Rusia Larang LGBT Bagaimana Dengan Indonesia?


Oleh  : Hj. Padliyati Siregar ST

Parlemen Rusia pada Kamis (24/11/2022) menyetujui RUU yang memperluas larangan propaganda LGBT dan membatasi tampilan LGBT.
Hal ini membuat ekspresi LGBT di Rusia hampir mustahil.

Dilansir dari Reuters, undang-undang baru itu masih membutuhkan persetujuan dari majelis tinggi parlemen dan Presiden Vladimir Putin.

UU akan mengatur setiap tindakan atau informasi yang dianggap sebagai upaya untuk mempromosikan homoseksualitas, baik di depan umum, online, atau dalam film, buku, atau iklan, dapat dikenakan denda yang berat.

Sebelumnya, undang-undang tersebut hanya melarang promosi gaya hidup LGBT yang ditujukan untuk anak-anak.
RUU baru juga melarang menampilkan perilaku LGBT kepada anak-anak.

Anggota parlemen mengatakan mereka membela nilai-nilai tradisional Rusia, melawan Barat liberal yang mereka katakan bertekad untuk menghancurkannya.
Ini jadi sebuah argumen yang juga semakin sering digunakan oleh para pejabat sebagai salah satu pembenaran untuk kampanye militer Rusia di Ukraina.

Pihak berwenang telah menggunakan undang-undang yang ada untuk menghentikan pawai kebanggaan gay dan menahan aktivis hak-hak gay.
Kelompok hak asasi mengatakan undang-undang baru itu dimaksudkan untuk mendorong apa yang disebut gaya hidup LGBT non-tradisional yang dipraktikkan oleh lesbian, pria gay, biseksual, dan transgender dari kehidupan publik sama sekali.

Seolah perbincangan tak pernah habis terkait  berita tentang LGBT dengan semua problemnya.Di dunia internasional yang mengadopsi liberalisme hingga mendewakan kebebasan dalam konsep hak asasi manusia, LGBT memang mendapat dukungan kuat. Termasuk di Indonesia.

Sudah seharusnya menjadi renungan bagi Indonesia dengan mayoritas muslim untuk mengikuti langkah yang di lakukan  oleh Rusia.
 
Saaat ini pemerintah Indonesia, tak mampu mengatasi semua dampak buruk perilaku ini. Tak mampu mengerem, apalagi menghentikan korban-korban berjatuhan. Bahkan LGBT telah berkembang menjadi gaya hidup.
 
Pesta gay sering digerebek, namun para pelakunya dilepas kembali karena tak ada pasal pidana yang bisa menjerat mereka. Upaya menjerat mereka dengan hukum legal kandas di tangan MK yang menolak pemidanaan pelaku LGBT.

Menurut kaum liberal, menjadi lesbian, gay, biseks maupun transgender adalah sebuah pilihan sebagai bagian dari hak asasi. Kalau pun kemudian muncul masalah, maka itu dianggap karena kurangnya pengaturan baik dari masyarakat maupun negara, bukan karena salahnya pilihan mereka.
 
Ini jelas pandangan yang salah. LGBT bukan pilihan bagi orang normal, tapi pilihan bagi orang abnormal. LGBT adalah sebuah penyimpangan dari fitrah manusia,di harapkan oleh syariah. 


Sistem Sekuler Adalah Biangnya

Penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai asas kehidupan dan kebebasan berperilaku di atas segalanya, adalah biang muncul dan maraknya perilaku LGBT ini. Atas nama hak asasi manusia (HAM), para pelakunya bebas melakukan apa pun.
 
Nilai kebebasan yang mereka anut juga telah mematikan akal dan naluri mereka, sementara orang orang yang ada di sekitar pelaku cenderung membiarkan perilaku ini karena merasa enggan menasihati, toh itu bukan urusan mereka. Pemahaman seperti inilah yang akhirnya menyebabkan hilangnya habits amar makruf nahi munkar yang seharusnya ada di tengah-tengah kaum muslimin
 
Belum lagi dengan makin jauhnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam yang sahih (benar), yang seharusnya memahami Islam bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi juga ideologi yang menjadi problem solver berbagai permasalahan umat. Umat kadung memahami bahwa cukup menerapkan Islam sebatas ibadah mahdhah, semisal salat, puasa, zakat, dan lainnya.
 
Tidak heran jika perilaku menyimpang LGBT tidak dianggap sebagai sebuah masalah selama pelakunya masih menjalankan ibadah mahdhah. Bahkan, ada sebuah pesantren waria di Yogyakarta yang mengajarkan berbagai hukum Islam seputar ibadah kepada para santri transpuan (waria)-nya, sementara membiarkan mereka dalam kesesatannya. 

Digambarkan di pesantren tersebut, para santri waria bebas mau salat dengan memakai mukena atau memakai sarung, sesuai kecenderungannya masing-masing, bukan sesuai kondisi fisik dan biologis mereka. 
 
Demikianlah ketika Islam tidak menjadi standar perilaku, akhirnya hawa nafsu menjadi penentu. Gerakan LGBT terus berkembang secara sistematis, memiliki wadah, dan melakukan propaganda secara terstruktur dan masif, bahkan gerakan ini mendapat dukungan berbagai lembaga dunia dan tokoh-tokoh liberal.

