Pemenuhan Kebutuhan Akan Pendidikan Hak Seluruh Rakyat


Oleh: Nurbayah Ummu Tsabitah, AMd
(Pemerhati Sosial dan Generasi)

Plt Bupati PPU, Hamdam menyampaikan curahan hatinya bagaimana kabupaten yang dipimpinnya tidak memiliki perguruan tinggi. Akibatnya, warga yang ingin mengenyam pendidikan tinggi harus terbang ke Pulau Jawa.  Untuk itu ia meminta Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) membangun perguruan tinggi di wilayahnya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM di kawasan IKN baru tersebut. (kompas.com)

Sesungguhnya pendidikan adalah hak setiap warga negara, termasuk penyediaan perguruan tinggi di tingkat kabupaten/kota yang sangat membutuhan SDM unggul dalam menbangun masyarakat kedepannya. Sumber daya unggul dan berkualitas tentu harus di dukung oleh penyediaan layanan pendidikan berupa infrastruktur yang memadai.

Adanya curhatan yang disampaikan oleh Bupati PPU tentu sangat memprihatinkan, di wilayah yang bersamaan juga sedang diadakan pembangunan infrastruktur IKN secara besar-besaran. Nampak sekali prioritas pembangunan yang dilaksanakan lebih kepada pembangunan IKN dari pada pembangunan kampus yang nota bene sangat diperlukan oleh generasi sebagai sarana pendidikan untuk mencetak SDM tanpa harus jauh-jauh keluar daerah tentu dengan pembiayaan yang tidak murah dan pada akhirnya hanya orang-orang berduit saja yang dapat mengenyam pendidikan tinggi yang mumpuni.

Hal yang nyata terlihat jika sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem kapitalisme. Sistem yang orientasinya adalah keuntungan. Dalam sistem kapitalis sekuler inilah kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dll tidak menjadi prioritas negara karena dianggap justru membebani keuangan negara.

Telah nyata bahwa sistem kapitalis hari ini telah gagal memenuhi sarana pendidikan yang merata sampai ke daerah dan pada akhirnya pembangunan perguruan tinggi dilakukan oleh pihak swasta yang ujung-ujungnya tidak hanya membangun tetapi juga mencari keuntungan. Komersialisasi pendidikan pun akhirnya terjadi dan lagi-lagi hanya yang bermodal saja yang dapat melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi.

Pembiayaan Pendidikan dalam Islam

Islam memandang bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara.   Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR al-Bukhari). Atas dasar itu, negara harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah.

Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa  diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.

Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan  gaji kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara di seluruh strata pendidikan.   Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan.  Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.

Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara diambil dari Baitul Mal. Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai’ dan kharaj—yang merupakan kepemilikan negara—seperti ghanîmah, khumuûs (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharîbah (pajak); (2) pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat.

Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama: untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua: untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya.

Jika harta di Baitul Mal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka Negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berhutang (qardh). Utang ini kemudian dilunasi oleh Negara dengan dana dari dharîbah (pajak) yang dipungut dari kaum Muslim. Hanya saja, penarikan pajak dilakukan secara selektif.  Artinya, tidak semua orang dibebani untuk membayar pajak.  Hanya pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja yang akan dikenain pajak.

Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup dibebaskan dari membayar pajak.  Berbeda dengan negara kapitalis, pajak dikenakan dan dipungut secara tidak selektif. Bahkan orang-orang miskin pun harus membayar berbagai macam pajak atas pembelian suatu produk atau pemanfaatan jasa-jasa tertentu. Selain itu,  pajak dalam pandangan syariah Islam adalah pemasukan yang bersifat pelengkap, bukan sebagai pemasukan utama dalam APBN.  Negara hanya akan memungut pajak jika negara berada dalam keadaan darurat, yaitu ketika harta di Baitul Mal tidak mencukupi.

Begitulah kesempurnaan islam. Konsep syariat mampu menjadi solusi dari permasalahan yang membelit negeri ini. Termasuk masalah pendidikan (pendanaan, sarana prasara, kurikulum, kualitas pendidik, kualitas lulusan dll). Karena islam datang dari Allah SWT. Zat yang menciptakan manusia, alam semesta dan seluruh isinya. Wallahu ‘alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post