PEMUDA DITENGAH ARUS GLOBALISASI DI SISTEM KAPITALISME


Oleh : Ummu Syuhada
Aktivis muslimah ngaji

Tragedi baru saja terjadi di korea selatan tepatnya di Itaewon. Itaewon sendiri merupakan sebuah gang kecil yang menyajikan banyak restoran dari berbagai manca negara yang dibuka oleh imigran asing seperti india, indonesia, timur tengah, thailand dan meksiko. pesta halloween yang ada di itaewon sendiri bukan sebuah hal baru bagi masyarakat setempat atau bahkan turis manca negara. Tapi kejadian kemarin yang membuat banyak korban jiwa mungkin baru terjadi pada tahun ini. Dikarenakan membludaknya pengunjung yang sepuluh kali lebih banyak dari biasanya.

Korban tewas akibat tragedi Perayaan Halloween di kawasan Itaewon, Korea Selatan sebanyak 155 orang, 30 orang masih dalam kondisi serius, sementara 122 lainnya mengalami luka ringan (Cnnindonesia.com; 01/10/2022). Dalam acara Halloween di Itaewon pada tanggal 29 Oktober 2022. Sebanyak 100.000 pengunjung berdesakan dalam gang sempit merupakan penyebab utama menyebabkan banyak makan korban. Sebelumnya juga terjadi tragedi yang banyak memakan korban jiwa. Tragedi kanjuruhan Malang, Jawa Timur, terjadi pada 1 Oktober 2022 usai laga Arema FC dengan Persebaya. Jumlah total korban 754 orang, 132 di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Sedangkan sisanya luka berat dan sedang hingga ringan (cnnindonesia.com; 13/10/2022).

Dari dua kejadian di atas jika kita amati korban jiwa paling banyak dari kalangan pemuda. Pemuda pada saat ini terlena akan dunia, bahkan mereka memiliki semboyan " Muda Foya-Foya, Tua Kaya Raya, Mati Masuk Surga", mimpi...! Itulah yang kita katakan pada pemuda kondisi saat ini. Hiruk pikuk kehidupan dunia sering membuat manusia terlena. Terlena bahwa dunia adalah fana. Mereka merasa takut dengan berbagai ketertinggalan, saat melihat perubahan dunia yang begitu cepat, sekejap mata. Layaknya pemeo “anak kecil bisa apa!’ membayang-bayangi setiap jejak harinya. Akibatnya, generasi rebahan ini, lebih suka menghabiskan waktu tik-tokan, nonton drakor, nge-prank sana-sini, tanpa pernah menyadari bahwa dunia sedang nge-prank mereka agar hancur tak bersisa.

⁣Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia (Ir. Soekarno). Rupanya potensi pemuda tidaklah sembarangan. Dari ungkapan tersebut menunjukkan bahwa pemuda memiliki kekuatan sebagai agen perubahan (agent of change). Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas para pemudanya. Apakah bangsa ini akan semakin maju atau mundur, semua itu tergantung mereka. Perkataan Bung Karno tersebut sangat menginspirasi dan memperkuat optimisme bahwa pemuda menjadi titik balik untuk kemajuan suatu negara. Namun sayangnya, saat ini kondisi pemuda di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Bahkan di ujung keterpurukan. Berbagai masalah melanda pemuda saat ini, tak terkecuali pemuda Islam. Tawuran, narkoba, free sex hingga kriminilitas kian menjangkiti mereka. 

Derasnya arus globalisasi hari ini, memaksa orang tua harus ekstra waspada. Budaya Barat terus memborbardir pemikiran generasi muda dari berbagai arah dan dengan berbagai bentuk. Bahkan banyak dana yang digelontorkan untuk memuluskan program-program mereka. Ini bukti, bahwa budaya Barat yang merusak ini, sengaja di aruskan dan pemuda muslim lah yang menjadi sasarannya. Tentu saja, kiprah pemuda saat ini tidak bisa dipisahkan dari arus pembangunan global dan lokal negara. Ibarat ikan, tidak bisa dipisahkan dari kondisi air yang menjadi habitatnya. Jika kita lihat lebih dekat, kepemimpinan pemuda saat ini masih sewarna dengan arus globalisasi. Globalisasi menurut Dr. Mansor Fakih dalam bukunya, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, adalah pembangunan yang ditandai pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi dari berbagai perusahaan transnasional.

