Serapan Anggaran Masih Rendah, Publik Tanyakan Kinerja Pemerintah



Oleh Ummul Asminingrum, S. Pd.
(Pegiat Literasi) 

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah yang disetujui oleh DPR . Berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran, yakni dari Januari hingga Desember. Namun pada tahun 2022 ini di mana tutup tahun tinggal dua bulan lagi, masih tersisa banyak anggaran yang belum terserap. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian atau lembaga untuk menghabiskan sisa anggaran belanja APBN yang jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun. Tercatat hingga akhir September 2022 belanja negara sudah terealisasi Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61,6 persen dari target Rp3.106,4 triliun. Artinya masih ada sisa belanja Rp 1000 triliun lebih yang harus dihabiskan dari Oktober - Desember 2022. (CNN, 28/10/2022)

Bukankah dengan serapan anggaran yang baru 61,6 persen pada bulan September telah menunjukkan kepada publik bahwa selama ini kinerja pemerintah kurang baik?

Kita bisa melihat dan mengevaluasi bersama adanya gambaran ketidakjelasan arah pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah. Seperti pembangunan IKN yang hingga kini masih menuai kontra dari berbagai kalangan. Perkiraan terburuk dampak pembangunan IKN bagi masa depan bangsa adalah potensi tidak terkendalinya keuangan negara. Hal ini menjadikan berkurangnya alokasi dana untuk pembangunan pencerdasan bangsa. Jokowi mengatakan proyek ini menyedot 20% dari APBN.

Selain itu prioritas pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang awalnya ditargetkan selesai pada 2019 kini molor menjadi 2023. Proyek ini pun mengalami pembengkakan anggaran yang berpotensi merugikan keuangan negara. Sesuai proposal Cina, mega proyek ini diperkirakan membutuhkan dana Rp 86,5 triliun dan haram memakai APBN. Kini setelah proyek mengalami pembengkakan boleh memakai dana APBN. Presiden berencana menyuntik dana sebesar Rp 3,2 triliun. 

Apabila dikaji lebih dalam sejatinya pembangunan IKN dan kereta cepat yang terkesan dipaksakan tersebut tidak berdasarkan kepada kebutuhan dan kemaslahatan umat. Sungguh tidak bijak menganggarkan pembangunan yang sebagian besar tidak urgen. Sementara rakyat masih jauh dari kesejahteraan.

Sedangkan di sisi lain banyak layanan publik yang belum optimal, juga kebutuhan dana besar untuk anggaran beberapa bidang seperti dana riset dan hankam yang faktanya justru dikurangi. Pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan teknologi (Dikti-Ristek) Kemendikbud Ristek Nizam mengungkapkan anggaran riset di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. 

Sementara selalu dinarasikan ada defisit anggaran, sehingga subsidi dikurangi bahkan dihapuskan. Seperti tahun ini terjadi kenaikan harga BBM dan TDL berulang kali dengan dalih subsidi tersebut membebani APBN. Padahal nyatanya dana belum terserap seluruhnya dan masih bersisa. 

Begitulah realita kerusakan sistem anggaran dalam sistem demokrasi kapitalisme. Dengan serapan dana yang rendah bagaimana mungkin rakyat terlayani dengan baik kebutuhannya. Pada faktanya APBN dalam sistem saat ini banyak yang tidak pro rakyat, namun justru pro pada kepentingan kapitalis. Hal ini tak lepas dari sistem yang diterapkan saat ini. 

Tentu hal ini akan sangat berbeda dengan APBN dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan atau dinamakan daulah islamiyah. Ada beberapa mekanisme perbedaan APBN dalam daulah dengan sistem saat ini diantaranya adalah, pertama APBN daulah tidak dibuat pertahun dan tidak perlu dibahas bersama majelis umat. Sebab dalam penyusunannya yang notabene pos pendapatan dan pos pengeluaran telah ditentukan oleh syari'at. Kepala negara bisa menyusun sendiri APBN tersebut melalui hal tabbani.

Kedua, APBN yang telah disusun dan ditetapkan oleh kepala negara dengan sendirinya menjadi undang-undang yang harus dijalankan oleh seluruh aparatur negara.

Ketiga, alokasi dana per masing-masing pos pendapatan dan pengeluaran juga diserahkan kepada ijtihad kepala negara. APBN ini bersifat tetap dari aspek pos pendapatan dan pengeluaran, tetapi alokasi anggaran masing-masing pos pendapatan dan pengeluarannya bersifat fleksibel.

Kebijakan keuangan dalam negara daulah juga menganut prinsip sentralisasi. Selain itu negara akan menerapkan subsidi silang bagi daerah yang kurang pendapatannya sedangkan kebutuhannya lebih banyak. Sehingga tidak akan ada daerah yang tertinggal karena pendapatannya sedikit. 

Dengan cara seperti ini tidak ada satu alokasi anggaran yang menguap atau tidak tepat sasaran. Di sisi lain pemerataan pembangunan pun bisa dilakukan dengan baik. Begitulah keagungan sistem Islam dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk mengatur anggaran pendapatan dan pengeluaran negara demi kemaslahatan umat dan negara.

 Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post