Problem LGBT adalah problem sistemis, menyangkut banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, butuh solusi sistemis. Di sinilah, peran negara menjadi sangat penting. Negara harus mengganti sistem ideologi Kapitalisme yang diadopsinya saat ini.
 
Sebab, LGBT adalah buah liberalisme yang dihasilkan oleh ideologi Kapitalisme. Selama ideologi Kapitalisme masih dipakai dalam sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara, mustahil problem LGBT ini bisa selesai dan tak muncul kembali.


Syariat Islam, Solusi Tuntas LGBT

Problem LGBT adalah problem sistemis, menyangkut banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, butuh solusi sistemis. Di sinilah, peran negara menjadi sangat penting.
Negara harus menjauhi ideologi kapitalisme. 

Sebab, LGBT adalah buah liberalisme yang dihasilkan oleh ideologi kapitalisme. Selama ideologi kapitalisme masih memengaruhi sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara, mustahil problem LGBT ini bisa selesai dan tak muncul kembali.

Sebagai gantinya, negara seharusnya mengadopsi sistem ideologi Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara sempurna, syariat yang berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia. Selanjutnya negara akan melakukan beberapa langkah sebagai berikut :

Pertama, negara menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. Negara juga menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam dengan melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan, baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana.

 Dengan begitu, rakyat akan memiliki kendali internal yang menghalanginya dari perilaku LGBT.
Rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran dan budaya yang merusak. Rakyat tidak didominasi oleh sikap hedonis serta mengutamakan kepuasan hawa nafsu.

Kedua, negara akan menyetop penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan sesama jenis maupun berbeda jenis. Negara akan menyensor semua media yang mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya rusak semisal LGBT.

Masyarakat akan diajarkan bagaimana menyalurkan gharizah nau’ dengan benar, yaitu dengan pernikahan syar’i. Negara pun akan memudahkan dan memfasilitasi siapapun yang ingin menikah dengan pernikahan syar’i.

Ketiga, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat, sehingga tak akan ada pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi (karena miskin, lapar, kekurangan dll) untuk melegalkan perilaku menyimpangnya.

Keempat, jika masih ada yang melakukan, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu. Hal itu untuk memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. 

Di dalam Kitabnya Fiqh Sunnah jilid 9, Sayyid Sabiq menyatakan bahwa para Ulama fiqh telah sepakat atas keharaman homoseksual dan penghukuman terhadap pelakunya dengan hukuman berat. Hanya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang ditetapkan.

Dalam hal ini dijumpai tiga pendapat. 1. Pelakunya harus dibunuh secara mutlak. 2. Pelaku dikenai had zina. 3. Pelaku diberikan sanksi berat lainnya. Pendapat yang pertama, berdasarkan pada pendapat para shahabat Rasulullah Saw, Nashir, Qashim bin Ibrahim dan Imam Syafi’i (dalam satu pendapat). 

Pelaku harus dibunuh berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, Rasulullah Saw bersabda,

وَمَنْ رَضِيَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barang siapa kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth alaihis salam (yakni melakukan homoseksual), bunuhlah pelaku dan objeknya.” (HR. Tirmidzi no. 1456, Abu Dawud no. 4462, dan selainnya)

Liwath atau sodomi, yaitu senggama melalui dubur atau anus. Para shahabat Rasulullah Saw berbeda pendapat tentang cara membunuh pelakunya. Menurut Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, pelakunya harus dibunuh dengan pedang. 

Setelah itu dibakar dengan api, mengingat besarnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhuma berpendapat bahwa pelakunya dijatuhi benda benda keras sampai mati. Ibnu Abbas berpendapat bahwa pelakunya dijatuhkan dari atas bangunan paling tinggi.

Dengan hukuman (sanksi) yang demikian berat kepada para pelaku liwath, maka akan membuat siapapun berpikir berkali kali untuk melakukan hal tersebut.

Di samping negara yang berperan besar dalam pemberantasan LGBT, Islam juga menetapkan tugas kepada kaum muslimin secara umum untuk menjalankan syariat Islam di keluarganya masing-masing. Para orang tua harus terus berusaha membentengi anak anak mereka dari perilaku LGBT dengan penanaman akidah dan pembelajaran syariat Islam di keluarga.

Islam juga memerintahkan kepada masyarakat untuk berkontribusi dalam pemberantasan LGBT ini dengan cara ikut terlibat secara aktif dalam dakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar ke masyarakat yang ada di sekitarnya agar taat kepada perintah juga larangan Allah dan Rasul-Nya.

Ketika ada kemunkaran (pelanggaran hukum syariat) oleh para pelaku LGBT ini, maka semua anggota masyarakat harus berusaha mencegah, mengingatkan, menegurnya bahkan ikut memberi sanksi sosial, tidak mendiamkannya.

Negara yang sanggup melakukan semua tugas dan tanggungjawab tersebut tak lain adalah negara Islam . LGBT akan bisa dicegah dan dihentikan hanya oleh Khilafah.

Di dalam naungan sistim Islam, umat akan dibangun ketakwaannya, diawasi perilakunya oleh masyarakat agar tetap terjaga, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggarnya sesuai syariah Islam. Maka, Islam akan mewujud sebagaimana yang telah Allah tetapkan yaitu sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu ‘alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post