(Pemerhati Umat)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk mengusut kasus penyakit gagal ginjal akut. Hal itu untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terkait kasus tersebut.
Muhadjir mengatakan, pengusutan ini telah diputuskan dalam koordinasi bersama Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Kita sudah mendapatkan masukan dari semua pihak, dan tadi malam saya terus langsung telepon ke Pak Kapolri supaya kasus gagal ginjal akut ini diusut. Untuk ditelaah kemungkinan ada tidaknya tindak pidana," kata Muhadjir di Kota Bogor, Sabtu (22/10).
Muhadjir menilai, pengusutan ini berdasarkan data sementara adanya bahan baku impor. Sehingga, perlu diusut tuntas terkait data tersebut "Ini harus kita lakukan karena berdasarkan data awal, ini adalah bahan baku impor dari sebuah negara yang sekarang negaranya justru tidak kena. Tetapi kenapa justru negara yang mengimpor kok kena," tuturnya.
Dia menyebutkan, saat ini terdapat tiga negara yang terkena gagal ginjal akut, Indonesia menjadi salah satunya. Bahkan di Indonesia, sudah ada ratusan lebih yang meninggal dunia.
Hampir setahun berlalu sejak kasus pertama ditemukan pada Januari 2022, dari bulan ke bulan, jumlah korban terus bertambah dengan lonjakan kasus sejak Agustus dan risiko kematian case fatality rate tinggi dan kematian melebihi kasus Gambia.
Hingga Rabu (26/10/2022), berdasarkan informasi resmi pemerintah, sudah 269 kasus teridentifikasi, yaitu 157 kematian atau 58% kasus terjadi tersebar di 27 provinsi negeri ini. Jelas, ini tragedi pilu yang harus diakhiri.
Hanya saja, akankah penetapan status KLB dan upaya tambal sulam lainnya menjadi jawaban sesungguhnya? Mengapa tragedi ini adalah akibat kelalaian dan kegagalan negara demokrasi? Mengapa kapitalisme dikatakan sebagai akar masalah dan sistem kesehatannya berbahaya? Mengapa kehadiran Khilafah begitu urgen? Berikut penjelasannya.
Kelalaian Penguasa dan Kegagalan Negara
Diketahuinya segera secara pasti determinan penyebab suatu penyakit perkara sangat penting bagi keberhasilan penanganan. Apalagi penyakit dengan risiko kematian tinggi, seperti gangguan ginjal akut progresif atipikal dengan progresivitasnya yang tergolong cepat.
Penemuan satu kasus saja sudah cukup menjadi alasan kuat agar segera meneliti secara serius penyebab pastinya. Hal ini niscaya di tengah banyaknya ahli dan ilmuwan kesehatan, serta teknologi riset kedokteran yang begitu maju.
Sangat disesalkan, negara dan rezim berkuasa sebagai pihak paling bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan nyawa masyarakat, justru sangat lambat bertindak. Dapat dipahami dari timeline penanganan yang dirilis Kemenkes, yaitu per 10/09/2022 baru mendapat laporan lonjakan kasus yang sudah terjadi sejak Agustus.
Pada tanggal yang sama, dilakukan koordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait sosialisasi alur deteksi dan terapi gangguan ginjal akut (GGA). Setelah ratusan jiwa anak melayang, Kemenkes baru membentuk tim investigasi.
Awal pekan kedua Oktober, pihak Kemenkes menyatakan, “Kementerian Kesehatan telah membentuk tim terdiri atas IDAI dan Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius.”
Kelambanan penanganan juga tampak pada pelaksanaan riset. Misal riset hipotesis disebabkan pasca-infeksi Covid-19, baru dilakukan pada 10/09/2022 dan memakan waktu lebih dari sebulan, yakni hingga 18/10/2022.
Kesimpulannya, meski ditemukan hiperinflamasi pada berbagai organ pengidap, tetapi multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca-Covid-19 bukanlah penyebabnya.