Globalisasi adalah neokolonialisme yang diciptakan kapitalisme untuk menjajah dunia, terutama negeri-negeri Islam pasca-Perang Dunia II. Prinsip ekonomi kapitalisme dengan modal sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya telah membuat para kapitalis (pemilik modal) berusaha mencari bahan baku industri dan tenaga kerja termurah, serta menciptakan pasar yang besar dan dinamis. Pemuda menjadi produktivitas kapitalisme dengan liberalisasinya justru tidak memproteksi millennials dari pergerakan yang salah. Kecanduan narkotika, minuman keras, seks bebas, aborsi, kriminalitas dan bunuh diri menjadi satu paket kesedihan potret pemuda saat ini. Circle kebobrokan dan kehinaan menjadi putaran gerak keseharian generasi hari ini. Dalam mewujudkan ambisinya, para kapitalis telah membeli penguasa-penguasa di dunia ketiga yang mayoritas negeri-negeri muslim untuk membuat kebijakan yang melegalkan perampokan SDA dan menguasai SDM sebagai tenaga kerja murah. 

Langkah penjajahan ekonomi selalu disertai upaya pelemahan politik dan ideologi rakyat suatu negara. Dengan skema penjajahan baru inilah, pemuda diposisikan oleh tata dunia kapitalisme sebagai aset untuk mendukung agendanya, yakni mengukuhkan tatanan kapitalisme global di bawah narasi pembangunan dan globalisasi. Arah kepemimpinan pemuda dipandu untuk menguatkan agenda ekonomi dan politik kapitalisme. Pendidikan yang materialistik dan arus moderasi beragama menjauhkan para penerus jauh dari tujuan hidup yang lurus. Pemahaman kebebasan ala sekuler menghasilkan individu-individu hedonis dan permisif. Kekosongan jiwa jauh dari agama nyatanya tidak membuat para Gen Z bisa menghadapi kenyataan bahwa kekayaan harta bukan kebahagiaan yang hakiki. Melenakan mereka dalam pusaran kapital yang sesaat. Liberalisme sekuler mencengkeram mereka dalam kemiskinan jiwa dan pragmatisme berpikir.

Apalagi rezim yang anti terhadap bendera laa ilaha illallah dengan melabeli sebagai bendera organisasi radikal. Good looking sebagai salah satu ciri radikal di rezim saat ini. Mereka yang ada di barisan radikal adalah mereka yang menentang kapitalisme.  Dan ini terus berlanjut, di saat Kapitalisme menghegomini dunia dengan dimotori oleh Amerika Serikat (AS), radikalisme merujuk pada orang-orang yang ‘berjihad’ atas nama agama. Agama apa yang dimaksud, tak lain adalah Islam. 
Kebencian Barat terhadap islam tak lepas dari sejarah panjang kegagalan Barat menghadapi kekuasaan islam di masa lalu. Kebencian itu tak bisa mereka sembunyikan, hingga mulut mereka pun tak kuasa menahannya. Salah satunya yang tampak dari ungkapan Toni Blair, PM Inggris-sekutu AS, menyatakan bahwa ideologi Islam sebagai ‘ideologi setan’ (evil ideology). Dalam pidatonya pada Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris, Blair menjelaskan ciri ideologi setan, yaitu: 
(1) Menolak legitimasi Israel; 
(2) Memiliki pemikiran bahwa syariah adalah dasar hukum Islam; 
(3) Kaum Muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khilafah; 
(4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat.

Oleh karenanya berbagai upaya mereka kerahkan untuk menunda munculnya kekuatan islam ini. Mulai seruan ‘Global War on Terorism’  yang didengungkan oleh Bush. Namun seruan ini dirasa kurang efektif karena hanya menyasar pelaku teror yang melakukan tindak kekerasan saja. Lebih dari itu, terminologi “terorisme” yang didagangkan Barat di Dunia Islam, termasuk strategi dan pendekatan “hard power” yang selama ini mereka kedepankan, justru memunculkan kemarahan dan perlawanan masyarakat.
Di masa Trumph, seruan pun berubah menjadi  ‘Global War on Racalism”. Dengan seruan ini, Barat lebih leluasa menyasar kekuatan islam. Dengan  perang terhadap radikalisme, membuat mereka mudah menyentuh pengusung ideologi Islam yang bercita-cita menegakkan Khilafah Islam yang akan menjadi lawan serius Barat dengan ideologi Kapitalismenya, yang melakukan perjuangan intelektual tanpa kekerasan. Dengan isu radikalisme ini, selanjutnya mereka memainkan proyek deradikalisasi. Ini adalah upaya untuk mengubah cara pandang dan sikap orang atau kelompok yang memiliki ciri radikal sebagaimana yang mereka definisikan sendiri, menjadi orang atau kelompok yang lunak, toleran, pluralis, moderat dan liberal.

