Multaqa Ulama Al-qur'an Nusantara, Akan kah Menguatkan Penerapan Al-qur'an Dalam Kehidupan Secara Nyata?

Oleh : Helmi Agnya

Ajang pertemuan para ulama se nusantara yang diselenggarakan Kemenag pada tanggal 15 - 17 November dalam acara diskusi "Panel Multaqo Ulama Al-qur'an Nusantara" telah selesai.

Acara tersebut bertempat di pondok pesantren Almunawir, Krapyak Yogyakarta, dihadiri oleh 340 peserta terdiri dari para ulama, akademisi, praktisi dan peneliti Al-qur'an dalam dan luar negeri. Adapun tema yang diusung di acara ini adalah: "Pesan Wasathiyah Ulama Al-qur'an Nusantara*.

Menurut penyelenggara, multaqa ini bertujuan untuk memfasilitasi berbagai gagasan berkaitan dengan Al-qur'an. Dengan narasumber Prof DR. Said Agil Husein Al-Munawar, KH. Bahaudin Nursalim, (Gus Baha), dan Prof Dr. M. Quraysh Shihab. (IHRAM.CO.ID)

Dari hasil pertemuan akbar ulama tersebut, tercetuslah 6 butir rekomendasi yang akan diajukan kepada Kemenag, sbb : 1. Evaluasi pendidikan Al-qu'ran kemenag kepada masyarakat. 2. Menjadikan Islam wasathiyah sebagai metode berpikir di tengah-tengah masyarakat. 3. Menjadikan lembaga Al-qur'an yang berdiri di masyarakat secara berjenjang dan bersanad. 4. Mendesain kurikukum Al-qur'an agar sesuai dengan wawasan kebangsaan, keagamaan, dan isu global dalam bingkai wasathiyah. 5. Memfasilitasi proses dokumentasi/jalur sanad ulama Al-qur'an di Indonesia. 6. Menghimbau masyarakat agar menanamkan ajaran Al-qur'an secara komperhensi, mendalam dan moderat.

Nampaknya ada beberapa poin yang menyeramkan yang perlu kita kritisi. Dikatakan menyeramkan, sebab umat saat ini tengah berada dalam ancaman sistemis yang akan menggerus akidah mereka. Hal ini dirancang oleh sekumpulan kepala yang masih menyebut dirinya sebagai ulama. Khususnya poin kedua dan keempat.

Poin yang paling menjadi arus utama dalam topik bahasan temu ulama tersebut adalah ide pemikiran Islam wasathiyah. Wasathiyah dianggap penting dan harus diutamakan menjadi sebuah metode berpikir, bersikap dan beraktivitas sehingga terwujud keberagaman yang moderat, ramah dan rahmah di tengah kebinekaan.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Dirjen Pendidikan Agama Islam, Muhammad Ali Ramdhani, pada saat penutupan acara tersebut. Menurutnya 6 butir rekomendasi ini sangat penting untuk diterapkan demi kemaslahatan pendidikan Al-qur'an di Indonesia dan penerapan nilai- nilainya.

Berangkat dari keinginan untuk membenahi pembelajaran Al-qur'an dan penerapannya di tengah -tengah umat. Ulama bersama Kemenag berencana membuat desain kurikulum pendidikan Al-qur'an yang substansinya akan disesuaikan dengan wawasan kebangsaan, keberagaman agama, isu- isu global sekaligus dalam bingkai wasathiyah.

Umat berharap agar pelaksanaan Multaqa akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan umat melalui penerapan Al-qur’an sebagai sumber hukum yang diterapkan dan akan mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam

Umat juga menaruh harapan besar kepada ulama, karena ulama adalah warosatul anbiya (pewaris para nabi). Maka, semestinya ulama dan penguasa duduk bersama, membicarakan segala permasalahan negara saat ini dengan merujuk kepada Al-qur'an dan As-sunnah sebagai solusi dan pengatur bagi kehidupan umat.

Sebab, dari sisi keilmuan tentu ulama lah yang lebih mengetahui akan kaidah halal haram. Oleh karena itu, umat berharap ketika ulama dan penguasa berkumpul tentunya akan menghasilkan kesepakatan yang mampu membawa pengaruh yang lebih baik bagi kondisi negeri ini.

