Masyarakat Individualis, Buah dari Sekularisme


Oleh Hasna f.kh
Pegawai Swasta

Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan berita satu keluarga yang ditemukan tewas membusuk di rumahnya,  di Citra Garden 1 Extension Kalideres, Jakarta Barat. Kejadian ini sungguh menyimpan misteri. Karena hasil pemeriksaan dokter forensik mengatakan bahwa keempat orang yang tewas itu sudah lama tidak mendapat asupan makanan maupun minuman. Hal ini bisa terlihat dari otot-ototnya yang sudah mengecil. Kesimpulan awal bahwa keempat orang tersebut mengalami kelaparan.

Namun, dugaan ini masih perlu penyelidikan lebih lanjut. Sebab menurut keterangan warga dan sanak saudaranya, tidak mungkin keluarga tersebut mengalami kekurangan hingga mati kelaparan. Menurut mereka, ekonomi keluarga ini tergolong mampu. 
Hal ini berbeda dengan  keterangan Asiung, ketua RT setempat, korban menunggak tagihan listrik pada Agustus 2022. Ia pun sempat mengingatkan Dian agar segera membayar tagihan listriknya bulan Oktober lalu, sesuai permintaan PLN (Kompas.com).

Penyelidikan pun masih membawa teka-teki, karena meskipun keluarga sudah tinggal selama 20 tahun lebih namun mereka tertutup dengan warga sekitar. Saking tertutupnya kematian itu baru terungkap setelah tiga minggu tatkala warga sekitar mencium bau busuk di rumah tersebut. 

Kejadian ini sungguh tragis, pola hubungan antara tetangga dalam  kehidupan perumahan modern cenderung individualistis, tidak ada kepedulian dan hubungan sosial kemanusiaan. Pola seperti ini dipengaruhi oleh cara pandang sekularisme kapitalisme yang rusak dan merusak. Sekularisme membuat aturan agama dijauhkan  dalam kehidupan bermasyarakat. Kapitalisme menganggap masyarakat terdiri dari individu-individu saja. Jika urusan individu selesai maka masyarakat akan sejahtera dan bahagia. Jadi titik fokus perhatiannya hanya pada kepentingan individu-individu. Sementara negara bekerja untuk kepentingan individu.

Alhasil, kehidupan yang jauh dari agama membentuk masyarakat yang miskin iman. Pilihan-pilihan hanya mengedepankan rasa kenyamanan diri sendiri. Sifat masyarakat ini diperkuat oleh peran negara yang membiarkan model pembangunan perumahan kapitalistik yang cenderung ekslusif, mengedepankan teknologi. Namun hal ini akan mengikis hubungan sosial dan nilai-nilai humanisme.

Dalam Islam, perkara bertentangga dan bermasyarakat bukan dipandang sebagai interaksi sosial, tempat dimana manusia berkumpul satu dengan yang lain saja. Karena sesungguhnya masyarakat secara umum terdiri dari kumpulan manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama.

Berbeda dalam Islam. Pemikiran, perasaan, dan peraturan masyarakat dalam negara khilafah akan terikat dengan syariat Islam. Karenanya bertentangga dalam Islam dikaitkan dengan keimanan yaitu dengan memahami hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh individu-individu tersebut. Seperti tidak menyakiti, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan, menolong dan bersedekah kepadanya jika dia termasuk golongan yang kurang mampu, menutup kekurangannya dan  menasihatinya agar bertaubat dan bertakwa kepada Allah Swt. serta saling berbagi dengan tetangga. Syariat ini tidak hanya dipahami oleh individu dan masyarakat, namun juga negara.

Maka, khilafah sebagai institusi pengurus umat akan menetapkan kebijakan terkait tata letak dan bangunan perumahan. Dengan demikian terbukti bahwa hanya dalam naungan khilafah, hubungan sosial kemasyarakatan dapat terjalin dengan baik bahkan meski berbeda keyakinan. Mari, berjuang memahamkan umat, bahwa Islam kafah dalam naungan khilafah yang bisa mewujudkan sebuah masyarakat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post