Moderasi beragama yang hari ini tengah diaruskan oleh pemerintah di berbagai lini, tak bisa dilepaskan dari upaya deradikalisasi, yang merupakan agenda Barat. Barat sangat memahami bahwa kekuatan sebuah peradaban bertumpu pada kaum mudanya. Merekalah yang kelak akan melanjutkan estafet kepemimpin. Oleh karenanya untuk mencegah kembalinya peradaban islam, mereka berupaya menjauhkan pemuda muslim dari nilai-nilai dan ajaran islam.
Oleh karenanya, banyak program moderasi beragama sebagai upaya deradikalisasi  di kalangan kaum muda diaruskan melalui dunia pendidikan.

Cegah Kebangkitan, Kokohkan Hegemoni Kapitalisme Sekali lagi, moderasi islam adalah upaya Barat melemahkan kaum  muslimin  dengan cara menjauhkan mereka dari pemahaman islam yang lurus dan benar. Masuknya Hadlarah barat ditengah tengah negri muslim semakin genjar dilakukan, para rezim penguasa menyabutnya dengan tangan terbuka. Para pemuda yang menjadi pengikut dan penggeliat hadlarah barat menganggap suatu tren atau fenomena yang membanggakan. Apabila tren ini jika tidak diikuti mereka anggap itu kuno, kampungan, kamseupay.  Sungguh miris membayangkan para pemuda, generasi calon pemimpin umat ini jauh dari nilai-nilai Islam dan tak mengenal ajaran islam. Mereka akan menjadi generasi berkarakter moderat, yaitu inklusif, toleran dan sekuler. Generasi inklusif, generasi yang tak mau atau enggan menampakkan keislamannya karena tak ingin  dianggap beda dengan lingkungan sekitarnya. Generasi moderat akan sangat  toleran terhadap kemaksiatan.  Bersikap tak peduli dengan  kerusakaan dan kemaksiatan  di sekitarnya. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang individualis dan minimalis. Padahal karakter seorang muslim yang dituntut islam adalah peka ketika melihat kemaksiatan.

Islam memberi solusi

Sebagaimana yang tertuang dalam HR. Muslim.  

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

Artinya: "Jika diantara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya gunakanlah lisanmu, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah -lemahnya iman".

Dalam sistem seperti ini, fungsi keluarga, masyarakat, dan negara benar-benar mandul. Strukturnya rapuh karena tidak tegak di atas landasan takwa. Terlebih urusan moral tidak jadi urusan negara. Bahkan, negara menjadi produsen kerusakan dengan penerapan aturan yang bukan dari Islam. Lalu pada saat yang sama justru melakukan “perang” terhadap semua ikhtiar untuk mengembalikan Islam dalam kehidupan dengan menstigmanya sebagai gerakan radikal. Dalam situasi ini, keluarga atau orang tua pun tidak lagi mampu berfungsi sebagai madrasah dan benteng pertama bagi anak-anaknya. Keluarga larut dalam problem ekonomi dan relasi yang jauh dari ideal dan harmoni. Sementara itu, masyarakat menjadi rimba raya yang merusak fitrah kebaikan generasi mudanya.

Dalam membentuk generasi unggul, saleh, dan berakhlakul karimah memang diperlukan support besar dari negara. Islam mengamanahkan pembentukan kepribadian generasi kepada negara melalui pendidikan. Dalam Islam, negara harus mempunyai visi dan misi yang sahih dalam dunia pendidikan. Visi misi yang tidak hanya menyangkut keduniawian dan bersifat individualis. Tapi visi misi ilahiah yang bermanfaat bagi umat guna menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Walhasil, anak-anak dan remaja pun tumbuh dalam habitat yang jauh dari harapan. Ketahanan ideologi mereka lemah, selemah ketahanan ideologi keluarga, masyarakat, dan negara. Wajar jika negeri sebesar dan sekaya seperti Indonesia ini mudah dijajah dan didikte negara-negara lainnya. Sumber dayanya dikuras, manusianya diperbudak demi kepentingan kapitalisme global.