Dinyatakan, “Biasanya, selama wabah, kita akan menemukan virus atau bakteri yang sama pada semua pasien. Jadi, kita tidak bisa menyimpulkan secara positif bahwa itu terkait dengan Covid yang lama.”
Kelambanan yang sangat juga terlihat dari pelaksanaan riset pembuktian penyebab cemaran zat toksik etilen glikol (EG) dan dietil glikol (DEG) pada pelarut obat sirop yang dikonsumsi pengidap sebagai pemicu 71 kematian di Gambia, pada 18/10/2022.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyimpulkan bahwa EG dan DEG bukan penyebabnya. Dalam laman resminya dinyatakan, “Hasil uji cemaran EG tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan obat sirop tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.
Padahal dengan potensi SDM riset dan fasilitas riset di negeri ini, dimungkinkan jauh lebih cepat sehingga jatuhnya korban segera tercegah, yakni dengan berbagai desain riset secara paralel pembuktian lebih banyak hipotesis dalam waktu bersamaan. Sayangnya, tidak demikian yang pemerintah lakukan meski kebutuhan begitu nyata.
Kelalaian dan kegagalan negara di hulu pun berdampak ke hilir. Tragisnya, juga diikuti kelalaian yang tidak kalah serius, yaitu negara gagal menjamin hak dan akses publik terhadap pelayanan kesehatan gratis berkualitas.
Hal ini tampak dari tekanan terhadap fasilitas kesehatan sebagai fenomena puncak persoalan kronis mutu, jumlah, serta sebaran fasilitas kesehatan berikut kelengkapannya, termasuk persoalan ketersediaan obat-obatan dan peralatan kedokteran serta dokter ahli.
Mirisnya, fenomena berbahaya ini terjadi hingga di RSCM sekalipun. Padahal, ia merupakan RS rujukan nasional yang berada di Ibu kota negara yang seharusnya memiliki ketahanan terbaik.
Lalu bagaimana dengan fasilitas kesehatan di daerah? Dapat dipastikan, kondisinya jauh lebih buruk dan memprihatinkan. Akses sulit dan belum tentu berkualitas. Di samping itu, publik juga harus berhadapan dengan harga pelayanan yang mahal lagi diskriminatif.
Rapuhnya ketahanan RSCM ini diakui sendiri Menkes dalam pernyataan resminya, “Naiknya [kasus] pesat sekali, dan pressure (tekanan) ke rumah sakit sudah terasa. Jadi, rumah sakit (pasien) ke RSCM mulai penuh ICU-nya, untuk anak-anak, tuh.”
Inilah fakta tidak terbantahkan mengenai bahaya rezim berkuasa yang berdedikasi bagi keberadaan negara demokrasi. Artinya, kelalaian dan kegagalan ini jelas tidak bisa ditoleransi dari sisi mana pun.
Ini semua puncak dari akar persoalan sehingga pengkajian akar masalah, mutlak harus dilakukan secara mendalam, kelalaian dan kegagalan negara dalam pengurusan persoalan kehidupan masyarakat, khususnya kesehatan, tidak hanya pada kondisi darurat seperti saat ini, melainkan sudah kronis dan menahun.
Kemajuan riset kedokteran dan kecanggihan teknologi kedokteran, misalnya, hanya bisa dinikmati segelintir penduduk negeri ini. Pada pelayanan kesehatan, mahalnya harga, persoalan mutu, dan diskriminasi pun tidak terselesaikan hingga saat ini.
Jangankan dalam kondisi darurat (ditandai dengan peningkatan tekanan), pada kondisi biasa tanpa tekanan saja negara gagal. Artinya, ini sinyal kuat kelalaian dan kegagalan karakter penguasa dan negara demokrasi yang keberadaannya didukung penuh oleh sistem kehidupan sekuler kapitalisme dan peradabannya yang didominasi nilai materi.
