Oleh Yeni Werasari
(Aktivis Dakwah)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ada 241 anak yang terkena gagal ginjal akut misterius di Indonesia. Total pasien yang meninggal tercatat 133 kasus, tren peningkatan kasus melonjak sejak Agustus 2022. Ini ditemukan di 22 provinsi. (cnbcindonesia.com)
Kemenkes melakukan pengujian mulai awal September dengan pemeriksaan virus, bakteri dan parasit pada bayi yang mengalami gangguan ginjal. Akan tetapi tidak terbukti sepenuhnya. Sebagian besar obat-obatan diuji mengandung senyawa berbahaya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol butil ether. Zat-zat berbahaya ini disebut sebagai "cemaran" dari pelarut yang digunakan untuk obat. Senyawa kimia ini mampu membuat ginjal tidak berfungsi. Pasalnya, ketiga senyawa tersebut memicu asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal di dalam ginjal. Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, sudah meminta seluruh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan untuk sementara ini tidak meresepkan obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil tuntas. Pakar epidemiologi memandang situasi gangguan ginjal akut di Indonesia “sudah genting” dan “sangat serius”, sehingga perlu ditetapkan status kejadian luar biasa (KLB) gagal ginjal akut. (bbc.com)
Obat sirup yang dapat dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter menjadi pilihan banyak orang tua dalam menangani anaknya yang sakit. Menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, kenapa baru saat ini dilarang dan kenapa baru di tahun ini kasus gagal ginjal mencuat dengan indikasi penyebabnya adalah obat sirup anak. Padahal obat sirup sudah ada sejak lama dan sering digunakan di kalangan masyarakat Indonesia.
Jika penyebabnya kandungan ethylen glycol (EG) dan dhyethylen glycol (DEG) yang terdapat dalam obat sirup, mengapa bahan tersebut masih terus digunakan? Ternyata, alasannya bahan tersebut harganya lebih murah dibandingkan bahan lain yang lebih mahal dan aman. Masyarakat pun menginginkan harga murah dan cepat sembuh, tanpa memperhatikan komposisinya. Sehingga, hal tersebut dijadikan ladang bisnis oleh pemilik modal atau industri farmasi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Akhirnya, menggunakan senyawa berbahaya menjadi solusi.
Lalu, dimanakah peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)? Seharusnya, BPOM sebagai pemilik izin edar, tidak mengeluarkan izin terhadap obat yang mengandung zat berbahaya. Sesungguhnya, ini semua tidak serta merta hanya karena kelalaian individu masyarakat dan kelalaian BPOM. Namun, ini merupakan sebuah kelalaian negara dalam menjamin kesehatan rakyat. Juga merupakan kelalaian sistem, sehingga solusi mengganti bahan pun tidak akan menyelesaikan persoalan gagal ginjal akut ini.
Saat ini tidak ada jaminan kesehatan untuk rakyat. Negara tidak bertanggung jawab dengan kesehatan rakyat dan tidak menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Masyarakat dibiarkan berjuang sendiri untuk kehidupannya. Negara juga abai dengan urusan rakyat dan layanan kesehatan. Negara saat ini, tidak bertindak sebagai periayah (mengurus kesehatan) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Negara malah berperan sebagai industri jasa yang berorientasi pada keuntungan, begitu juga dalam bidang farmasi yang malah diindustrialisasi. Selain itu, tidak ada jaminan dari negara terhadap keamanan obat yang beredar di masyarakat.
Berbeda dengan Islam yang menjaga peredaran obat dengan ketat. Islam memandang kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan secara mudah dan murah bahkan gratis. Dalam Islam negara berperan sebagai pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat.
Dilihat dari sejarahnya, Islam memiliki pengaruh besar di bidang farmasi. Banyak para ilmuwan muslim di era kejayaan Islam, sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obatan sederhana dan campuran.
Pada masa kejayaan Abbasiyah, toko obat mulai bermunculan, tidak hanya di Baghdad, juga di kota kecil lainnya. Sedangkan, ahli farmasi membuka apotek sendiri, meracik dan membuat obat sendiri yang tetap mendapat pengawasan ketat oleh negara. Pengawasan dilakukan oleh pejabat atau badan pengawas obat untuk memeriksa seluruh apotek atau toko obat dengan mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan.
Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat dan sirup. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan.
Seperti itulah gambaran aturan Islam dalam mengawasi obat-obatan yang beredar di kalangan masyarakat. Dengan demikian, penting bagi kita untuk menjadikan standar halal dan haram dalam kehidupan melihat pada sumber terkuat Al-Qur'an dan As-sunah. Semua ini hanya bisa dilakukan jika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah, yang berasal dari Allah Swt. untuk mengatur kehidupannya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment