Perundungan Masif, Potret Buram Pendidikan Indonesia?


Oleh : Atiqoh Shamila

Pendidik dan Orangtua harus waspada dan prihatin. Krisis adab tengah mengancam generasi muda terutama pelajar. Rendahnya moral pelajar menjadi indikasi jauhnya mereka dari ajaran agamanya. 

Viral sebuah video yang menayangkan sejumlah pelajar membully seorang nenek. Salah satu dari pelajar tersebut menendang nenek itu hingga terjungkal. Tanpa perasaan bersalah bahkan terkesan bahagia sejumlah pelajar tersebut berlalu sambil tertawa (CNN Indonesia, 20/11/22) Perlakuan tak beradab seorang pelajar pada seorang nenek menggambarkan betapa buruknya sikap pelajar tersebut pada orang yang lebih tua

Kasus bullying atau perundungan terjadi di berbagai tempat. Beberapa waktu lalu siswa SD kelas 2 di Malang Jawa Timur menjadi korban perundungan kakak kelasnya hingga mengalami koma (suarapurwokerto.id, 24/11/2022). Di Tasikmalaya seorang anak dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman-temannya yang berakhir tragis. Anak tersebut meninggal setelah mengalami depresi berat (suara.com, 23/07/2022). 

Sederet kasus perundungan di tanah air mencoreng wajah pendidikan. Bagaimana tidak, kasus bulliying ini sebagian besar terjadi di sekolah dan pelakunya adalah pelajar. Tanpa ada rasa empati para pelajar ini berbuat yang tidak senonoh bahkan menyakitkan hingga membawa korban pada kematian. Pelaku bulliying seperti kehilangan hati nurani ketika menyakiti korbannya. Tanpa rasa bersalah pelaku menyiksa korban, terkadang hingga diluar batas kemanusiaan. Jika kondisinya separah ini, orangtua mana yang tidak khawatir akan keselamatan anaknya?

Jika mencermati berbagai kasus bulliying yang marak terjadi nampak bahwa kasus ini bersifat sistemik. Bukan hanya terjadi karena satu sebab tapi multi sebab yang komplek. Maraknya bulliying di kalangan pelajar menggambarkan nihilnya nilai-nilai adab dan etika. Para pelajar inipun jauh dari norma agama, bahkan mereka asing terhadap ajaran agamanya. Pasalnya,  porsi  pelajaran agama di sekolah hanya sekedarnya, itupun hanya sebagai pengetahuan, tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor penyebab bulliying sebagian besar dari keluarga, seperti : anak menyaksikan dan merasakan kekerasan, orangtuanya bersifat permisif, kurang harmonisnya hubungan dengan orangtua, memiliki saudara kandung yang sering melakukan kekerasan fisik, namun ini semua adalah faktor pelengkap saja. Faktor utamanya adalah sistem pendidikan yang tidak mendorong  ketaatan pada Sang Khalik dan sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan.

Minimnya pengetahuan agama di masyarakat menjadi sebab kurangnya pemahaman agama pada anak. Orangtua tidak cukup ilmu untuk mendidik anak menjadi beradab. Anak-anak dibiarkan mencari jatidirinya sendiri tanpa arahan dari orangtua, muncullah sikap ingin berkuasa pada anak yang diaplikasikan dengan membully temannya. 

Sistem pendidikan saat ini pun memberi andil besar pada maraknya kasus bullying. Pasalnya, orientasi pendidikan hanya mencetak pelajar yang pintar ilmu-ilmu umum tanpa diimbangi dengan penguatan akidah. Jamak diketahui dunia pendidikan hanya mementingkan prestasi akademik dan berorientasi pada lapangan kerja dengan mengabaikan dimensi ruhiyah. Akibatnya fatal, pelajar-pelajar ini menjelma jadi monster yang tega menyakiti temannya sendiri. 

Pihak sekolahpun kurang serius menghadapi kasus ini. Buktinya, penyelesaian yang ditawarkan tidak menyentuh akar persoalan. Hanya sekedar menempel poster pencegahan perundungan tak akan mampu mencegah bulliying terjadi. Pun hanya sekedar memberi pengarahan tentang bulliying tak akan bisa menjamin kasus ini tidak terjadi lagi. 

Pada beberapa kasus, bullying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi. Jelas hal ini tidak memberi rasa keadilan kepada korban.  Bahkan ada kecenderungan Sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas.  Fakta ini jelas kontradiksi dengan program sekolah ramah anak.  Ketidak siapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus ini agar tidak muncul ke permukaan. Karena masalah ini bersifat sistemik maka butuh solusi sistemik pula agar kasus bulliying ini tidak terjadi lagi.

Semua yang terjadi hari ini adalah potret buruk sistem pendidikan Indonesia. Pendidikan sejatinya adalah ujung tombak untuk mencetak generasi cemerlang. Jika saat ini pendidikan tidak mampu membentuk karakter pelajar yang mulia, justru yang terjadi sebaliknya. Misal,  main kekerasan, saling umpat dengan kata-kata yang kotor, berani melawan guru dan tindakan tak beradab lainnya maka kualitas sistem pendidikan ini perlu dievaluasi. 

Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan Islam.  Selama belasan abad sistem ini sukses menghadirkan peradaban manusia yang gemilang. Ilmuwan-ilmuwan kelas dunia bermuculan pada peradaban ini. Ilmuwan yang mumpuni dibidangnya plus ketaatan yang luar biasa terhadap Sang Khalik. 

Sistem pendidikan seperti inilah yang patut menjadi cermin sistem pendidikan saat ini. Sistem pendidikan yang  menjadikan akidah sebagai landasan kurikulumnya. Akidah sebagai acuan pokok dalam menetapkan berbagai kebijakan pendidikan. Dengan kata lain semua kebijakan terkait pendidikan bermuara pada akidah Islam. Akidah inilah yang akan mengontrol pemangku kebijakan agar pendidikan berjalan sesuai harapan.

Namun sistem pendidikan Islam ini tidak bisa berdiri sendiri. Butuh support dari bidang-bidang lain dibawah kendali negara. Maka harus ada institusi yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan agar sistem pendidikan dapat mencetak siswa yang berkepribadian mulia. 
Jika sistem Pendidikan Islam menjadi pilihan maka masalah perundungan (bulliying) dapat dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Pendidik dan orangtua tak akan resah lagi akan keselamatan anaknya.

Wallahu a'lam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post