MENGUATKAN JATI DIRI ISLAM


Oleh : Risye
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

Perasaan khawatir, takut bahkan trauma saat ini sedang dialami oleh sekelompok  sekuler anti Islam, meski Pilpres masih jauh akan tetapi perasaan itu tetap ada karena melihat dari kasus kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu. Kekhawatiran yang mendalam kala itu sangat berbekas dihati mereka. Mereka sangat merasa ketakutan sekali, jagoan yang mereka andalkan akan mengalami kekalahan lagi di Pilpres 2024 yang akan datang. 

Kekhawatiran yang mendalam menyebabkan mereka akan melakukan segala hal demi terwujudnya impian mereka. Namun, kelompok islam jangan sampai terjebak dalam permainannya yaitu dengan menggunakan "permainan istilah".mengapa demikian, karena alasan yang pertama yaitu pada setiap menjelang pilkada mereka sering menggunakan "politik identitas" atau melakukan "politisasi agama". Pada faktanya para calon yang mereka dukung yang berasal dari kalangan radikal-sekuler anti islam, bahkan dari kalangan non-muslim (kasus Ahok). Namun pada setiap menjelang pilpres/pilkada calon-calon yang mereka dukung mendadak menjadi islami. Contohnya yang tidak biasa memakai sarung tiba-tiba memakai sarung dan peci,yang tidak berkerudung tiba-tiba memakai kerudung, berkunjung kepesantren pesantren dan bahkan  bersilaturahmi dengan para ulama dan Kiai. Hingga ibadah ritual pun mereka upload ke medsos seakan-akan memperlihatkan bahwa mereka itu manusia yang memiliki kepribadian yang shalih. Padahal faktanya tidak sesuai dengan apa yang terlihat, ada yang diduga terlibat korupsi, suka nonton bokep, zalim terhadap rakyat kecil dll. 

Kedua, supaya umat islam dalam memilih pemimpin tidak berdasarkan atau menggunakan kaca mata islam, ini didasari pada kekalahan Ahok dalam pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu, umat sangat terpengaruh oleh fatwa ulama yaitu"haran memilih pemimpin kafir".Tidak hanya itu juga tudingan mereka memiliki tujuan supaya umat islam meninggalkan seluruh identitas keislaman mereka.

Padahal sudah sangat jelas di dalam Al-Quran Allah Swt telah memerintahkan hambanya supaya memeluk Islam dengan kaffah dalam seluruh aspek kehidupan:
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kedalam islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagi kalian (QS. Al-Baqarah[2]:208).

Ketika Allah SWT menjelaskan kepada umat manusia, baik Mukmin,  kafir maupun munafik, maka Dia (seolah) berfirman: jadilah kalian dalam satu agama,  berhimpunlah kalian dalam Islam, dan berpegang teguhlah dengannya. Dalam penjelasannya yang disampaikan oleh Imam al-Qurthubi di dalam kitab tafsirnya, Al-jaami'li Ahkaam al-Quran.
Keterangan dari ayat tersebut yaitu bahwa semua manusia diharuskan memeluk Islam secara keseluruhan. (QS al-baqarah <2>:85).

Dari keterangan di atas tentu sudah jelas, ketika seorang muslim meninggalkan identitas Islam dalam hal apa pun maka hukumnya haram. Jati diri Islam harus di pegang teguh oleh seluruh umat muslim dalam setiap aspek kehidupan. Dari hal ibadah,  ekonomi,  sosial,  politik, pendidikan sampai kepada pemerintahan.
 
Menurut Al'Allamah al-Qadhi Syaikh Muhammad Taqiyyudin an-Nabhani, Arti dari politik adalah mengurusi urusan umat di dalam dan luar negeri. Hal itu dilakukan oleh negara dan umat. Negaralah yang melaksanakan pengurusan ini secara langsung, sedangkan umatlah mengoreksi negara(An-Nabhani, Mafaahim as-Siyaasah, hlm. 5).

Mengurusi umat dilakukan oleh negara  dengan cara menerapkan ideologi Islam atau menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh  aspek kehidupan. Sedangkan tugas umat yaitu mengoreksi negara jika terjadi penyimpangan, adapun tugas mengurusi umat di luar negeri yaitu dengan menyebarkan dan mengembangkan ideologi Islam ke luar negeri dan hukumnya wajib. Menerapkan Islam secara kaffah baik oleh negara maupun umat. Itulah yang dinamakan politik Islam. 

Oleh karena itu setiap politisi muslim wajib menguasai fiqih Islam dengan baik dan benar. Karena jika tidak menguasai fiqih Islam, ia tidak akan bisa mengurusi urusan umat dengan baik dan benar. Fiqih dan politik dalam pandangan Islam tidak bisa dipisahkan.

Fiqih adalah solusinya, sedangkan politik adalah cara bagaimana mengimplementasikan fiqih tersebut di dalam kehidupan. Karena itu berpolitik dengan merujuk pada fiqih atau syariah Islam itu hukumnya fardhu seperti sholat, puasa,  zakat,  haji dan jihad,  sama -sama wajib dan tidak boleh dibeda-bedakan. Dengan demikian fiqih Islam akan melekat dengan politik dan tidak bisa dipisahkan,  begitu pun sebaliknya jika umat Islam tidak menggunakan fiqih atau syariah Islam maka identitas islamnya tidak akan jelas. 

Allah SWT dalam firman-Nya. (QS an-Nisa <4>:143)
Mereka orang-orang munafik dalam keadaan ragu di antara yang demikian (iman atau kafir). Tidak termasuk golongan (orang beriman) ini dan tidak (pula) golongan (orang kafir) itu. Siapa saja yang dibiarkan oleh Allah (karena tidak mengikuti tuntunan-Nya dan memilih kesesatan),  kamu tidak akan menemukan jalan( untuk memberi petunjuk)  bagi dirinya. 

Kesimpulannya, bahwa seorang muslim tidak boleh meninggalkan syariah islam sebagai identitasnya dalam berpolitik apapun alasannya,  sebaliknya umat muslim harus selalu terikat dengan syariah islam disegala aspek kehidupan. 

Sudah saatnya umat islam saat ini  bangkit dan memperlihatkan jati diri keislamannya, tidak perlu ragu dan khawatir apalagi dengan menyembunyikannya.  Karena sikap khawatir ini memang sengaja di buat oleh kelompok radikal sekuler anti islam supaya syariah islam di negeri ini yang mayoritas muslim menjadi redup bahkan mati.

Allah SWT telah berfirman:
Janganlah kalian mencampuradukan kebenaran dan kebhatilan. Jangan pula kalian menyembunyikan kebenaran, padahal kalian tahu (QS al-Baqarah <2>:42)

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post