Oleh : Tsani Tsabita Farouq
(Aktivis Dakwah)
Propaganda mengenai radikalisme kembali di gaungkan di Indonesia dan terlihat masih memiliki daya jual untuk dipropagandakan. Seperti halnya baru baru ini dikutip dari bandungberita.com “Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) kembali melaksanakan sosialisasi peningkatan deteksi dini di Hotel Sutan Raja Soreang, Rabu (2/11/22).” Sosialisasi itu dalam rangka pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di tingkat Kabupaten Bandung tahun 2022.
Istilah radikal saat ini cenderung multitafsir dan sering dikaitkan dengan stigma negatif seperti kekerasan untuk mencapai tuuan, terorisme, menolak keberagaman (pluralitas) dan julukan-julukan lain yang berkonotasi buruk. Padahal faktanya, radikal sendiri memiliki arti Menurut The Concise Oxfort Dictionary (1987), radikal berarti akar, atau asal mula. Dalam kamus Oxford ini disebutkan istilah radical, kalau dikaitkan dengan perubahan atau tindakan, berarti relating to or affecting the fundamental nature of something; far-reachine or through (berhubungan atau yang mempengaruhi sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkauannya dan menyeluruh). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir dan bertindak”. Dalam pengertian yang lebih luas, radikal mengacu pada hal-hal mendasar, pokok, dan esensial. Berdasarkan konotasi yang luas, kata itu mendapatkan makna teknis dalam berbagai ranah ilmu, politik, ilmu sosial. Bahkan, dalam ilmu kimia dikenal dengan istilah radikal bebas. Adapun istilah radikalisme, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, cet. Th.1995, Balai Pustaka, didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Istilah radikal saat ini menjadi alat propaganda yang dipakai untuk kelompok atau negara yang bersebrangan ideologi dengan kepentingan Barat. Sebutan “Islam Radikal” saat ini digunakan untuk menyebut pihak-pihak yang menentang ideologi Barat tersebut seperti kapitalisme, sekulerisme dan demokrasi. Wajar jika ada statement di masyarakat bahwa istilah radikalisme sengaja dibuat oleh Barat untuk menghancurkan umat Islam. Sebab, pascaruntuhnya komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling menakutkan bagi dunia Barat adalah Islam. Istilah radikalisme adalah buatan Barat untuk menghancurkan dan mengkooptasi umat Islam. Barat sadar betul bahwa Islam adalah ancaman bagi dia. Hal itu karena kedengkian Barat atas Islam dan umatnya dengan sistem Khilafahnya pada masa silam telah mengalahkan hegemoni Barat atas Dunia Islam. Karena itu, mereka dengan sekuat tenaga dan kemampuan akan menghalangi tegaknya kembali Khilafah Islam pada masa mendatang.
Dari sini dapat kita pahami bahwasannya isu radikalisme yang menyangkut pautkan islam dan kaum muslim yang menginginkan sistem islam dalam seluruh aspek kehidupan merupakan penghalang dari Barat untuk menggagalkan kebangkitan umat islam dengan meminjam tangan penguasa di negeri-negeri Muslim, termasuk di Indonesia.
Demikianlah, bahwa ancaman serius yang nyata di negeri ini pada umumnya bukanlah radikalisme terorisme yang mereka identikkan dengan Islam, melainkan kapitalisme. Yang bisa kita lihat sendiri bagaimana hancurnya dan sengsaranya umat dengan di bawah naungan kapitalisme. Akankah kita diam saja melihat fenomena ini? Tentu tidak! Oleh karenanya, kita perlu terus memahamkan umat bahwa kapitalisme adalah ancaman nyata bagi umat Islam, juga umat manusia secara keseluruhan. Hanya dengan tegaknya sistem Islam akan selamat dari segala bentuk keburukan dan penderitaan akibat kapitalisme.
Wallahu'alam bishawab
Post a Comment