Berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan Kota Surabaya, perilaku homoseksual menjadi salah satu penyebab tertinggi yaitu 44,04 % (Jawapos.com). Sayangnya perilaku penyimpangan ini kian hari kian mendapat ruang di ranah publik. Bukan hanya semakin besarnya komunitas dari kelompok tersebut namun juga ada dukungan dari berbagai pihak yang mengatasnamakan HAM.
Penanganan Tidak Menyentuh Akar Masalah
Peningkatan angka orang dengan HIV/AIDS tidak hanya menjadi PR besar bagi lembaga kesehatan nasional tetapi juga dunia. UNAIDS menekankan penggunaan terapi ARV sebagai solusi untuk memberantas penularan HIV, khususnya pada perempuan dan anak-anak. Meskipun begitu pengobatan ini hanya dapat mencegah penuluran dan mengurangi sakit ODHA tidak sampai menyembuhkan. Sayangnya, ARV ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Negara berkembang seperti Indonesia, faktanya masih terkendala biaya untuk memberikan akses pelayanan kesehatan ini kepada setiap ODHA secara cuma-cuma. Sementara dari segi pencegahan, penggunaan alat kontrasepsi kondom dianggap menjadi solusi untuk menekan angka pertumbuhan HIV/AIDS. Namun, meski banyak program telah dilakukan hasilnya angka ODHA terus meningkat setiap tahunnya.
Jika ditelisik lebih dalam, maka didapati bahwa solusi yang selama ini ada sekalipun di ranah global hanya bersifat kuratif tetapi tidak menyentuh pada akar masalahnya. Jelas diakui secara medis bahwa penyebab utama yang mendominasi dari munculnya virus HIV/AIDS adalah dari perilaku seksual yang tidak semestinya, berganti-ganti pasangan ataupun penyimpangan seksual sesama jenis. Maka seharusnya hal itulah yang menjadi fokus dunia untuk diselesaikan. Akan tetapi hal tersebut memang tidak mudah untuk dilakukan di tengah kehidupan sekuler saat ini yang alamiahnya mengagungkan kebebasan berprilaku manusia apalagi dari kunkungan norma agama. Manusia terus didorong untuk mengikuti kehendaknya sebagai bagian dari pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia tidak peduli sekalipun menyalahi aturan agama dan fitrah manusia.
Dunia Butuh Kehidupan Sosial yang Sehat
Selama ini masyarakat
kita dibangun di tengah kehidupan sosial yang membolehkan kebebasan berprilaku. Aturan agama tidak lagi menjadi dasar dalam membuat aturan hidup di ranah sosial misalnya pergaulan laki-laki dan perempuan. Walhasil tidak ada batasan yang jelas dalam menentukan standar baik dan buruk setiap perilaku manusia, karena setiap orang merasa memiliki hak untuk bebas mengikuti kehendaknya. Perselisihan dan masalah sosial akhirnya muncul dimana-mana. Padahal peran agama adalah untuk mengarahkan perilaku manusia menjadi manusia yang berakhlak dan bertanggung jawab. Adapun Islam hadir tidak hanya sebagai agama yang mengatur ibadah ritual saja tapi juga memiliki aturan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat.
Dalam kasus penganan HIV/AIDS, solusi aturan Islam langsung menargetkan pada akar masalah yaitu pengaturan pergaulan laki-laki dan perempuan. Di dalam Islam jelas dengan tegas melarang perzinahan, hubungan laki-laki dan perempuan di luar pernikahan bahkan jauh sebelum mengarah pada hubungan badan. Selain itu akan ada sanksi tegas bagi yang melanggar semisal rajam dan cambuk. Tujuannya selain memberikan efek jera juga sebagai langkah preventif terjadi hal serupa sehingga masyarakat terlindungi dari perilaku yang menyimpang dan akibat buruknya seperti kemunculan Virus berbahaya HIV/AIDS. Sementara untuk ODHA, Islam tidak mengenal diskriminasi pada mereka. Sebaliknya mereka akan dipastikan mendapatkan pengobatan yang tepat oleh Negara. Negara juga akan bertanggung jawab untuk memberikan penguatan secara mental dan spiritual agar mereka bisa tetap menata hidupnya dengan baik karena sebagian besar ODHA berada pada usia produktif.
Post a Comment