Rencana Revisi UU IKN Memuluskan Kepentingan Investor ?


By : Nurbayah Ummu Tsabitah, AMd
Pemerhati sosial dan Generasi

Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik, masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023
Alasan ”Pemerintah mengusulkan tambahan dua RUU masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023, karena adanya dinamika perkembangan dan arahan Presiden. Yaitu rencana perubahan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik,” kata Yasonna seperti dilansir dari Antara dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/11).

Dilangsir dari Kompas.com menurut Yasonna, materi revisi banyak mengatur tentang penguatan Otorita IKN. Berbagai ketentuan yang hendak ditambah adalah pengaturan kewenangan khusus pendanaan pengelolaan barang milik negara, pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan. Kemudian, pembiayaan, kemudahan berusaha fasilitas penanaman modal, dan ketentuan hak atas tanah yang progresif.

Jika melihat umur UU IKN yang masih sangat muda karena belum genap 1 tahun  dan bahkan isi UU saja belum seluruhnya terlaksana apalagi menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan.

Maka hal itu akan menimbulkan pertanyataan, sepenting apa revisi UU tersebut dan apakah sangat berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat indonesia ? Terlebih lagi kondisi masyarakat yang masih baru bangkit dari keterpurukan akibat pandemi,

Tetapi hal tersebut terjawab dari pernyataan Menteri Perancenaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengakui, permintaan investor merupakan salah satu alasan pemerintah mengajukan revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke DPR. 

Suharso mengatakan, sejumlah investor meminta kepastian bahwa mereka bisa membeli lahan di IKN, bukan sekadar mendapatkan hak menggunakan lahan selama 90 atau 180 tahun. "Para investor menginginkan untuk bisa bukan hanya mendapatkan hak selama 90 tahun atau bisa dua kali lipat 180 tahun, tapi bagaimana orang bisa beli enggak tanah di sana, itu kita sedang masukkan aturan itu," kata Suharso di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (1/12/2022).Kompas.com  

Dari pernyataan tersebut kita dapat menyimpilkan bahwa Revisi UU IKN adalah bentuk keseriusan pemerintah membangun IKN baru dengan memudahkan kepentingan swasta/asing berinvestasi. Dan semakin menguatkan bahwa UU dalam sistem demokrasi sekuler buatan manusia pesanan para kapital.
Sesungguhnya pangkal dari perubahan dan revisi UU yang ada adalah diterapkannya sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sekularisme meniscayakan penolakan terhadap campur tangan Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan. Karena itu dalam sistem sekular, hukum-hukum Allah SWT senantiasa dipinggirkan. Bahkan dicampakkan.

Pilar utama sekularisme adalah demokrasi. Demokrasi meniscayakan hak membuat hukum ada di tangan manusia. Itulah yang disebut kedaulatan rakyat. Karena itu secara teoretis, dalam demokrasi, rakyatlah pemilik kedaulatan. Rakyatlah yang menentukan hitam-putih, benar-salah, baik-buruk dan halal-haram.

Namun, secara faktual tidaklah demikian. Demokrasi nyaris selalu didominasi oleh kekuatan para pemilik modal. Mereka inilah yang selalu sukses ‘mencuri’ kedaulatan rakyat. Dengan demikian rakyat sendiri sesungguhnya tidak memiliki kedaulatan. Akhirnya, kedaulatan rakyat hanya jargon kosong belaka. Pasalnya, yang berdaulat pada akhirnya selalu para pemilik modal.

Dengan kedaulatan rakyat sebagai inti, demokrasi mengklaim bahwa segala keputusan hukum selalu didasarkan pada prinsip suara mayoritas rakyat. Namun, dalam praktiknya, karena pada faktanya Parlemen/DPR sering dikuasai oleh segelintir elit politik, yang didukung oleh para pemilik modal, suara mayoritas yang dihasilkan hanyalah mencerminkan suara mereka yang sesungguhnya minoritas. Tidak mencerminkan suara mayoritas rakyat. Artinya, di sini yang terjadi sebetulnya adalah tirani minoritas.

Karena itu wajar jika kemudian banyak UU, keputusan hukum atau peraturan yang lahir dari Parlemen/DPR lebih mewakili kepentingan mereka yang sesungguhnya minoritas itu. Tidak mewakili kepentingan mayoritas rakyat. Contoh dengan lahirnya UU Migas, UU Minerba, UU SDA, UU Penanaman Modal, termasuk Omnibus Law/UU Cilaka dll jelas lebih berpihak kepada para pemilik modal bahkan pihak asing dan merugikan mayoritas rakyat. 

Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah perselisihan itu kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir. Yang demikian adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya (TQS an-Nisa’ [4]: 59). 

Syariah Membawa Berkah

Jelas, mengembalikan semua urusan dan persoalan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah kewajiban kaum Mukmin. Artinya, al-Quran dan as-Sunnah wajib dijadikan rujukan kehidupan. Konsekuensinya, semua urusan kehidupan wajib diatur dengan syariah Islam. Apalagi urusan perundang-undangan yang mengatur kehidupan banyak orang. Wajib menggunakan syariah Islam. Ini adalah bukti keimanan setiap Muslim.
Lagi pula, tidak ada yang lebih baik dari syariah Islam. Sebabnya, syariah Islam berasal dari Allah SWT, Pencipta manusia. Pencipta pasti lebih hebat daripada yang dicipta. Pencipta pasti lebih tahu daripada yang dicipta. Apalagi sebagai Pencipta, Allah SWT tidak punya kepentingan apapun dengan syariah-Nya selain demi kemaslahatan manusia. Ini adalah bentuk kasih-sayang-Nya kepada manusia. Sebaliknya, hukum buatan manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsunya dan sarat dengan ragam kepentingan dirinya

Maha benar Allah Yang berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ 

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya selain hukum Allah SWT bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50)

Wallahu A’lam Bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post