Harus disadari pula bahwa remaja, khususnya remaja muslim, mereka adalah kunci dalam membangun peradaban sebagaimana generasi terdahulu pada masa kejayaan Islam.
Oleh karena itu, agar remaja menyadari perannya tersebut, mereka harus dibangkitkan. Hingga mereka menyadari bahwa dirinya adalah kunci keberhasilan untuk kemenangan membangun peradaban Islam tersebut. Jangan sampai potensi besar remaja muslim terkubur akibat kesalahan mereka dalam memilih peran dalam kancah kehidupan.

Para remaja perlu merenungkan hadis Rasulullah saw. berikut, 
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ.

Artinya: " Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanyai tentang umurnya kemana dihabiskan, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya bagaimana diperolehnya dan kemana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakan" (HR. Tirmidzi).

Sudah saatnya pemuda muslim bangkit memahami jati diri dan peran pentingnya dalam menjaga Islam dan kebangkitan Islam. Pemuda dan pemudi muslim saat ini adalah harapan umat di masa yang akan datang karena mereka adalah calon pemimpin di masa depan. Di masa depan, para pemuda inilah yang harus meneruskan estafet perjuangan untuk meninggikan kalimat Allah. Mereka harus menjaga diri agar selalu berada di jalan yang benar dan menjadi pembela Islam di masa depan. Pemuda harus disiapkan untuk memperjuangkan tegaknya sistem Islam secara kaffah dan menjadi pengisi peradaban gemilang.

Untuk tugas mulia tersebut tentulah tidak mudah. Dibutuhkan pemuda-pemudi istimewa yang berkepribadian Islam. Dan juga selalu memiliki kesadaran bahwa mereka senantiasa diawasi oleh Allah, sehingga menjauhkan dirinya dari segala perbuatan yang dilarang oleh Allah. Kesadaran seperti ini akan melahirkan keistiqomahan dalam berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan, menjadi kebanggaan tersendiri ketika harus tampil beda dengan teman-teman seusinya. Sebuah kebanggaan seorang muslim yang ber-Islam Kaffah. 
Bagaimana tidak bangga dengan Imam Syafii (150 H-204 H), ahli Fiqih, hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun. Belum lagi Imam Hambali (164 H-241 H), ahli Hadis dan Fiqih, karyanya adalah Musnad  Ahmad Hambali. Beliau memeriksa 750.000 hadis dan memilih yang Shahih 40.000. Ada lagi Ibnu Sina/Avecenna (908-1037M), pakar kedokteran, pakar ilmu pemerintahan, filsafat, astronomi, dan matematika. 

Selain itu, pemuda muslim masa depan juga harus tumbuh bersama dengan teman-teman yang saleh, yaitu teman-teman yang memiliki budaya mulia saling nasihat-menasihati dalam ketakwaan dan saling menguatkan dalam kesabaran. Bersama merekalah para pemuda-pemudi kita akan  saling menguatkan dalam langkah perjuangan meraih kejayaan Islam kembali. Mampu bersinergi dalam barisan yang kokoh tentu akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi kebangkitan umat. Mereka bisa mewujudkan predikat sebagai umat terbaik (khairu ummah) yang dilahirkan untuk manusia. 

Rasulullah Saw. telah mengingatkan manusia, 

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah tali Allah yang kokoh, dialah cahaya yang nyata, ia juga obat yang bermanfaat, pencegah dosa bagi siapa pun yang berpegang teguh kepadanya, dan kemenangan bagi siapa saja yang mengikutinya” (HR Hakim).

Sudah berabad lamanya umat ini mengalami kehinaan. Saatnya mengembalikan mereka menuju kemuliaannya. Memang bukanlah pekerjaan mudah. Betapa tidak, posisi umat hari ini ibarat sudah jatuh di lumpur, ditimbuni pula oleh sampah berupa nilai-nilai dan paham kapitalisme yang rusak. Walhasil dakwah di tengah umat menuntut  menjadikan islam sebagai naar dan nuur. Naar (api) yang membakar pemikiran-pemikiran kapitalisme yang rusak dan nuur (cahaya) yang menjadikan islam sebagai solusi, penerang jawaban atas persoalan yang menghimpit umat. Maka dari itu, mari ajak pemuda-pemudi kita untuk berada di barisan terdepan dalam jamaah dakwah. Marilah pererat genggaman kita pada tali Allah yang kokoh. Karena di pundak pemuda islam akan kembali jaya.
Wallahu’alam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post