Bawang, komoditas produksi paling banyak pada tahun 2021. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai konsumi relatif tinggi dalam sektor rumah tangga. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Bawang merah menjadi salah satu hasil pertanian dengan tingkat produksi terbanyak pada tahun 2021.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik, produksi bawang merah di Indonesia pada 2021 mencapai 2,01 juta ton. Angka ini naik 10,42 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2020 yang mencapai 189,15 ribu ton. Kemudian, Konsumsi bawang merah sektor rumah tangga Indonesia tahun 2021 naik 8,33% dibandingkan tahun 2020. Tercatat, konsumsi bawang merah rumah tangga pada 2021 mencapai 790,63 ribu ton. Angka itu meningkat sebesar 60,81 ribu ton jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Konsumsi bawang merah sektor rumah tangga berkontribusi sebesar 94,16% dari total konsumsi bawang besar pada 2021.
Tingkat produksi yang tinggi serta tingkat konsumsi yang tinggi bisa menjadi salah satu faktor penyeimbang perekonomian Indonesia ketika harga bahan bakar minyak yang mengalami kenaikan yang signifikan.
Bawang merah menjadi penyumbang inflasi di provinsi Maluku Utara.
Nyatanya peningkatan produksi dan konsumi yang tinggi oleh yang dialami bawang merah tidak dapat menjamin keterseimbangan dalam perekonomian itu sendiri jika tidak adanya pemerataan dalam jumlah distribusi di tiap-tiap wilayah di Indonesia. Hal ini dirasakan oleh salah satu provinsi di Indonesia yaitu Maluku Utara. Bawang merah bahkan menjadi salah satu penyumbang inflasi yang ada di provinsi Maluku Utara.
Dikutip dari Haliyora.id Badan pusat statistik Maluku utara mencatat KotaTernate mengalami inflasi pada bulan Oktober 2022 sebesar 3,32 persen dengan indeks Harga konsumen (IHK) sebesar 110,75. Kepala BPS Maluku Utara, Aidil Adha mengatakan beberapa komoditas yang dominan memberikan andil menyumbang inflasi pada Oktober 2022 di Kota Ternate antara lain, tarif angkutan udara, bensin, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan tariff angkutan dalam kota. Sedangkan komoditas yang memberikan andil/sumbangan deflasi yaitu jenis ikan sear dan tomat.
Sistem Islam menjaga kestabilan harga
Dalam kapitalisme menganggap bahwa hubungan antara pemerintah dan rakyat adalah pembeli dan penjual. Hal ini tak ubahnya menjadikan berbagai persoalan yang dihadapi saat ini selalu dinilai dari sisi materi/profit. Akibatnya pemerintah seakan dalam pemenuhuan kebutuhan rakyatnya per individu terpenuhi.
Konsep ini menyebabkan ketidak berujungnya berbagai problemik ekonomi yang dihadapi. Alih-alih menaikan harga BBM sebagai solusi malah inflasi yang meninggi. Inilah realitas yang sedang dihadapi saat ini ketika sistem kapitalis yang menjadi sistem hidup saat ini. Maka solusi tepat saat ini yang dibutuhkan umat adalah adanya sistem kehidupan selain sistem kapitalisme ini.
Sistem kehidupan yang dapat memberikan solusi dari berbagai problemik ekonomi adalah dengan adanya sistem islam. Dimana islam mengentaskan masalah perekonomian dari lini terkecil yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan primer masing-masing individu dalam masyarakat. Lalu mendistribusikan harta atau kekayaan alam secara merata.
Hal tersebut dapat direalisasikan dalam sistem ekonomi Islam sebagai suatu bentuk penerapan dari sistem Islam secara Kaffah dalam bingkai Negara Khilafah Islam, karena sistem Islam sendiri hanya berlandaskan Syariat Allah saja yang dalam penerapannya dibutuhkan ketakwaan kepada Allah subahanu wa ta’ala.
Khilafah akan menjaga kestabilan harga dengan dua cara: Pertama: Menghilangkan distorsi mekanisme pasar syariat yang sehat seperti penimbunan, intervensi harga, dsb.. Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik.
Abu Umamah al-Bahili berkata, “Rasulullah Saw. melarang penimbunan makanan.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi)
Jika pedagang, importir, atau siapa pun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan sesuai kebijakan Khalifah dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang dilakukannya.
Di samping itum Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda, “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)
Adanya asosiasi importir, pedagang, dsb., jika itu menghasilkan kesepakatan harga, maka itu termasuk intervensi dan dilarang.
Kedua: Menjaga keseimbangan supply dan demand. Jika terjadi ketidakseimbangan supply dan demand (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang baik dari daerah lain.
Inilah yang dilakukan Umar Ibnu al-Khaththab ketika di Madinah terjadi musim paceklik. Ia mengirim surat kepada Abu Musa ra. di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.”
Setelah itu ia juga mengirim surat yang sama kepada ‘Amru bin Al-‘Ash ra. di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum. Bantuan ‘Amru ra. dibawa melalui laut hingga sampai ke Jeddah, kemudian dari sana baru dibawa ke Makkah. (Lihat: At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad, juz 3 hal. 310-317).
Ibn Syabbah meriwayatkan dari Al-Walîd bin Muslim Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Aku telah diberitahukan oleh Abdurahmân bin Zaid bin Aslam ra. dari ayahnya dari kakeknya bahwa Umar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan ‘Amr bin ‘Ash ra. untuk mengirim makanan dari Mesir ke Madinah melalui laut Ailah pada tahun paceklik.” (Lihat: Akhbârul-Madînah, Karya Abu Zaid Umar Ibnu Syabbh, Juz 2, hal 745).
Dalam riwayat lain, Abu Ubaidah ra. pernah datang ke Madinah membawa 4.000 hewan tunggangan yang dipenuhi makanan. Umar ra. memerintahkannya untuk membagi-bagikannya di perkampungan sekitar Madinah. (Lihat Târîkhul Umam wal Muluk, Karya Imam ath-Thobariy, Juz 4, hal. 100).
Apabila pasokan dari daerah lain juga tidak mencukupi maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor. Impor hukumnya mubah. Ia masuk dalam keumuman kebolehan melakukan aktivitas jual beli. Allah SWT berfirman: ”Allah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS Al-Baqarah: 275). Ayat ini umum, menyangkut perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Karenanya, impor bisa cepat dilakukan tanpa harus dikungkung dengan persoalan kuota. Di samping itu, semua warga negara diperbolehkan melakukan impor dan ekspor (kecuali komoditas yang dilarang karena kemaslahatan umat dan negara). Perajin tempe secara individu atau berkelompok bisa langsung mengimpor kedelai. Dengan begitu, tidak akan terjadi kartel importir.
Demikianlah sekilas bagaimana syariat Islam menstabilkan harga. Masih banyak hukum-hukum syariat lainnya, yang bila diterapkan secara kaffah niscaya kestabilan harga pangan dapat dijamin, ketersediaan komoditas, swasembada, dan pertumbuhan yang disertai kestabilan ekonomi dapat diwujudkan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb
Post a Comment