Namun, harapan ini sangat tipis jika mengingat saat ini justru moderasi beragama yang diaruskan oleh negara dan juga tatanan global.

Jika kaum muslim memahami makna mendalam tujuan dari Islam Wasathiyah maupun revitalisasi Al-qur'an, sebenarnya hal tersebut merupakan bagian dari arus moderasi Islam. Arus ini hanya lah alat barat untuk melemahkan Islam dan kaum muslim.

Seperti di dalam buku "Building Moderate Muslim Networks" atau (peta jalan untuk membangun jaringan moderat di dunia muslim), barat sangat apik dan cerdas dalam membungkus narasi moderasi agama ini.

Di antaranya dengan selalu mengaitkan moderasi agama dengan istilah-istilah indah seperti: perdamaian, kesetaraan, keadilan, saling tenggang rasa, HAM, Islam ramah bukan Islam marah dll. Tidak hanya itu, kaum muslim juga dipaksa harus sejalan dengan pemikiran dan ide-ide barat.

Maka dari itu dirancang lah sebuah konsep yang berasal dari otak-atik dalil yang dipaksa agar sesuai dengan kepentingan barat. Seperti konsep Islam wasathiyah, mereka mengatakan bahwa Islam wasathiyah adalah Islam moderat/pertengahan dan toleran. Maksudnya adalah dengan sikap tengah, sedang, tidak esktrem kiri ataupun ekstrem kanan.

Selain itu, narasi moderasi agama selalu dicari dalilnya, sehingga seolah-olah berasal dari Islam. Misal, mereka menjadikan ayat Al-qur'an tentang wasathiyah sebagai dalil moderasi agama.

Padahal memaknai Ummat(an) wasath(an) dengan sikap moderat jelas menyesatkan. Faktanya, moderasi agama jelas murni berasal dari paham sekularisme barat. Maka dari itu, ini sangat berbahaya. Sebab akan mengantarkan kaum muslimin tak terikat dengan syariat Islam dan kaum muslim akan mencari jalan tengah agar bisa memadukan sesuai dengan konsep barat.

Begitu pula agenda revitalisasi Al-qur'an. Agenda ini merupakan bentuk liberalisasi Islam dengan cover moderasi. Bahkan lebih jauh lagi, agenda ini merupakan bentuk taghrib (westernisasi) dan mensekulerisasi ajaran Islam.

Sebab, dalil-dalil Al-qur'an diotak-atik dan dipadukan sesuai dengan kepentingan barat. Jelas ini membahayakan bagi akidah kaum muslim. Sebab arus moderasi agama pada hakikatnya adalah upaya agar eksistensi Islam tak terlihat sebagai kekuatan praktis yang mampu memberi solusi atas problematika manusia. Hal itu merupakan hasil dari penerapan sistem sekularisme saat ini. Aturan dan nilai agama dipunggungi dengan kepentingan-kepentingan para penguasa bersama koleganya kaum kafir penjajah. Tentu hal ini tidak memberikan dampak positif bagi umat.

Jika mengharapkan Multaqa memberi dampak positif terhadap kehidupan, membangun masyarakat yang makin bertakwa dan membawa rahmat bagi sesama maka jangan menaruh harapan kepada sistem sekularisme. Karena, Islam dengan sekularisme tidak akan pernah menyatu.

Oleh karena itu, jika mengharapkan Multaqa memberikan dampak positif terhadap kehidupan maka perlu adanya sebuah sistem yang seirama dengan tujuan Multaqa. Sistem itu adalah khilafah Islamiyyah. Sebab, sistem khilafah akan menjaga kemurnian syariat Islam serta akan menerapkan syariat secara menyeluruh.

Sebab, tidak ada perintah dalam Al- qur'an kaum muslimin menjadi moderat, yang ada kaum muslim diperintahkan mengambil Islam secara menyeluruh (kaffah) seperti yang tertuang di dalam firman Allah Swt : " Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kedalam Islam secara menyeluruh (kaffah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan karna syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS, Al-Baqarah : 208).

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post