Oleh : Helmi Agnya
Tragedi kematian massal akibat perayaan halloween kembali terjadi di Korsel. Akibat dari perayaan halloween tersebut banyak menelan korban. Jenazah para korban, yang diyakini menderita serangan jantung, ditutupi di distrik kehidupan malam populer Itaewon di Seoul, Korea Selatan, pada hari Minggu, 30/10/2022.
Dilansir dari Liputan6.com, 30/10/2022. mengungkapkan bahwa penyebab yang saat ini masih menjadi alasan utama tewasnya 151 orang di tragedi Itaewon yaitu jumlah kerumunan dalam jumlah besar yang memadati kawasan tersebut.
Menurut laporan BBC.com, 30/10/2022, warga yang hadir ke Itaewon, Korea Selatan untuk merayakan Halloween diprediksi mencapai 100.000 orang. Wilayah ini memang dikenal sebagai area dengan kehidupan malamnya yang populer.
Sebagian besar korban adalah remaja dan orang dewasa berusia 20-an, kata petugas pemadam kebakaran yang membantu proses penyelamatan.
Laporan lain mengatakan, aksi himpit mengimpit ini dimulai di gang sempit ketika orang-orang di kerumunan jatuh. Ini adalah acara Halloween tanpa masker pertama di luar ruangan sejak pandemi.
Tragedi kematian yang terjadi di Korsel, nampaknya membuat publik juga ikut prihatin. Bahkan, penguasa di negeri ini mengungkapkan belasungkawanya terhadap tragedi Halloween tersebut.
Orang nomor satu di Indonesia yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan belasungkawa atas tragedi maut di Distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan atau Korsel. Jokowi mengatakan Indonesia bersama rakyat Korea Selatan (Korsel).
Pernyataan itu disampaikan Jokowi di akun Twitter-nya seperti dilansir oleh detikcom, Minggu (30/10/2022). Ucapan belasungkawa itu disampaikan Jokowi dalam bahasa Inggris.
Tragedi Halloween di Korsel jelas membuat kita prihatin. Namun di sisi lain, kita juga prihatin dengan kepeduliaan penguasa yang rasanya lebih besar ke rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyat sendiri.
Misalnya pada tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah yang besar. Tidak ada pernyataan “Pemerintah bersama korban Kanjuruhan”.
Justru penguasa melepas tangan untuk bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Aparat keamanan pun tak kalah mengiris hati atas tragedi Kanjuruhan, mereka juga saling mencari dalih untuk menutupi kesalahannya.
Keprihatinan ke dua adalah adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia. Padahal, perayaan tersebut adalah budaya asing, yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan.
Mengungkapkan belasungkawa atas tragedi yang menimpa negara lain juga tak masalah. Namun, yang membuat prihatin adalah penguasa hari ini seakan tutup mata dengan apa yang terjadi pada negeri sendiri.
Seharusnya perayaan demikian menjadikan penguasa menyadari bahwa perayaan-perayaan itu adalah desain budaya barat yang merupakan pangkal kerusakan. Bahkan, menghilangkan nyawa tersebut tidak boleh dibiarkan.
Sebab, di dalam perayaan tersebut tidak terlepas dari aktifitas kemaksiatan. Mabuk-mabukan antara laki-laki dan perempuan, menghisap narkoba, judi, dan segala bumbu-bumbu kemaksiatan yang tersedia dalam kehidupan malam itu.
Andai penguasa menyadari hal demikian, bahwa itu adalah bentuk dari gaya budaya barat dengan niat menghancurkan khususnya potensi para pemuda.
Agar kemudian para pemuda dipinggirkan identitasnya yang sesungguhnya sebagai aset masa depan bangsa. Lebih-lebih pemuda adalah sebagai aset pendobrak perubahan sistem yang rusak ini, ke arah perubahan yang hakiki.
Namun, hal ini menunjukkan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang.
Kepemimpinan dalam sistem sekularisme kapitalisme, tidak mengindahkan agama sebagai standar dalam perbuatannya.
Sebab, aturan sekularisme telah meminggirkan agama dari kehidupan. Definisi kehidupan manusia dalam sistem ini hanya diarahkan untuk menuntut manusia mencari kesenangan dunia, tanpa memandang halal dan haram, baik dan buruk menurut agama. Maka dari rahim sistem sekularisme lahirlah pemuda yang primitif, hedonis.
Kapitalisme sekularisme, sistem inilah yang melahirkan kotoran-kotoran maksiat seperti halnya, dalam perayaan-perayaan Halloween dan sejenisnya yang menjadi biang kerusakan akidah dan pemikiran generasi.
Sangat berbeda dengan sistem Islam, penguasa juga bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan.
Penguasa dalam Islam sangat memperhatikan urusan generasi, khilafah sebagai institusi akan mampu melindungi generasi dari pemikiran asing, budaya asing serta gaya hidup yang membahayakan akidah generasi.
Khilafah dengan mekanismenya dalam mewujudkan generasi yang tidak hanya cerdas dalam pemikiran Islamnya, serta pada pembentukan sikapnya. Baik dalam pendidikan maupun di luar pendidikan.
Dalam pendidikan, khilafah akan menerapkan pendidikan Islam yang kurikulum di dalamnya harus mencetak generasi yang berkepribadian Islam.
Selain itu, khilafah juga akan memberikan Ilmu-ilmu lainnya dalam upaya mencetak generasi yang cerdas dalam hal ilmu sains maupun teknologi.
Maka di setiap anak didik yang dicetak oleh lembaga pendidikan khilafah, akan terbentuk generasi yang berkepribadian Islam.
Sehingga, generasi tak akan terpengaruhi dengan pemikiran, serta budaya asing yang merusak. Dengan pemahaman Islam yang dimiliki dan dicetak dari rahim sistem Islam, akan mengikat diri mereka untuk tidak melakukan hal demikian dan mengembalikan segala perbuatanya pada hukum syara.
Dari sistem pendidikan Islam, anak-anak akan terarahkan menjadi sosok manusia yang peka terhadap permasalahan umat.
Orientasi kehidupan mereka tergiring hanya untuk mencari rida ilahi. generasi Islam memahami bahwa kemuliaan hidupnya hanya dapat diraih ketika menghabiskan hidupnya untuk Islam.
Dengan pemahaman ini membuat mereka fokus menjadikan dirinya yang senantiasa terikat pada hukum syara.
Selain itu, pendidikan khilafah juga akan membongkar kebobrokan sistem dan rusaknya pemikiran barat. Sehingga kemudian mereka muak dengan ide-ide dan pemikiran barat.
Khilafah juga akan memberikan perlindungan pada generasi terhadap ide-idenya, yakni mewujudkan penjagaan melalui media. Media digunakan untuk memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak umat serta dijadikan sebagai sarana menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Sedangkan konten-konten yang memuat segala yang merusak akhlak dan agama dilarang untuk ditayangkan oleh khilafah.
Masyarakat sebagai pengontrol dalam negara khilafah tentunya berperan aktif untuk melakukan amar ma'ruf nahi munkar.
Begitu luar biasa ketika mengembalikan aturan kehidupan itu kepada pemilik kehidupan yakni aturan Allah Swt, aturan Allah yang terbingkai dalam institusi khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam Bishawwab.
Post a Comment