Quo Vadis Dendang Bergoyang dan Karakter Pemuda Peradaban Cemerlang

Oleh: Kharimah El-Khuluq

Acara konser merupakan hiburan yang menyenangkan, tidak hanya bagi kaum muda. Para tetua pun turut menggandrungi konser. Karena, setiap diadakan konser kaum muda langsung mengerumuninya bagaikan semut yang mengerumuni gula. Bagi mereka, konser adalah obat bagi jiwa yang gersang.

Baru-baru ini diselenggarakan acara Festival Musik "Berdendang Bergoyang" yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta. Namun, acara tersebut dihentikan pada hari kedua penyelenggaraan, yakni Sabtu (29/10/2022) malam.

Adapun alasan dihentikannya yaitu, pada hari kedua pelaksanaan terjadi kelebihan kapasitas sehingga banyak pengunjung yang pingsan akibat berdesak-desakan. Pada saat bersamaan, jumlah penonton semakin membeludak sehingga penonton saling dorong di salah satu akses masuk. (Kompas.com, 30 Oktober 2022).

Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa setiap ada konser atau hiburan pasti akan ada kegaduhan. Itu seolah sudah menjadi hukum alam. Karena, di dalam acara konser yang dilakukan oleh penonton khususnya kaum muda adalah menyalurkan rasa kegembiraannya secara brutal. Mereka meluapkan emosi dengan bebas tanpa memperhatikan baik dan buruk, halal dan haram. Maka, keberadaan konser bukan menjadikan generasi yang maju melainkan meninabobokan generasi dengan kemaksiatan.

Walaupun konser selalu beriringan dengan kegaduhan namun penyelenggara konser tetap bisa mengantongi izin. Mereka diberikan keleluasaan oleh aparat untuk menyelenggarakan acara konser mereka. Tidak ada sedikit pun intimidasi dari pihak aparat pemerintah terkait acara konser.

Mirisnya, aparat pemerintah akan bergerak ketika acara itu mengalami kegaduhan. Para aparat akan bergerak cepat dan menghentikan acara ketika ada masalah. Rute penyelesaian seperti ini berulangkali dilakukan dan bahkan siklus penyelesaiannya hanya seperti itu.

Seyogianya, para aparat pemerintah harus sudah bisa melakukan migitasi acara serta melakukan berbagai upaya preventif agar tidak menimbulkan kerusakan. Terlebih kerusakan terhadap generasi. Sebab, dalam acara konser berbagai kesenangan syahwat difasilitasi, contohnya minuman keras, campur baur dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.

Akan tetapi, apalah daya ketika sudah berhubungan dengan kesenangan, uang, keuntungan, dll. integritas dalam bekerja adalah nomor sekian. Demikianlah, potret pemerintah saat ini. Mereka hanya sibuk bagaimana menebalkan dompet mereka, memperbanyak lipatan-lipatan lemak perut mereka. Terlepas acara tersebut memberikan dampak buruk terhadap generasi atau tidak itu bukan menjadi standarnya. Standarnya itu adalah keuntungan semata.

Wajah penguasa mata duitan sebenarnya bukan lagi hal yang mengagetkan. Sebab, sosok penguasa seperti itu merupakan cetakan dari sistem saat ini yang diterapkan. Yakni, sistem kapitalisme dengan akidah sekularismenya yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Inilah pangkal dari segala kerusakan yang terjadi saat ini.

Di dalam kapitalisme, apapun bentuk acara apabila tidak membawa keuntungan bagi mereka dan koleganya jangan harap acara itu mendapatkan izin. Seperti halnya, acara Hijrah Fest yang mau diselengarakan di Surabaya nihil izin. Hal ini semakin menampakan bahwa penguasa tidak akan memberikan ruang untuk Islam eksis di tengah-tengah umat. Sikap mereka selama ini selaras dengan akidah dari kapitalisme itu sendiri yakni sekuler.

Hal ini berbeda dengan Islam, dalam Islam setiap akitivitas manusia harus terikat dengan hukum syara. Maka seperti itu juga, ketika ingin mencetak generasi pendobrak peradaban maka harus menggunakan rambu-rambu Islam. Bukan malah menyodorkan konser.

Cikal bakal generasi cemerlang adalah dimulai dari pendidikan dan pengasuhan orang tua. Dimana orang tua harus menanamkan akidah Islam yang kuat terhadap anak-anaknya.

Kemudian, pendidikan yang diberikan oleh orang tua bukan jaminan tunggal terbentuknya generasi cemerlang. Maka butuh penyokong yang lain yaitu negara. Adapun peran negara yakni menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi sehingga terbentuk generasi muda yang berkepribadian Islam.

Tidak hanya itu, dalam Islam pergaulan juga diatur. Tidak boleh ada campurbaur antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Kemudian, mabuk-mabukan, perzinaan, dan segala macam kemaksiatan memiliki sanksi masing-masing. Tentu sanksi dalam Islam sangat tegas dan memberikan efek jera.

Maka dari itu, ketika semua aktivitas manusia tunduk terhadap hukum syara maka akan terbentuk pribadi-pribadi yang taat nan cemerlang. Dan tidak terkecuali kaum muda-mudi ketika dari awal sudah disetir dengan Islam maka akan menjadi generasi pendobrak peradaban.

Ketaatan total terhadap hukum syara tidak akan mampu diemban secara personal, jamaah, maupun komunitas. Melainkan, butuh sebuah negara yang menerapkan hukum Islam. Oleh karena itu, agar bisa meraih ketaatan total terhadap hukum syara maka keberadaan negara Islam merupakan kebutuhan dasar kaum muslim saat ini.

Wallahu'alam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post