Aktivis Dakwah
Pinjaman uang berbasis aplikasi masih marak di tengah-tengah masyarakat. Pinjaman online (pinjol) bagi sebagian masyarakat diibaratkan sebagai oase di tengah himpitan ekonomi yang semakin berat. Sayangnya pinjol ini bukannya menjadi oase malah semakin membuat masyarakat terjebak dalam berbagai kesulitan.
Seperti yang dialami seorang ibu rumah tangga di Wonogiri beberapa waktu lalu menjadi korban teror pinjol yang memilih bunuh diri karena tidak mampu membayar utang-utangnya. Itu salah satunya. Ternyata, korban pinjol beraneka ragam, tak hanya ibu rumah tangga tapi juga menyasar kalangan mahasiswa.
Ratusan mahasiswa di IPB terjerat pinjol hingga miliaran rupiah. Modus baru penipuan berkedok kerja sama usaha penjualan online dengan menawarkan komisi sepuluh persen per transaksi pun membuat para mahasiswa tertarik. Pelaku mengarahkan para mahasiswa untuk meminjam uang di aplikasi pinjol sebagai modal untuk ikut dalam investasi onlinenya. Bukannya mendapatkan keuntungan yang besar, para mahasiswa ini malah mendapatkan bunga pinjaman dari pinjol yang semakin membengkak.
Diperparah ketika modal yang sudah disetor ke pelaku penipuan ini tidak bisa ditarik kembali. Alhasil para mahasiswa harus mengembalikan pinjaman beserta bunganya ke aplikasi pinjol. Yang lebih mengerikan bahwa para debt collector melakukan penagihan kepada mahasiswa hingga ke kampus.
Mengapa para mahasiswa ini bisa terjerat pinjol? Ternyata, kemudahan mendapatkan uang dengan cara meminjam adalah cara yang cepat dan efektif untuk menutup berbagai keperluan hidup. Dan ini membuka peluang usaha bagi para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan karena banyak yang berminat meminjam uang. Dengan skema tanpa perlu memberikan jaminan serta mudah dan cepatnya melakukan transaksi peminjaman melalui ponsel, jelas membuat pelaku usaha peminjaman online diminati masyarakat khususnya menengah ke bawah. Maka berbagai aplikasi pinjol tumbuh subur baik pinjol legal ataupun ilegal.
Karena pinjol ilegal banyak yang menyengsarakan masyarakat maka Kementerian Kominfo melakukan pemblokiran pada layanan pinjol ilegal. Sayangnya pinjol yang telah menyengsarakan masyarakat bukannya dihapus malah pinjol yang legal tetap dibiarkan dengan diberi payung hukum. Payung hukum pinjol diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pasal 7 Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Pinjol Menurut Islam
Salah seorang ulama fikih, K.H. Siddiq Al Jawi mengatakan bahwa pinjol dihukumi haram menurut syariat Islam karena dua hal. Pertama, riba. Di dalam pinjol akad peminjaman ada tambahan berupa bunga, denda dan biaya administrasi. Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al Fatawa juz XXIX, halaman 334 mengatakan bahwa para ulama telah sepakat jika pemberi pinjaman mensyaratkan adanya tambahan pada pinjamannya, maka tambahan tersebut hukumnya haram. Selain itu, riba dalam syariat Islam adalah sesuatu yang diharamkan sesuai dengan firman Allah Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 275, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Kedua, adanya bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam yaitu penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror, penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal).
Dalam hadis riwayat Ahmad, Nabi SAW mengharamkan terjadinya bahaya dalam segala bentuk. ”Laa dhararu wa laa dhirar, tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar)maupun bahaya bagi orang lain (dhirar).” Jadi, pinjaman online (pinjol) baik yang legal atau ilegal semuanya bernilai haram dan dosa besar.
Jika dilihat, berbagai kalangan masyarakat sudah banyak yang terkena jerat riba, dari mulai skema kartu kredit, kredit tanpa agunan dan sekarang adalah pinjaman online. Bahkan sekarang para mahasiswa terjerat pinjol, mau sampai kapan riba ini dibiarkan? Padahal dalam sudut pandang Islam, pinjaman online dengan ada ribanya adalah perbuatan yang diharamkan. Sudah sepatutnya negara tidak memberi izin agar usaha-usaha itu tetap eksis di masyarakat. Negara harusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga urusan rakyatnya bukan hanya memberikan keuntungan untuk para pengusaha.
Kapitalisme yang menjadikan tujuan hidup manusia semata-mata hanya mencari keuntungan tanpa peduli halal-haram, pahala-dosa, sepantasnya tidak dipakai kaum Muslim dalam berkehidupan karena ideologi kapitalisme sangat rusak dan merusak. Hanya Islam yang mampu menjadi solusi bagi kehidupan manusia. “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (an-Nahl: 89.[]
Post a Comment