Tragedi Gagal Ginjal Akut, Negara Gagal Mewujudkan perlindungan Anak



Oleh Dewi Putri

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bersama Wali Kota Bogor Bima Arya menunjukkan salah satu obat sirup saat sidak penjualan obat sirup di Instalasi Farmasi Poliklinik Afiat, Rumah Sakit PMI Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/10/2022). Dalam sidak tersebut, sejumlah apotek, ritel dan rumah sakit di Kota Bogor telah mematuhi dan melaksanakan kebijakan pemerintah tentang larangan penjualan obat maupun resep dalam bentuk sirup. (republika.co.id)

Mirisnya kasus gagal ginjal ini paling banyak didominasi oleh anak mulai usia 1-5 Tahun. Seiring dengan peningkatan kasus tersebut Kemenkes meminta orang tua untuk tidak panik, tenang namun selalu waspada terutama bila anak mengalami gejala gagal ginjal akut seperti diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari  batuk, pilek sering mengantuk dan jumlah air seni semakin sedikit bahkan tidak buang air kecil sama sekali.

Sampai saat ini kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun ada banyak faktor yang memungkinkan Kemenkes memperkirakan kasus tersebut 75% disebabkan oleh senyawa kimia kandungan polyetilaniglicol. Kandungan itu bisa menimbulkan senyawa berbahaya seperti etyleniglicol dietyleniglicol.

Kandungan etyleniglicol dan detyleniglicol itu diduga masuk ke tubuh anak melalui berbagai obat sirup. Kemenkes sejauh ini berhasil mengidentifikasi 91 obat sirup yang dikonsumsi anak-anak tersebut sebelum dinyatakan mengalami gangguan ginjal akut. Selain kandungan polyetilaniglicol sejumlah faktor pemicu gagal ginjal akut  lainnya adalah daya tahan tubuh anak yang rentan, hingga  lingkungan yang tidak terlalu bersih. Pasalnya, tidak semua anak yang  mengidap penyakit tersebut mengonsumsi obat sirup.

Persoalan kesehatan anak bukanlah permasalahan baru di negeri ini. Persoalan stunting dan kurang gizi  hingga hari ni belum mendapatkan solusi tuntas. Kematian anak melalui fenomena  gagal ginjal akut seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat bahwa ada kesalahan dalam tata kelola kesehatan di negeri ini. Sebab kesehatan sangat erat kaitanya dengan lingkungan yang bersih, makanan yang bergizi, edukasi tentang pola hidup  sehat hingga perlindungan oleh negara.

Namun penanganan kasus gagal ginjal akut anak sangat lamban. Pasalnya kesehatan di bawah pengelolaan sistem kapitalis adalah objek komersalisasi yang bisa diperdagangkan. Sistem kapitalis hanya berputar pada kebijakan persoalan uang, bisnis dan keuntungan.

Setiap tahun subsidi kesehatan terus dikurangi. Negara hadir bukan sebagai pengurus urusan rakyat tetapi regulator yang memuluskan bisnis para korporasi  termasuk dalam bidang kesehatan. Maka tak heran jika kasus gagal ginjal ini sangat lamban ditangani hingga menelan ratusan nyawa anak.

Oleh karena itu perwujudan kesehatan anak tidak akan pernah terwujud dalam kapitalisme. Akar masalahnya pada sistem kebijakannya bukan pada teknis pelayananya.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam anak bukan sekadar aset masa depan  tetapi bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Dengan pemahaman itu negara akan berusaha sekuat tenaga melakukannya. Mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai (gratis), pemenuhan gizi yang tercukupi (kaya atau miskin) hingga pemberian pendidikan yang merata (kota maupun desa).

Sistem ekonomi dalam Islam disokong pendanaan dari baitul maal yang diperoleh dari jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i harta tak bertuan, pengelolaan SDA dan lain-lain.

Semua pendapatan itu bersifat tetap dan besar sehingga negara memberikan pelayanan yang merata secara memadai kualitas dan gratis untuk semua rakyat. Semua bentuk pelayanan yang dilakukan negara bukan untuk mencari keuntungan tetapi semata-mata untuk mengurusi kebutuhan seluruh masyarakat.
Hal  ini dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab karena akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

Rasulullah saw. bersabda ”Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya
(HR. Bukhari).

Atas dasar inilah seorang khalifah diwajibkan menerapkan seluruh syariat Islam secara menyeluruh  (kafah) termaksud salah satu fungsi syariat adalah “hifdzun nafs” atau menjaga jiwa manusia jika terjadi wabah penyakit menular atau fenomena kematian yang misterius. Dalam kondisi seperti itu, maka khilafah akan segera bertindak bahkan pada satu kasus penyakit yang belum diketahui penyebabnya.

Negara akan segera melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut. Masyarakat tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakit tersebut hingga mendapatkan efek yang lebih buruk. Negara akan segera melakukan riset tentang standar pengobatan instrumen dan obat-obatan yang terbaik bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien. Setelah ditemukan negara akan memproduksinya dan memberikan secara gratis kepada pasien tanpa memungut biaya sedikitpun.

Inilah sistem terbaik yang menjamin terpeliharanya jiwa-jiwa manusia dan terjaminnya seluruh kebutuhan masyarakat.

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post