Tantangan Hidup Kaum Millenials

Oleh: Cutiyanti

Aktivis Dakwah

 

Sobat pasti enggak asing kan dengan istilah millenials. Yoi betul istilah ini terkenal dengan istilah generasi -Y yang lahir pada kisaran 1980-2000. Secara umum gambaran kaum millenials itu terdengar keren, bener enggak sobat Muslimah? Rata-rata kehidupan mereka berada dalam level menengah ke atas dan berpendidikan tinggi, sukanya ngopi terus suka pesen go food dan yang enggak kalah menariknya kalau bekerja di sektor teknologi kreatif. Yang intinya tidak jauh-jauh dengan kehidupan perkotaan yang serba canggih dan mewah seperti itu kan sobat.

Tapi tunggu dulu sobat, ada kisah yang menyedihkan di balik gambaram kaum millenials. Menurut wittgenstein center  for Demokraphy and Global Humman Capital, projekted population for 2020 populasi penduduk Indonesia yang berumur 20-39 tahun yang dikenal dengan kaum millenials diketahui berjumlah 31,255,600 penduduk. Dari jumlah itu sebanyak 32,41% tidak berpendidikan, 18,76% tidak tuntas, 35,08% tamat sekolah dasar,  8,03% tamat sekolah menengah pertama, 5,06% tamat sekolah menengah atas  dan hanya 0,65% yang bisa sampai sarjana.

Artinya, sebagian besar generasi millenials Indonesia hanya memiliki pendidikan tingkat sekolah menengah yang bisa jadi pekerja buruh dengan pendapatan rata-rata sekitar 150 $ atau sekitar 2,1 juta rupiah. Bahkan menurut univeraitas Nasional Australia  dan Study Universitas Indonesia, pada 2010 di wilayah kosmopolitan Jabodetabek, daerah yang memiliki pendapatan per kapita terbesar di negara ini sekitar 25% laki-laki usia 20 hingga 34 tahun dan 38 % perempuan hanya memiliki ijazah menengah pertama atau lebih rendah jauh dari gambaran kehidupan millenials.

Nah sekarang sudah tahu kan sobat, populasi penduduk Indonesia mayoritas memang kaum millenials dan pemerintah mulai membuat kabinet-kabinet yang diisi staf ahli muda yang katanya untuk menunjukan jati diri sebagai kaum millenials. Contohnya seperti Mas Menteri yang diklaim menjadi perwakilan  kaum millenials di kabinet presiden dengan gelar sarjana Brown MBA  dari Harvard dan kekayaan bersihnya diperkirakan US$ 100 juta. Mas Menteri tentunya jauh dong dari gambaran kaum millenials khas Indonesia.

Akhirnya sobat, biar previllege tetap bisa ada dalam sirkel supaya tetap berada dalam pihak kaum millenials, pemerintah mencanangkan proyek buat membantu kaum millenials untuk meningkatkan keterampilan mereka dan mendukung transisi mereka antara sekolah dan dunia kerja supaya siap menghadapi industri 4.0. Makanya muncullah kartu pra kerja dan pelatihan-pelatihan skill. Tapi sayang, janjinya membuka lapangan pekerjaan tapi di saat yang sama dibuat undang-undang tentang Omnibus Law  yang cenderung merugikan rakyat.

Gara-gara undang-undang ini, yang dapat kerja bukan penduduk pribumi melainkan TKA. Duh parah banget. Mau kerja enak butuh ijazah tinggi, mau kerja butuh previllege, namun semakin lama sekolah yang berkualitas makin mahal dan kebutuhan hidup yang berat mengalahkan kebutuhan belajar. Inilah tantangan hidup kaum millenials yang harus mereka hadapi.

Itu semua gambaran jika kita hidup dalam cara pandang kapitalisme. Betapa sistem yang dibuat oleh kapitalisme sangat merugikan. Tapi, sobat Muslimah harus tahu lho ada sistem yang bisa membuka kesempatan buat siapa pun, tidak harus kaya dan tentunya tidak harus punya previllege. Sistem ini dinamakan sistem khilafah/pemerintahan Islam.

Cara untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, sistem ini mempunyai prinsip-prinsip yang mendasar yang beda jauh, sajauh langit dan bumi dengan sistem yang saat ini diterapkan. Terkait konsep kebutuhan dasar publik, di dalam khilafah Islam, kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan jadi tanggung jawab secara mutlak khilafah. Dan harus digarisbawahi tidak ada sama sekali  yang namanya komersialisasi  dalam layanan umum bahkan akan disediakan bagi semua fasilitas umum untuk rakyatnya, baik Muslim atau pun non Muslim, kaya atau pun miskin, secara cuma-cuma dengan fasilitas yang sama.

Bahkan, Islam pun akan menjamin setiap laki-laki yang baligh, berakal, mampu bekerja, memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah kepada istri, anak orang tua dan saudara perempuan sehingga mereka harus mendapat pekerjaan yang layak yang disedikan oleh negara. Jadi tidak ada yang namanya laki-laki sebagai kepala keluarga tidak mampu membiayai kebutuhan dasar keluarganya. Sehingga qawwam laki-laki di hadapan keluarganya akan tetap terjaga dan kewajibannya juga bisa ditunaikan.[]


 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post