Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan fenomena gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak dari rentang usia 6 bulan – 18 tahun. Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak ini terjadi peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) M. Syahril mencatat, sebanyak 323 kasus pasien terkena gagal ginjal, 190 anak di antaranya dilaporkan meninggal dunia per Kamis (3/11). Dia mengatakan, dari total kasus konfirmasi tersebut terjadi pengurangan dua kasus lantaran tidak ditemukan dugaan penyebabnya.
Diketahui, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pada rapat Komisi IX dengan DPR, menyampaikan tercatat 325 anak yang terkonfirmasi gagal ginjal akut, 179 di antaranya meninggal dunia.
"Kami ingin menyampaikan bahwa pencatatan dan pelaporan kasus gagal ginjal ini sangat dinamis, seperti hepatitis akut kemarin. Nah pengurangan dua orang kemarin karena dikeluarkan (exclude) dari catatan karena ternyata tidak ditemukan penyebab-penyebab dugaan kita," kata Syahril, saat konferensi pers yang disiarkan secara daring, Jumat (4/11). (merdeka.com, 5/11/2022)
Seiring dengan peningkatan tersebut, Kemenkes meminta para orang tua untuk tidak panik, tetap tenang, namun selalu waspada terutama ketika anaknya mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut, seperti ada diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk, serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
Salah satu dugaan kuat penyebab GGAPA ini adalah keracunan senyawa yang biasa dipakai sebagai pelarut dalam obat cair. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus menelusuri farmasi yang menggunakan bahan pelarut berbahaya yang tidak sesuai syarat. Menurutnya, ada pengunaan yang salah dari industri farmasi terkait obat sirup menggunakan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang tinggi.
Sejumlah obat setelah dilakukan uji klinis ternyata terdapat sejumlah obat yang mengandung cemaran dalam obat sirupnya 100 kali ambang batas dan sejumlah produsen lain yang produknya melebihi ambang batas aman. Batas toleransi cemarannya sudah diatur yaitu maksimal 0,1 persen.
Diduga, perusahaan mengganti distributor atau formula obat. Bahkan, penggantinya adalah bahan baku pelarut obat standar industri, bukan standar farmasi, karena selisih harga yang lebih murah. Selain itu adanya cemaran EG dan DEG bisa saja disebabkan karena tidak dilakukannya pemurnian yang tinggi. Industri farmasi melakukan ini karena biaya permurnian yang mahal. Sehingga penggunaan bahan baku tambahan ilegal bisa terjadi.
Ternyata bahan baku obat sirup yang belakangan teridentifikasi bermasalah ternyata tidak punya izin BPOM. BPOM berdalih tidak bisa mengawasi produk obat yang tercemar senyawa kimia sebab belum ada standar yang berlaku. Seharusnya, regulasi soal pengawasan dan keamanan obat semacam ini diatur ketat oleh negara. Lembaga pengawasan obat dan makanan seharusnya bertanggung jawab mulai dari mengatur pembuatan, pemasaran, hingga distributor obat.
Padah34al, sejak akhir Agustus 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak, utamanya di bawah usia 5 tahun. Ini menunjukkan bahwa negara terkesan lamban dalam menyikapi, bahkan terkesan lalai atas nasib anak-anak. Negara harusnya berperan besar dalam investigasi secara menyeluruh agar terungkap penyebabnya, sehingga tepat dan cepat langkah pencegahannya.
Kapitalisme telah membuktikan bahwa negara hanya berperan sebagai regulator. Kebijakan yang diambil sebatas regulasi agar pihak pengusaha tidak ada yang rugi.
Prinsip kapitalisme tentu berlawanan dengan islam. Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan pokok rakyat. Industri farmasi tidak akan menjadi ajang kapitalisasi semata, melainkan benar-benar dipakai untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan mencari untung. Negara pun tidak boleh mengeruk keuntungan dari industri farmasi karena tugas negara adalah menjamin kebutuhan umat, bukan mencari untung semata. Karena negara memiliki tanggung jawab besar dalam melayani kebutuhan rakyat dalam berbagai hal, termasuk dalam bidang kesehatan.
Masyarakat tentu sangat membutuhkan peran negara secara nyata, karena negaralah yang memiliki kekuatan dan kewenangan besar, termasuk dalam penyediaan anggaran, pembangunan sarana layanan kesehatan dan juga penentuan regulasi.
Sebagaimana yang diperintahkan dalam Islam bahwa mewujudkan kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus diutamakan. Oleh karena itu, menjaga keselamatan hidup adalah satu perkara pokok yang harus menjadi perhatian negara apalagi negara ibarat junnah, atau perisai bagi rakyatnya.
Selain itu dalam sistem islam, negara menjamin ketersediaan layanan kesehatan secara gratis dan mudah dijangkau. Seperti doa Nabi Muhammad saw. kepada Allah dalam hadis riwayat Muslim, “Barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.”
Wallahualam.
Post a Comment