Apt. Dian Budiarti, S.Farm
Apoteker & Pengemban Dakwah
Mendapatkan keamanan untuk hidup dan tinggal adalah hak setiap warga negara. Tapi nyatanya di sistem kapitalis saat ini, keamanan begitu mahal harganya. Tindak kekerasan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Korban serta pelakunya pun bisa terjadi pada siapa saja. Seakan-akan menghilangkan nyawa orang lain sudah menjadi hal yang lumrah, dan murah. Seperti yang belum lama ini terjadi pada seorang bayi berusia 4 bulan yang dibanting sampai meninggal di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dikutip dari Tribunnews.com (23/10/2022).
Selain itu banyak juga terjadi kasus kekerasan komunal, seperti pengeroyokan yang terjadi di Medan di mana kasus pembacokan yang dilakukan seorang suami di tengah jalan kepada istrinya, kemudian sang suami di keroyok masa hingga kritis. Dikutip dari tvonenews.com (23/10/2022).
Ketika hukum di negeri ini sudah tidak dapat lagi dipercaya oleh masyarakat, maka main hakim sendiri menjadi solusi yang dianggap benar. Interaksi sosial di masyarakat kita saat ini memang semakin tidak sehat. Banyak yang cepat sekali terpancing amarahnya hingga gelap mata hingga melakukan tindakan di luar nalar karena faktor stres sosial.
Hal ini wajar terjadi dalam sistem sekuler kapitalistik, di mana agama di jauhkan dari segala sendi kehidupan. Acuan bahagia pun jadi bertumpu pada materi. Pendidikan yang ada malah justru menjadi dasar menanamkan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Sekolah hanya dijadikan ajang meraih skil dan gelar sehingga luput dari nilai agama dan moral.
Di saat masyarakat menjadi rimba yang mengajarkan kerusakan, justru negara abai dengan hal ini. Negara yang seharusnya menjadi perisai bagi rakyatnya justru malah membuat kebijakan yang memicu stres sosial semakin memburuk. Beban ekonomi yang makin berat, menjadi alasan masyarakat masuk dalam berbagai tindak amoral.
Semua ini tersebab dari sistem, yang memicu terabaikannya halal dan haram. Sementara tolok ukur perbuatan hanya nilai nisbi kemanfaatan. Kehidupan benar-benar jauh dari keberkahan. Fisik berkemajuan, tetapi aspek ruhiyah begitu kering kerontang.
Maka, sudah seharusnya kita kembali kepada fitrah kita sebagai seorang manusia dan sebagai seorang hamba. Sebagai seorang muslim, kehidupan rusak seperti ini bukanlah kehidupan orang Islam karena sejatinya kehidupan umat Islam penuh dengan kebaikan dan keberkahan. Peradaban mereka tegak di atas landasan iman. Pola pikir serta amal mereka bersandar pada halal/haram.
Negara dalam Islam benar-benar berfungsi sebagai pengurus dan penjaga. Peran kepemimpinan pun tidak dipahami sekadar dimensi dunia. Sebagai konsekuensinya, syariat Islam ditegakkan dengan sempurna hingga karenanya, jaminan rahmat dan kebaikan bisa mewujud di dunia nyata. Penerapan Syariat Islam kafah yang menjamin terjaganya jiwa, akal, akidah, harta, kehormatan, serta wibawa negara. Dengan kata lain, syariat Islam menutup celah bagi semua faktor pemicu kekerasan, termasuk merebaknya stres sosial. Sudah seharusnya kita kembali kepada aturan Illahi Rabbi, sehingga rahmatan lilalamin itu bisa benar-benar terwujud.
Wallahualam bishawab.
Post a Comment