Bahkan, inilah satu-satunya nilai yang diakui sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Hal ini sangat jauh berbeda dari sudut pandang Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR An-Nasai)
Khilafah Solusi Hakiki
Negara Khilafah, baik perbagian maupun keseluruhannya, dirancang Allah Ta'ala bagi terwujudnya visi negara yang benar. Mulai dari dasar negara, nilai dan standar yang digunakan, konsep anggaran mutlak berbasis Baitulmal, hingga model sentralisasi kekuasaan dengan administrasi terdesentralisasi.
Pada saat yang sama, semua ini benar-benar menjauhkan khalifah dan para penguasanya dari karakter lemah dan lalai dalam menghadapi kondisi apa pun.
Khilafah adalah negara ri’ayah, yaitu hadir sebagai perwujudan kemaslahatan dan kesejahteraan insan, bahkan seluruh alam. Hal ini tecermin dari visi risalah Islam yang juga menjadi visi negara dengan dua fungsinya.
Strategi Khilafah Mengatasi Kondisi Kedaruratan
Bukan saja untuk mengatasi persoalan pada kondisi normal, Khilafah dengan segala keistimewaannya benar-benar disiapkan untuk mengurusi hajat hidup masyarakat dalam kondisi darurat apa pun. Karakternya yang istimewa meniscayakan ia mampu mengedepankan upaya pencegahan secara berhasil.
Di sisi lain, negara adalah entitas yang paling bertanggung jawab melindungi masyarakat dari berbagai bahaya yang diharamkan Islam. Sebagaimana Rasulullah saw. menegaskan, “Tidak boleh memudaratkan diri sendiri dan orang lain di dalam Islam.” (HR Ath-Thabarani).
Dalam hal ini adalah berupa pelaksanaan riset yang serius bagi penentuan segera penyebab GGA pada kasus saat ini. Di samping itu, peradabannya adalah peradaban mulia lagi insaniah.
Ditandai oleh kehadiran nilai-nilai yang dibutuhkan dalam kehidupan secara serasi, baik nilai materi, kemanusiaan, moral, maupun spiritual. Semua ini merupakan kunci rahasia terwujudnya daya tahan kesehatan masyarakat yang tangguh.
Buah manis yang dapat dinikmati tiap individu masyarakat ketika Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai Khilafah. Tentang visi risalah Islam, sebagaimana Allah Ta'ala menegaskan: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya: 107)
Keistimewaan karakter kepemimpinan politik Islam yang pada hakikatnya adalah keseluruhan keistimewaan karakter Khilafah, meniscayakan negara berdaya dalam waktu singkat untuk melakukan penanganan hingga tanpa korban dan kematian.
Hal ini adalah melalui kemampuan pengerahan semua potensi SDM dari berbagai bidang keahlian dan kepakaran yang dibutuhkan yang berlangsung di atas sistem kehidupan Islam yang sehat. Di samping itu, ia juga berdaya mengerahkan potensi kekayaan negara sesuai izin syarak.
Ketika keuangan negara tidak mencukupi, maka sementara mengambil dari pajak harta para orang kaya yang muslim. Apabila mekanisme ini berpotensi berbahaya karena membutuhkan waktu, negara dibolehkan meminjam sejumlah uang yang dibutuhkan selama tidak ada persyaratan yang bertentangan dengan syarak, seperti riba.
Publik juga akan dimotivasi menginfakkan segala miliki mereka untuk membantu negara, termasuk harta. Walhasil, tersedia kekuatan finansial dan apa pun yang dibutuhkan secara memadai dalam waktu singkat, baik untuk penanganan persoalan di hulu (berupa pelaksanaan riset untuk penentuan penyebab GGA) maupun di hilir.
Sistem kesehatan Islam yang tangguh meniscayakan terjamin akses mudah pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik dalam kondisi darurat sekalipun.
Wallahu ‘Alam bisshowab
Post a Comment