Oleh: Ummu Haura
Aktivis Dakwah
Pandemi Covid-19 yang memaksa setiap orang mengurangi berbagai aktivitas dan menjauhi kerumunan mulai berkurang tingkat penularannya. Di berbagai belahan dunia, manusia kembali aktif melakukan berbagai kegiatan termasuk berkumpul dalam jumlah besar. Di bulan Oktober 2022, perayaan Halloween menyedot antusiasme tinggi setelah pandemi selama 2 tahun yang membatasi keinginan masyarakat global untuk berekspresi dalam ajang perayaan tersebut.
Sayangnya ekspresi kebebasan (liberal) ini menelan korban jiwa yang mengakibatkan tewasnya ratusan orang di Itaewon, Korea Selatan. Tak hanya memakan korban jiwa, perayaan Halloween yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, memantik reaksi keras dari kaum Muslim. Arab Saudi sebagai negara yang di dalamnya ada dua kota suci yaitu Makkah dan Madinah serta menjadi negara yang sebagian hukumnya menerapkan syariat Islam, malah membiarkan terjadinya perayaan non islami bahkan perayaan tersebut cenderung mendangkalkan akidah.
Sejarah Halloween
Halloween adalah sebuah perayaan bangsa Celtic yang pernah hidup di benua Eropa sekitar 2 ribu tahun yang lalu. Perayaan ini menandai berakhirnya musim panas dan awal musim dingin. Bangsa Celtic mengaitkan bahwa musim dingin identik dengan kematian dan mereka percaya bahwa malam sebelum tahun baru adalah batas antara dunia yang hidup dan yang mati menjadi bias. Pada malam akhir tahun yaitu 31 Oktober, Bangsa Celtic merayakan Samhain.
Samhain adalah sebuah perayaan sebagai bentuk keyakinan bangsa Celtic bahwa hantu orang-orang yang telah mati akan kembali ke bumi. Ketika roh-roh orang yang telah mati datang maka Pendeta Celtic akan meminta bantuan kepada roh-roh tersebut untuk meramal masa depan. Mereka berkumpul di sekitar api unggun besar yang dianggap suci, untuk membakar tanaman dan hewan sebagai pengorbanan kepada dewa. Selama perayaan ini mereka mengenakan kostum yang terdiri dari kepala dan kulit binatang dan mereka saling bercerita tentang nasib satu sama lain.
Paus Gregorius III pada abad kedelapan menetapkan 1 November sebagai hari untuk menghormati arwah roh suci dengan memasukkan beberapa tradisi Samhain. Malam sebelum Hari Roh Suci atau all Saints Day dikenal dengan nama All Hallows Eve atau Halloween.
Sesatnya Ide Kebebasan
Liberalisme adalah sebuah ide kebebasan yang diagung-agungkan. Manusia berhak mengekspresikan diri tanpa batas di berbagai bidang kehidupannya tanpa mau terikat aturan Pencipta. Liberalisme jelas sebuah ide yang sangat berbahaya bagi manusia khususnya kaum Muslim. Ketika manusia dibiarkan berbuat sesuka hati maka kehancuran dan kesia-siaan niscaya akan dirasakan oleh manusia itu sendiri. Bahkan kaum Muslim akan berpotensi dosa karena mengikuti paham kebebasan dalam segala hal sehingga tidak mau tunduk pada aturan Allah yang menciptakan dirinya.
Kehancuran dan kesia-siaan bisa dilihat pada perayaan Halloween di Itaewon yang mengakibatkan 150-an jiwa melayang dan banyak korban lainnya yang mengalami luka-luka serta ratusan orang menghilang. Mereka yang meregang nyawa pada tragedi Itaewon dikarenakan henti jantung akibat padatnya kerumunan hingga 10 kali ramai dibanding biasanya. Keramaian yang luar biasa akhirnya memicu bentrokan di tengah kerumunan massa yang terjebak dalam sebuah gang sempit. Tak hanya larut dalam mengekspresikan diri dengan berbagai kostum untuk merayakan Halloween, para peserta juga banyak yang mengonsumsi nakoba.
Halloween di Riyadh
Perayaan Halloween juga diadakan di Riyadh sebagai ibu kota Arab Saudi. Perayaan ini menuai banyak kritikan dari warganet yang beranggapan bahwa perayaan ini adalah bentuk manifestasi budaya kafir Barat, dan bertentangan dengan Islam serta berpotensi mendangkalkan akidah kaum Muslim. Pemerintah Saudi seharusnya tidak membuka izin bagi perayaan-perayaan yang bertentangan dengan spirit Islam dan mengabaikan kritikan warganet.
