Kekerasan Marak Terjadi, Islam Jadi Solusi

Oleh: Tiara Mailisa

Alumni Universitas Lampung

 

Hal yang lumrah ketika setiap manusia menginginkan keadaan yang aman, nyaman, dan tenteram. Namun, sayangnya justru semakin sering didapati kabar berita yang membuat kita mengelus dada. Dilansir dari viva.co.id, pada Sabtu 22 Oktober 2022 Kapolsek Pesanggrahan berhasil mengamankan enam orang remaja yang diduga pelaku tawuran di kawasan Jalan Bintaro Permai Raya, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Ditemukan senjata tajam berbagai jenis saat keenam remaja itu diamankan. Kekerasan juga terjadi di Bandar Lampung (detik.com, 29/10/22), seorang pemuda dikeroyok dan kedua matanya ditusuk para pelaku dengan pisau.

Tidak hanya itu, kekerasan bahkan terjadi di lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat ternyaman. Bayi berusia 4 bulan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) tewas dibanting pamannya (detik.com, 25/10/22). Seorang pria bacok istri hingga tewas di pinggir jalan dengan menggorok leher bagian belakang setelah diduga cekcok (tvonenews.com, 23/10/22).

Lalu yang terbaru seorang pria berinisial K tega membunuh anaknya dan melukai istrinya secara sadis di Depok (Kompas.com, 1/11/22). Bahkan kekerasan juga dilakukan oleh seorang pemuka agama, seperti yang diberitakan oleh tribunnews.com (23/10/22), eks pendeta muda Christian Rudolf Tobing tega menghabisi nyawa temannya berinisial AYR alias Icha (36) yang jasadanya dibuang di kolong tol Becakayu, Pondok Gede, Bekasi. Pembunuhan ini bahkan telan direncanakan dan menargetkan tiga orang untuk dieksekusi. 

Kekerasan marak terjadi di mana-mana, semua bisa jadi pelaku, remaja, dewasa, bahkan keluarga yang masih terikat hubungan darah dan juga pemuka agama. Tingginya kekerasan dan kriminalitas dipicu tidak hanya karena satu faktor saja namun penyebabnya sudah sangat kompleks. Adanya permasalahan ekonomi yang mendorong untuk bertahan hidup ataupun menjadi depresi karenanya sehingga timbul kekerasan. Ditambah kualitas pendidikan yang justru tidak menekankan pada akhlakul karimah. Masyarakat dengan pemahaman liberal yang kelewat bebas berbuat apa pun dan juga individualis yang acuh sehingga hilang sensitivitas dan kepekaannya di masyarakat. Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang ada.

Akar dari segala permasalahan yang terjadi ini karena kondisi masyarakat yang hidup dalam sistem kapitalis sekuler. Dalam sistem ini berlaku hukum rimba, yang kuat dan berkuasa lah yang bertahan dan semakin berkuasa. Harga nyawa begitu murah dan harga untuk mendapatkan keamanan begitu mahal.

Bertolak dengan Islam yang memandang bahwa pembunuhan satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Maidah ayat 32, “Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.

Begitu luar biasanya penjagaan dalam Islam sehingga nyawa harus dibalas dengan hukuman nyawa juga (qisas). Dalam Islam hukum bersifat Jawabir (penebus) dan Jawazir (pencegah). Selain mampu menebus dosa kita di dunia dan tidak akan lagi dibalas di akhirat, hukum Islam pun mampu mencegah orang lain untuk tidak berbuat hal yang sama.

Penerapan syariat Islam menetapkan tujuan luhur dalam rangka menjaga kelestarian masyarakat, yaitu pemeliharaan atas keturunan (almuhafazhatu ‘ala an-nasl);  akal (al-muhafazhatu ‘ala al-‘aqli); kemuliaan (al-muhafazhatu ‘ala al-karamah); jiwa (al-muhafazhatu ‘ala an nafs); harta (al-muhafazhatu ‘ala al-mal); agama (al-muhafazhatu ‘ala ad-din); ketenteraman/keamanan (al-muhafazhatu ‘ala al-amni); dan negara (al-muhafazhatu ‘ala ad-daulah).

Penerapan syariat Islam pun harus diwujudkan bukan hanya ranah individu saja, namun membutuhkan peran masyarakat, dan juga negara. Apalagi terkait dengan penjagaan keamanan yang mana rakyat berhak mendapat jaminan kemanan dan ini menjadi tanggung jawab negara dalam menjamin keamanan rakyatnya. Nabi Muhammad SAW bersabda  ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya).

Negara seharusnya berperan sebagai raa’in dan junnah bagi semua warganya, termasuk dalam membina pribadi rakyat menjadi pribadi yang baik, beriman dan bertakwa. Sebagaimana al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena imam (khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.

Keberhasilan pengurusan dan penjagaan negara terhadap rakyat dengan penerapan Islam secara kaffah telah dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW yang merupakan seorang Rasul utusan oleh Allah SWT sekaligus sosok pemimpin yang luar biasa, dan ini diteruskan juga oleh khalifah-khalifah setelahnya dalam sistem Islam. Meneladani apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, penerapan Islam secara kaffah tentulah tidak akan terwujud dalam sistem kapitalis sekuler seperti saat ini. Hanya dengan kepemimpinan islami yang menerapkan syariat Islam secara kaffah lah yang akan menjadi solusi dalam mewujudkan masyarakat aman, tenteram, dan terjaga. Wallahu a'lam bishawab.[]

 

 

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post