Panggung Hiburan Bergoyang, Kemaksiatan Bebas Melenggang



Oleh Sumiyah Umi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik

Pertunjukan musik yang hingar-bingar masih menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia. Suara biduan yang merdu mendayu-dayu seolah membius para penggemarnya. Alunan musiknya melenakan jiwa, membuat para penonton turut berdendang dan bergoyang ria. Pengunjung yang mayoritas adalah generasi muda, rela mengorbankan harta dan waktu luang mereka, demi tercapainya hasrat dan kesenangan semu belaka.

Antusiasme masyarakat begitu tinggi, saat menyaksikan konser musik "Berdendang Bergoyang" yang mulai diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Jum'at, 28 Oktober 2022. Tidak heran jika jumlah pengunjung yang datang ke tempat itu mencapai over kapasitas. Akibatnya, acara ini terpaksa dihentikan oleh pihak kepolisian, pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022. Panitia penyelenggara pun diperiksa, selain karena over kapasitas, juga disinyalir adanya indikasi beredarnya minuman keras dalam konser tersebut. (tvonenews.com, Minggu, 30/10/2022).

Kepala Resort Jakarta Pusat, Komisaris Besar Komaruddin, mengatakan, "Kegiatan hiburan ini dihentikan karena membahayakan penonton". Menurutnya, panitia hanya mengantongi izin untuk tiga ribu pengunjung. Namun menurut data online, yang terjual mencapai 27 ribu tiket.  Adapun jumlah pengunjung di hari kedua diduga mencapai 21 ribu orang, sehingga banyak yang pinsan akibat berdesak-desakan. Ironisnya, dari jumlah pengunjung yang membludak itu, panitia hanya menyediakan satu tenda kesehatan. (beritasatu.com, Jum'at, 4/11/2022).

Menyaksikan fakta miris ini, banyak pihak yang memberikan pandangannya. Terkait jumlah pengunjung yang over kapasitas, maupun terkait dengan perizinan konser itu sendiri. Beberapa pihak menuding bahwa pemerintah dianggap lamban dalam mengantisipasi kejadian ini. Pasalnya, setelah muncul kekacauan di lapangan, pihak kepolisian baru berusaha menghentikan jalannya konser. Masyarakat beranggapan bahwa semestinya pemerintah dapat mencegah terjadinya peristiwa ini, dengan cara melakukan mitigasi acara.

Dari segi perizinan tempat, pemerintah juga dinilai kurang adil dan tidak transparan. Untuk acara hiburan musik yang identik berbalut kemaksiatan, pemerintah terkesan longgar dalam memberikan perizinannya. Sedangkan untuk kegiatan rohani, seperti acara pengajian dan sejenisnya, pemerintah tampak "pelit". Lihatlah bagaimana pemerintah melarang penyelenggaraan acara "Hijrah Fest" di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Padahal, acara ini merupakan kegiatan positif, yang bertujuan untuk mengajak umat kembali kepada Islam. Pertanyaannya, ada apa dengan pemerintah kita?

Sudah menjadi rahasia umum, konser musik dengan goyangan erotis yang diperagakan di muka umum, dengan balutan busana yang transparan, jelas melenggangkan kemaksiatan. Kegiatan semacam ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, di dalamnya mengandung unsur "ikhtilat", yaitu bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara bercampur-baur dan terjadi interaksi diantara mereka. Dasar hukum ikhtilat adalah haram. Allah SWT telah menjelaskan di dalam Al-Qur'an dan As-sunah, bahwasanya kehidupan laki-laki dan perempuan itu terpisah (infishal).

Rasulullah Saw sebagai pemimpin umat, telah mencontohkan bagaimana interaksi yang benar antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Meskipun ada juga ikhtilat yang diperbolehkan dalam Islam. Contohnya yaitu aktivitas jual beli, belajar mengajar, pengobatan, ibadah haji, dan lain sebagainya. Namun, meskipun diperbolehkan, tetapi tetap harus memenuhi adab-adab dalam pergaulan dan tidak boleh melanggar aturan syarak. Diantaranya yaitu ; harus menutup aurat, menjaga pandangan (ghaddul bashar), dapat menjaga sikap ketika berbicara, tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada lawan jenis (bukan mahramnya), tidak bertabarruj, dan lain-lain. Agama Islam terbukti sangat memuliakan manusia, laki-laki dan perempuan, tua dan muda.

