Maraknya KDRT, Akibat Penerapan Sistem Sekular Liberal


Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian hari kian marak akar masalahnya adalah akibat diterapkannya sistem sekuler liberal.

“Sesungguhnya yang menjadi akar masalah kasus KDRT karena penerapan sistem sekuler liberal yang materialistik,” ungkap Mubalighah Kota Depok, Ustadzah Uswatun Hasanah, S.P., dalam Kajian Muslimah Bulanan: Cara Islam Atasi KDRT, Ahad (27/11/2022) di Masjid Agung Al-Muhajirin Depok.

Lanjutnya, “Hal tersebut menjadikan ikatan suami istri tidak didasarkan akidah Islam, interaksi sosial menjadi rusak, pergaulan bebas, perselingkuhan. Materiaistis dan kapitalisme membuat kesenjangan ekonomi semakin lebar." 

Adapun berbagai pemicu KDRT adalah dampak dari akar masalah ini. Yaitu umat Islam hanya mengambil aturan Islam sebagian (hanya fokus dengan ibadah mahdah), agama terpisah dari negara,” tegasnya di hadapan puluhan Muslimah se Depok.

Menurutnya, memang pemerintah khususnya pemerintah Kota Depok, pada 2020 sudah membentuk satgas PKDRT sampai level RW. Konsultasi keluarga dan program bantuan perlindungan  dan pemandirian korban pun sudah dilakukan. Sebagai langkah pencegahan  dibuatlah sekolah pranikah dan sekolah ayahbunda. Dan program pemberdayaan perempuan, dengan asumsi jika perempuan berdaya. Di sini tampak jelas pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah Depok dengan menempatkan suami istri pada posisi yang sama. Ini tidak bisa menyelesaikan masalah.

Tapi yang terjadi,  ”Kasus KDRT semakin meningkat, apalagi pada masa pandemi. Sepanjang 2021 saja telah terjadi lebih dari 10.000 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan gagal menghentikan laju KDRT. Karena pemerintah sering kali dalam menyikapi suatu peristiwa  reaksional dan parsial.

Jadi pemerintah baru membuat peraturan ketika  ada suatu kejadian dan hanya berlaku untuk kejadian itu  saja dan tidak menyeluruh. Dan peratuan yang dibuat bernapaskan ide kebebasan Barat yang bertentangan dengan Islam,” paparnya.

Padahal dalam Islam, Menurutnya, “Landasan umat  Islam menikah adalah ibadah. Jika ada konflik dikembalikan ke hukum syara. Dan pernikahan merupakan perjanjian yang agung (mitsaqan ghalidza), bukan perjanjian yang bisa dimain-mainkan.

Tujuan pernikahan juga jelas, mewujudkan sakinah mawaddah wa rahmah. Dan akan terwujud jika suami istri paham akan tugas masing-masing. Suami  sebagai  qawwam, menafkahi anak istri. Tugas istri  taat kepada suami, menjaga diri saat ditinggal pergi. Penetapan tersebut  sesuai dengan fitrah yang berasal dari Allah,” pungkasnya.[]Yuyu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post