Aktivis Muslimah ngaji
Aparat penegak hukum di Indonesia sepertinya, terbiasa menciptakan ketertiban umum dengan kekerasan sebagai pilihan paling mudah dan murah. Sebab tindakan resperesif dan kekerasan yang di lakukan oleh aparat, bukanlah yang pertama kali terjadi, sudah ada deretan panjang tindakan represif kepolisian sebelumnya, semua itu bisa dilihat pada jejak digital yang bertebaran di media sosial ataupun data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (kontras) dan mungkin yang paling fatal adalah peristiwa yang masih hangat diperbincangkan, yaitu pertandingan sepakbola Arema FC vs Persebaya yang diwarnai insiden yang menyebabkan ratusan korban meninggal dunia pada Sabtu (01/10).
Sebenarnya kericuhan yang terjadi adalah antara para pendukung Arema FC dan petugas keamanan. Saat itu petugas menembakkan dengan tindakan refresifnya langsung menembakkan gas air mata ke para pendukung yang berada di lapangan. Tak hanya itu, petugas juga menembakkan ke arah tribun penonton. Walhasil, para penonton terkejut dan semua bergegas menuju pintu keluar. Hal ini kemudian yang akhirnya mengakibatkan banyak yang kehabisan napas, terluka, dan terinjak-injak karena berdesakan. Akibat kejadian itu, sebanyak 131 orang yang meninggal dunia, 440 orang mengalami luka ringan, dan 29 orang luka berat. Harga yang sungguh sangat mahal untuk sebuah pertandingan sepak bola (sultra.antaranews.com, 08/10/2022
Adanya tragedi tersebut seharusnya menjadikan masyarakat instropeksi, sebab ini merupakan musibah besar yang menimpa negeri yang mayoritas Muslim. Dimana industrialisasi sepak bola sekaligus bisnis hiburan memakan korban yang banyak. Tragedi Kanjuruhan nampak jelas sebuah kelalaian peran negara. Hiburan sepak bola yang seharusnya hanya sekedar permainan kini berubah menjadi persaingan dan dan bahan komoditi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Sebab hal ini memunculkan pembelaan yang berlebihan terhadap salah satu klub dukungannya berujung protes dan akhirnya aparat menembakkan gas air mata. Padahal tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap aturan negara. Sebab gas air mata bisa menyebabkan sakit mata, sesak bahkan hilangnya nyawa manusia. Tindakan represif aparat ini, tentunya sangat disayangkan, terlebih larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Namun aparat tidak menyerap aturan tersebut dan diduga menyalahi prosedur hingga harus menggunakan kekuatan berlebihan saat menertibkan massa.
Di negara yang menganut kapitalisme sekuler, lumpuhnya peran negara, membuat para korporasi dan oligarki membangun kekuatan-kekuatan penopang untuk menumpuk modal dan memperkuat kekuasaan melalui korupsi sebagai "budaya" mereka lalu membangun struktur yang bersimpul satu sama lain untuk saling melindungi tidak terkecuali aparat penegak hukum melalui kaki tangan aparat bermental borjuis sehingga mudah disuap dan itu memang berguna untuk mensiasati hukum, hingga seolah mendapat wewenang yang luas dan cenderung untuk disalahgunakan.
Dalam sistem Islam hiburan, olahraga dan permainan merupakan hal mubah termasuk sepak bola. Namun yang perlu diperhatikan kemubahan ini jangan sampai melalaikan tujuan hidup hakiki seorang hamba. Islam melarang fanatisme golongan sebab berpotensi besar merusak persatuan umat. Oleh karena itu, potensi umat harus diarahkan pada hal yang lebih produktif untuk ukhuwah, persatuan dan kebangkitan peradaban.
Maka peran negara sangat dibutuhkan untuk mengatur hiburan yang ada di tengah-tengah masyarakat agar tercipta rasa aman dan nyaman serta tidak terjadi pelanggaran hukum syara. Selain itu aparat harus berfungsi sebagaimana mestinya yaitu memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis sahih yang berbunyi:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Semoga tak ada lagi aktivitas yang semisal dengan ini, karena amat berbahaya. Padahal nyawa kaum Muslim begitu luar biasa di mata Allah SWT. Bahkan tersanding pada sebuah hadis.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ù„َزَÙˆَالُ الدُّÙ†ْÙŠَا Ø£َÙ‡ْÙˆَÙ†ُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َتْÙ„ِ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٍ بِغَÙŠْرِ ØَÙ‚ٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Sudah saatnya umat menyerahkan amanah kepemimpinan pada yang layak menerimanya. Tidak lain pada mereka yang siap menjalankan syariat Islam atas landasan iman. Sebab hanya dalam sistem Islam, umat akan memperoleh pengurusan dan penjagaan harkat, martabat, bahkan nyawa sehingga bahagia dunia dan akhirat bukan hanya sekedar ilusi semata.
Semoga Islam akan segera tegak di muka bumi ini agar aturan yang ada hanya bersumber dari Sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keimanan yang kokoh, maka akan menjalankan amanah dengan baik. Dan tidak akan melakukan tindakan yang berbahaya bagi orang lain ataupun sampai terjadi kejadian kehilangan ratusan nyawa hanya karena permasalahan yang sepele yang direspon dengan tindak refresif. Apalagi hal itu dilakukan oleh aparat yang seharusnya melindungi bukan bertindak sewenang-wenang.
Post a Comment