Sejahtera dengan Pendidikan Vokasi hanya Mimpi, Islam Solusi Hakiki


Oleh : Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat)
 
Berdasarkan pendapat Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto bahwa angkatan kerja Indonesia dapat mempercepat pembangunan ekonomi nasional. 

Maka dari itu, diharapkan mereka dapat sejahtera sebelum tua. Demi mencapai tujuan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpres 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Akankah cara ini terealisasi?
Salah satu tawaran solusi untuk membangun negeri diperkirakan akan terwujud dengan adanya pendidikan vokasi. Ini terbukti dengan  banyak berdiri sekolah vokasi  yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja terampil dan siap kerja, ketika di masa pemerintahan Presiden SBY. Namun seiring waktu, pendidikan vokasi ternyata diarahkan untuk pangsa pasar sehingga jurusannya disesuaikan dengan permintaan industri.

Sehingga pemerintah juga melakukan beberapa regulasi agar industri mau mendukung kegiatan vokasi, salah satunya dengan insentif super tax deduction, yaitu potongan pajak bagi perusahaan yang melalukan kegiatan vokasi, seperti pemagangan, prakerin (PKL), guru industri, dan sebagainya. (Rmol, 31/10/2022).

Sejahtera dikatakan  tercapai dinilai dari terserapnya seluruh SDM melalui pendidikan vokasi. Hal ini salah satu menurut penilaian di negeri ini.Tidak hanya itu, upaya lainnya adalah dengan menaikkan upah minimum provinsi (UMP). Yaitu dengan cara pemerintah memberikan iming-iming kenaikan UMP pada 2023 itu semua adalah janji Menteri Ketenagakerjaan (Menaker Ida Fauziyah dalam acara Festival Pelatihan Vokasi Nasional di JCC. (CNN Indonesia, 30/10/2022).

Namun kenyataannya jauh panggang dari api, hal itu  tidak sesuai dengan harapan. Pada 2023 diprediksi terjadi resesi dunia otomatis menjadi ancaman bagi seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Banyak sinyal-sinyal PHK di mana-mana. Para pekerja  terancam dirumahkan. Perusahaan Philips, misalnya, akan merumahkan 4.000 pekerjanya karena mengalami penurunan omzet. (Kumparan, 24/10/2022).

Melihat fakta di atas dapat disimpulkan bahwa sejahtera sebelum tua hanya sebatas mimpi, tidak mungkin terealisasi. Hal ini dikuatkan dengan beberapa prediksi.

Pertama, sekolah vokasi bertujuan hanya mencetak SDM siap kerja yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Namun faktanya, permintaan tenaga kerja setiap tahun berubah-ubah, sedangkan sekolah vokasi membutuhkan waktu untuk menyelesaikan programnya. Jadi mungkin saja, saat ini jurusan itu diperlukan, tetapi beberapa tahun ke depan sudah tidak.

Kedua, jika lulusan vokasi tidak sesuai dengan permintaan pasar, mereka akan cenderung melamar pekerjaan di mana saja. Bisa sesuai dengan bidang vokasinya atau tidak. Mereka hanya berpikir yang penting dapat kerja.

Ketiga, upah para pekerja ditentukan oleh UMP. Artinya, para pekerja hanya mendapatkan upah sesuai UMP itu. Meskipun UMP 2023 naik, badai PHK sudah mulai ada di benak pekerja. Dan jika selamat dari PHK, mereka akan mendapati kenaikan harga barang pemenuhan kebutuhan hidup. Misalnya, bahan makanan dan naiknya kebutuhan sandang dan papan. Termasuk biaya pendidikan dan kesehatan pun dipastikan naik karena subsidi di bidang ini bisa saja dikurangi imbas dari badai resesi.

Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa peran pemerintah di sini hanya sebagai regulator. Contohnya, ketika  mengeluarkan kebijakan untuk menjembatani kebutuhan industri saat ini dengan SDM yang ada. Dimana Pemerintah tidak membuat lapangan kerja untuk rakyatnya, melainkan sekadar menyalurkan sesuai permintaan pasar.