Atas nama diversifikasi ekonomi pada 2016 yang dicanangkan penguasa Saudi dengan menyerukan untuk merubah kerajaan menjadi pusat investasi dan pusat bisnis global, maka perayaan Halloween menjadi salah satu jalan untuk membuka pasar ekonomi global. Terbukti, pusat-pusat perbelanjaan dipenuhi oleh warga Saudi yang antusias membeli berbagai perlengkapan untuk merayakan Halloween. Juga berbagai acara untuk menyemarakkan perayaan Halloween pun berhasil menarik warga berduyun-duyun untuk datang.
Kebebasan di bidang ekonomi dengan mengadakan perayaaan yang mampu menarik masyarakat global datang dan mengeluarkan uangnya untuk menikmati perayaan-perayaan non islami sehingga menyuburkan ekonomi negara, bukanlah cara yang tepat apalagi jika itu bertentangan dengan syariat. Pemerintah harusnya membentengi akidah warga negaranya yang mayoritas kaum Muslim dari hal-hal yang membuat mereka terjerumus ke dalam dosa.
Pemimpin adalah Perisai
Pemimpin adalah pengurus juga pelindung (perisai) bagi rakyatnya adalah sebuah hadis dari Nabi SAW yang harusnya dipahami setiap Muslim ketika ia menerima amanah sebagai pemimpin. Seorang pemimpin akan berupaya dengan keras melindungi akidah warga negaranya agar tak terjerumus pada kesesatan. Jika seorang pemimpin bisa menjalankan kepemimpinannya sesuai aturan Allah Azza wa Jalla, maka dirinya akan menjadi satu dari tujuh orang yang mendapat naungan dari Allah di hari akhirat nanti.
Jabatan pemimpin bukanlah sesuatu hal yang bisa dilakukan tanpa dasar ilmu. Sudah sepantasnya para pemimpin di negeri-negeri kaum Muslim menyadari betapa beban berat di pundaknya dalam masalah kepemimpinan yang akan dipertanggungjawabkan hingga akhirat nanti. Maka sepantasnya mereka menyerahkan kepemimpinan pada orang yang tepat, yang akan sepenuh hati dan berdaya upaya menerapkan berbagai aturan sesuai aturan Allah. Pemimpin yang taat syariat tidak akan membiarkan warga negaranya melakukan perbuatan mungkar yang akan menyebabkan mereka mati sia-sia, atau membiarkan mereka terjerumus ke dalam perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir bahkan menyebabkan pendangkalan akidah.
“Benar-benar kalian akan mengikuti jejak langkah orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, hingga apabila mereka memasuki lubang dhab (biawak), pasti kalian mengikutinya.” Para sahabat bertanya, apakah maksudnya orang-orang Yahudi serta Nasrani? Nabi SAW berkata: “Siapa lagi kalau bukan mereka” (HR Muslim).
Oleh karenanya, perayaan Halloween yang mengundang berkumpulnya massa, melakukan pesta pora dengan mengonsumsi miras dan narkoba lalu menyebabkan kerusuhan yang berujung pada kematian bukanlah sesuatu yang harus dibiarkan atas nama kebebasan berekspresi. Juga tidak boleh dilaksanakan dengan alasan kebebasan berekonomi yang akan memperbesar pemasukan kas negara.
Perayaan-perayaan yang bertentangan dengan syariat dan berpotensi mendangkalkan akidah kaum Muslim sudah sepatutnya dilarang. Tidak ada istilah ide kebebasan atau liberalisme jika itu bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Liberalisme racun yang disuntik kafir Barat ke dalam darah kaum Muslim dan sepatutnya kaum Muslim menyadari racun ini berbahaya bagi mereka, bukannya malah terlena dengan paham kebebasan.
Kaum Muslim dan para ulamanya harus bersegera mendorong para pemimpin mereka untuk menghentikan liberalisme dalam tiap sendi kehidupan, dan menerapkan syariat Allah secara sempurna. Bukan hanya menerapkan aturan Allah terbatas dalam bidang hukum dan sanksi terhadap pelaku kemaksiatan saja.[]
Post a Comment