Pencanangan Universal health Coverage (UHC)


Oleh Tiktik Maysaroh 
(Ibu rumah tangga)

Dalam rangka merealisasikan program kerja WHO, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya sepanjang satu dasawarsa terakhir dalam pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Yaitu dengan upaya pencanangan cakupan kesehatan semesta  atau Universal health Coverage (UHC). Adapun yang menjadi target dalam cakupan kesehatan semesta diantaranya, yaitu : pertama, penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial (essential health services) yang berkualitas. Kedua, pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan. Ketiga, penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan essensial pada pelayanan kesehatan primer (primary health care).

Cakupan Kesehatan Semesta juga sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mentargetkan bahwa pada tahun 2030 tidak satupun orang yang tidak menikmati hasil pembangunan berkelanjutan (no one is left behind),

UHC, tidak sebatas pada penduduk yang sudah menjadi peserta program JKN saja, tetapi yang lebih penting adanya peningkatan akses peserta terhadap pelayanan kesehatan serta mampu menjadi perlindungan finansial bagi peserta saat membutuhkan pelayanan kesehatan.

Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak fakta buruk disaat pemerintah mempromosikan bahwa JKN dan BPJS Kesehatan sebagai program pemberi manfaat besar yang harus dipertahankan. Dan demi menjaga keberlangsungan program JKN, maka iuranpun dinaikkan. Maka dari itu, pencanangan UHC, tidak lebih dari perpanjangan program JKN dan BPJS. Dimana, komersialisasi dan diskriminasi melingkupi pelayanan kesehatan. Dan mengabaikan fakta berbagai persoalan serius yang ada di depan mata. Seperti mahalnya harga pelayanan kesehatan dan beban premi wajib yang harus ditanggung publik, sulit akses terhadap pelayanan kesehatan meski sudah membayar premi wajib setiap bulan, baik karena keterbatasan fasilitas kesehatan, tenaga medis, maupun obat-obatan; dan diskriminasi pelayanan itu sendiri. Kalaupun dirasakan manfaatnya, jelas tidak dapat menegasikan fakta buruk tersebut yang bertentangan dengan aspek kemanusiaan.

Juga, tidak sekali dua kali terjadi sudah membayar premi setiap bulan namun saat sakit tetap harus membeli lagi layanan kesehatan yang dibutuhkan. Baik karena waktu tunggu yang lama, pelayanan yang dibutuhkan di luar plafon, rumah sakit tidak bisa melayani karena tunggakan BPJS hingga triliunan rupiah belum dibayar, dan alasan lain yang berpangkal dari kerusakan sistem pelayanan kesehatan neolib itu sendiri. 

Lebih dari pada itu, bila ditelaah secara mendalam, JKN-UHC adalah program yang didasarkan pada sejumlah paradigma batil yang menjadi jiwa pelayanan kesehatan era JKN. Utamanya tentang pelayanan kesehatan adalah jasa yang harus dikomersialkan dan tentang fungsi negara adalah regulator bagi kepentingan para korporasi.

Lain halnya jika dilihat dari sudut pandang Islam. Pada pelayanan kesehatan setidaknya ada tiga aspek paradigma Islam yang menonjol. Pertama, kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik, bukan jasa untuk dikomersialkan. Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.”(HR Bukhari) Kedua, kehadiran negara sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan pelayanan kesehatan publik. Gratis berkualitas terbaik. Ketiga, pembiayaan kesehatan berbasis baitul maal lagi bersifat mutlak. Salah satu sumber pemasukan baitul maal adalah sumber daya alam yang jumlahnya berlimpah di negeri ini. Seperti tambang emas, batu bara, tembaga, biji besi, baja dan Migas.

Berbagai ketentuan tersebut meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk pelaksanaan berbagai fungsi.  Model pembiayaan kesehatan seperti ini meniscayakan memadainya secara kualitas dan kuantitas rumah sakit, pendidikan calon dokter dan peningkatan kemampuan para dokter, lembaga riset, laboratorium, industri farmasi, air bersih, listrik dan apa saja yang dibutuhkan bagi tersedianya pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik kapanpun, bagi siapapun dan dimanapun tanpa diskriminasi. Penerapan ketiga aspek paradigma Islam ini berikut keseluruhan sistem kehidupan Islam, khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam meniscayakan berbagai persoalan pelayanan kesehatan hari ini dapat diatasi segera. Mulai dari ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan berkualitas terbaik berikut obat dan peralatan kedokteran terkini, hingga pelayanan kesehatan dengan derajat kemanusiaan tertinggi. 
Wallahu 'alam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post