Tujuan pendidikan vokasi memperlihatkan bahwa standar sejahtera bagi negara hanya sebatas materi. Penduduknya bisa bekerja, otomatis punya uang, uangnya dibelanjakan, hingga akhirnya perekonomian jalan dan pembangunan ekonomi nasional terealisasi. 

Hal ini tentu sangat riskan karena SDM hanya dibekali kemampuan secara materi. Mereka tidak memiliki keahlian untuk manajemen diri, apalagi berkepribadian Islam. Sehingga, mereka  tidak peduli halal atau haram yang penting dapat uang dengan pekerjaan mereka.

Inilah Peran negara dalam sistem Kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator dan mementingkan materi. Dimana pola pikir kapitalisme hanya menilai bahwa standar kebahagiaan ditentukan oleh banyaknya materi. 

Selain itu, prinsip kapitalisme adalah kebijakan dibuat untuk memakmurkan para kapitalis. Prinsip ekonomi kapitalis dalam usaha adalah mengeluarkan dana sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. 

Sehingga akhirnya, para kapitalis (korporasi)  dengan senang hati menerima pekerja lulusan vokasi karena gaji mereka cukup murah dibandingkan dengan keuntungan yang akan mereka peroleh. Apalagi, mereka akan menerima pembebasan pajak, tentu hal ini sangat menguntungkan.


Berbeda dengan kapitalisme, kesejahteraan dalam Islam akan terwujud ketika setiap individu masyarakat mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Islam memiliki kebijakan politik ekonomi untuk menjamin pemenuhan kebutuhan.

Pertama, standar pelayanan Islam sesuai yang Rasulullah saw. contohkan, yaitu riayah su’unilummah (mengurusi urusan rakyat). Pemimpin bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Mereka wajib memperhatikan semua kebutuhan rakyat agar tercukupi. 

Rasulullah saw. bersabda, “Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Bukhari)

Kedua, untuk memenuhi tanggung jawab itu, negara akan menyediakan pendidikan yang layak yang dapat dinikmati setiap masyarakat. Pendidikan itu gratis. Tidak hanya keahlian yang akan dipelajari, melainkan juga membentuk generasi berkepribadian Islam. Lulusan yang dihasilkan akan mampu menentukan pekerjaan yang boleh dilakukan dan yang tidak.

Ketiga, negara akan membuka lapangan kerja sesuai kebutuhan pemerintah untuk mendukung segala tugasnya, baik dalam maupun luar negeri. Pemerintah pun memberikan fasilitas bantuan jika ada rakyat ingin membangun usaha, tetapi tidak memiliki biaya. Bantuan ini jelas tanpa riba.

Keempat, negara akan mengelola sistem keuangannya dengan konsep Baitulmal. Pemasukan dan pengeluaran disandarkan pada aturan Islam. Pemasukan Baitulmal dibagi menjadi tiga pos, yaitu zakat, kas negara, dan kas umum. 

Pos zakat hanya akan diberikan kepada delapan golongan yang membutuhkan. Pos negara yang berasal dari kharaj, jizyah, ganimah, fai, dsb. akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan negara. Sementara itu, pos umum (berasal dari pengelolaan SDA) akan dikembalikan untuk rakyat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sarana umum gratis.

Dengan terpenuhinya kebutuhan kesehatan, pendidikan, serta keamanan oleh negara, masyarakat tidak perlu pusing lagi. Mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok lain, seperti sandang, pangan, dan papan dari hasil bekerja. 

Jika mereka belum mampu memenuhinya dan termasuk delapan golongan yang berhak menerima zakat, kebutuhan mereka akan tercukupi dari zakat yang dibagikan oleh negara. Dengan begitu, secara berangsur-angsur, masyarakat mampu berdiri sendiri dan hidup sejahtera.

Maka dari itu kesejahteraan yang hanya menyandarkan pada hasil pendidikan vokasi hanyalah mimpi belaka dan tidak akan terealisasi. 

Solusi hakiki untuk membuat masyarakat sejahtera, yaitu dengan  sistem ekonomi Islam. Namun, penerapan sistem ekonomi Islam dapat terwujud dengan dukungan Sistem Islam Kaffah.
Wallaahu'alam bishshawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post