Begitu pentingnya menjaga adab dan pergaulan dalam Islam, sehingga Rasulullah Saw menganjurkan untuk memberikan pintu khusus bagi para wanita ketika di Masjid.
Sabda Rasulullah Saw,
"Hendaknya kita khususkan pintu masjid ini untuk wanita, Nabi berkata, " Maka Ibnu Umar tidak pernah masuk lewat pintu itu hingga wafat." (H.R. Abu Dawud).

Makna hadis tersebut adalah bahwasanya kaum laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dilarang beraktivitas dengan cara berbaur. Agar tidak terjadi pelanggaran terhadap syara, seperti, berbicara dan bersentuhan (berdesak-desakan). Meskipun berada di dalam masjid sekalipun, umat Muslim harus selalu menjaga diri, agar tidak terjadi ikhtilat.
 
Lantas, apakah yang kita saksikan saat melihat pertunjukan atau konser musik? Apakah mereka dapat menghindarkan diri dari perbuatan ikhtilat? Jawabannya tentu saja tidak. Apalagi jika kita menggali terkait dengan dalil tentang hukum mendengarkan musik atau nyanyian itu sendiri. Sebagian ulama menghukuminya haram. Meskipun, jumhur ulama berpendapat bahwa mendengarkan musik itu hukumnya mubah (boleh). Sedangkan menurut dalil qiyas dan dalil nash, mendengar suara musik atau nyanyian boleh, tetapi khusus pada peringatan Hari Raya, pernikahan, walimah, khitanan, acara menyambut tamu, dan acara yang mengandung kemaslahatan lainnya.

Sedangkan musik yang di dalamnya mengandung unsur ikhtilat, pornografi dan pornoaksi, jelas terlarang di dalam Islam. Apalagi konser musik semacam ini seringkali dimanfaatkan sebagai ajang pesta minuman keras, seks bebas, perzinaan, perkelahian antar penonton, dan berbagai jenis kemaksiatan lainnya. Mudharatnya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Seharusnya pemerintah kita tidak gegabah dalam memberikan perizinan untuk kegiatan yang unfaedah seperti ini. Sebab, hal ini menyangkut aspek sosial di tengah masyarakat.

Tugas pemerintah atau negara salah satunya adalah mendidik dan membangun generasi muda yang berkualitas. Bukan generasi muda bermental"pembebek", yang selalu mengikuti trend atau gaya hidup ala barat. Hidup dengan gayanya yang suka berfoya-foya, hura-hura, hedonis, menjadikan musik sebagai bagian penting hidupnya. Padahal, generasi muda Indonesia sudah selayaknya bangkit, menjadi tunas atau calon pemimpin peradaban dunia. Menjadi generasi muda yang tangguh dan mandiri, serta berkepribadian Islami, yang taat kepada syari'at Illahi.

Sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan di negeri ini terbukti gagal total, dalam membangun karakter generasi mudanya. Negara dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat. Pembangunan dalam sistem kapitalisme hanya terfokus pada pembangunan fisik semata. Padahal, keberhasilan dalam membangun generasi muda yang berkualitas, merupakan pilar tegaknya peradaban manusia.

Hanya sistem pemerintahan Islam (khilafah) yang mampu mewujudkan generasi muda yang cemerlang, dengan menerapkan pola (metode) pendidikan Islam. Sebuah lembaga pendidikan yang berorientasi untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Karena sistem pendidikan Islam bersumber dari kitabullah dan As-sunah. Dalam Islam, generasi muda akan mendapatkan pembinaan secara intensif. Agar mereka memiliki syakhiyyah dan aqliyah Islam, jauh dari penyimpangan terhadap hukum syariat. Sehingga, generasi muda tidak akan mudah terbius oleh tontonan atau hiburan yang terselubung kemaksiatan.
Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post