Oleh: Sandhi Indrati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Guru merupakan sosok yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam pengembangan sumber daya manusia. Oleh karenanya sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka, setiap 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional yang bermula dari ditetapkannya Keputusan Presiden/ Keppres Nomor 78 Tahun 1994 di masa Presiden ke-2 Indonesia.
Namun, alih-alih memberi penghargaan berupa hari khusus, kenyataan yang dialami guru di negeri ini sangat jauh dari kata dihargai. Di kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagaimana yang diberitakan Kompas.com, 22 September 2022, seorang guru honorer bernama Anita terpaksa menyambi menjadi tukang ojek untuk menyambung hidupnya. Setelah melewati masa pengabdian hingga belasan tahun, kini ia menerima gaji Rp 2 juta dalam setahun.
Begitu juga seorang guru sosiologi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Theresia Afrinsia Darna yang berusia 53 tahun Telang mendapatkan pukulan dan tendangan yang dilakukan oleh muridnya, yang mengakibatkan dirinya mengalami luka di bagian hidung. Kejadian tersebut bermula saat Theresia menegur pelaku yang ramai saat pelajaran berlangsung. Tak hanya itu, Tribunnews.com pada 2 Februari 2018 melaporkan, jenazah Ahmad Budi Cahyono, gitu SMAN 1 Torjun (SMATor), Kabupaten Sampang yang meninggal usai dipukul siswa, akhirnya dikebumikan Jumat (2/2/2018).
Sungguh ungkapan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa kiranya seperti pembuktian ucapan adalah doa. Profesi mulia yang telah berhasil mencetak beragam macam profesi lainnya, justru seakan tak bernilai di negeri yang nyatanya berpenduduk mayoritas Muslim. Masih banyak ditemui guru dengan penghasilan yang memprihatinkan bahkan terkadang besaran gaji mereka lebih rendah dari UMR, sehingga memaksa mereka harus bekerja lagi di luar waktu mengajar di sekolah demi mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Sudahlah tidak mendapatkan penghasilan yang layak, kenyataan pahit masih dirasakan oleh beberapa guru yang harus berurusan dengan hukum karena pelaporan dari pihak orang tua bahkan ada yang sampai meninggal akibat dipukul oleh siswanya sendiri.
Peringatan Hari Guru Nasional serasa hanya seremoni rutin setiap tahunnya, karena terbukti tidak memberikan manfaat yang berarti bagi kehidupan sang pendidik, baik peningkatan kesejahteraan maupun penghormatan sikap dari anak didik mereka.
Padahal, sejarah telah mencatat betapa mulianya kedudukan guru di masa kejayaan Islam. Penghargaan terhadap profesi guru salah satunya ditunjukkan dengan perolehan penghasilan yang sangat layak. Ketika khalifah Umar bin Khattab menjadi pemimpin, beliau memberikan gaji kepada masing- masing guru sebesar 15 Dinar (1 Dinar setara dengan 4, 25 gram emas ), yang kalau kita kalkulasikan saat ini sekitar Rp 36. 000. 000. Besaran penghasilan tersebut diberikan kepada setiap orang yang berprofesi sebagai guru tanpa memandang status kepegawaian mereka, apakah guru PNS atau honorer, apakah guru tetap atau kontrak.
Islam memberikan tuntunan lengkap dalam menghormati guru. Telah banyak kitab yang ditulis oleh ulama khusus membahas tentang adab terhadap guru. Raghib As- Sirjanj dalam kitab "Madza Qaddama al - Muslimuna li al- 'Alam (2009: 1/244), telah menyebutkan beberapa contoh penghormatan terhadap guru. Imam Az- Zarnuji, dalam bukunya "Ta'limul Muta'allim" (Pentingnya Ada Sebelum Ilmu), menuliskan betapa tingginya kewajiban mendahulukan adab terhadap guru sebelum ilmu, bahkan karangan beliau ini termasuk salah satu buku yang banyak dicari saat ini.
Betapa mulianya ajaran Islam dalam menghargai guru, karena dengan kesejahteraan dan jaminan hidup layak yang diberikan terhadap profesi ini maka akan tercipta pendidikan yang berkualitas. Tanpa retorika berbelit, Islam mampu memberikan imbalan yang terbaik atas pengabdian mereka, bahkan guru hanya diberikan tugas untuk mengajarkan ilmu tanpa terbebani laporan pencatatan kegiatan belajar mengajar serta urusan yang bersifat administratif. Para murid dan orang tua juga memberikan akhlak terbaiknya kepada guru, baik adab secara lisan serta perbuatan.
Memberikan penghargaan terbaik kepada guru baik kesejahteraannya serta sikap santun dari murid dan orang tua tentu akan terbalaskan dengan keberkahan ilmu yang didapat bagi sang penuntut ilmu. Sudah selayaknya kita menyematkan guru perlu tanda jasa kepada profesi yang telah mengabdikan ilmu, amal dan lelah mereka demi mencerdaskan murid- muridnya dan kemajuan dunia pendidikan.
Sepatutnya sebagai generasi saat ini beserta para pemangku kebijakan mengikuti tuntunan Islam di masa kepemimpinan para khalifah serta ulama terdahulu dalam menghargai dan memperlakukan guru. Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia selayaknya menjadi harapan umat dalam penerapan syariat Islam, karena memang hanya dalam naungan kehidupan Islamlah yang terbukti memuliakan guru secara menyeluruh lahir dan batin.[]
Post a Comment