Aktivis Dakwah dan Pemerhati Sosial
Suami sebagai pemimpin (qawwamah) memiliki fungsi/peranan yang sangat penting dalam keluarga. Selain sebagai pencari nafkah (maisyah). Suami juga bertugas mendidik istri dan anaknya. Berlaku baik dan menjadi pelindung dari segala bentuk kemaksiatan.
Namun sayangnya, fungsi suami sebagai qawwamah sering terabaikan. Begitu marak suami yang melakukan KDRT hingga tindakan pembunuhan terhadap keluarganya sendiri. Hal ini tentu sangat memilukan dan menyayat hati.
Seperti yang terjadi pada salah seorang warga di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Suami yang berinisial RN (31) yang tega melakukan penganiayaan dengan membabi buta, terhadap istrinya NI (31) dan anak perempuannya berinisial KPC (13). Kondisi sang istri kritis karena luka parah di wajah dan badannya, sedangkan anaknya meninggal dunia akibat luka di kepala, leher, dan jari tangannya yang terputus. Sehingga mengakibatkan anak tersebut kehilangan banyak darah. (Liputan6.com, 1/11/3022)
Ternyata kasus ini, hanya salah satu dari berbagai kasus KDRT yang marak terjadi di tengah masyarakat. Banyak ditemukan kasus serupa, dalam kondisi kehidupan yang sulit seperti saat ini. Terbukti menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. Sesungguhnya apa yang melatarbelakangi terjadinya KDRT ini?
Pemicu KDRT
Banyak faktor pemicu terjadinya KDRT. Tetapi faktor ekonomi menjadi penyebab utamanya. Beban hidup yang ditanggung suami sebagai tulang punggung keluarga saat ini semakin berat. Semenjak pandemi hingga saat ini perekonomian keluarga belum mampu pulih sepenuhnya. Ditambah lagi dengan melambungnya harga kebutuhan pokok, naiknya harga BBM, dan sulitnya mencari pekerjaan. Hal ini tentu menjadi dilema bagi seorang suami. Belum lagi dengan perilaku istri yang merasa masih kurang dengan pendapatan suami.
Tak jarang kemudian istri pun ikut membantu posisi suami sebagai pencari nafkah. Posisi ini juga dapat membuka celah terjadinya kasus KDRT. Sang istri yang merasa sudah bekerja, atau pendapatannya melebihi suaminya, dan mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Maka istri tersebut akan merendahkan suaminya. Istri juga akan menjadi abai dengan tugasnya sebagai ummu warabatul bait. Sebagai pendidik anak-anaknya serta mengurusi urusan rumah tangga. Hal ini makin membuat suami makin tertekan, stres, mudah tersulut emosi, akhirnya tak mampu mengendalikan diri.
Selain itu, kasus perselingkuhan kerap pula menjadi pemicu terjadinya KDRT. Dampak dari adanya pergaulan bebas, dan penggunaan sosial media yang melampui batasannya. Lemahnya keimanan dan akidah juga semakin mendasari terjadinya kasus KDRT, perceraian pasutri, sampai terjadinya pembunuhan. Mengapa kasus KDRT ini semakin marak?
Sistem Salah Menghilangkan Fungsi Qawwamah
Pada dasarnya penyebab utama hilangnya fungsi suami saat ini akibat negara menerapkan sistem yang salah. Sistem Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah mengikis keimanan dan akidah umat. Umat semakin menjauh dari Sang Pencipta. Gaya hidup liberal yang mengagungkan kebebasan, membuat mereka berperilaku dengan mengedepankan nafsu semata. Sehingga banyak terjadi perilaku menyimpang di luar batas kemanusiaan.
Begitu pun dengan diterapkannya Sistem Kapitalisme, yang berasaskan manfaat. Negara terkesan kurang memperhatikan dalam penyediaan lapangan kerja bagi laki-laki. Para kapitalis lebih banyak memberikan ruang kesempatan kerja bagi perempuan. Sehingga para wanita/istri lebih memilih untuk bekerja dengan dalih membantu perekonomian keluarga. Akhirnya banyak suami depresi, hilang jatidiri, harapan menjadi keluarga sakinah, mawadah, warahmah hanya sebatas mimpi.
Sistem ini pula menjadikan negara cenderung mengutamakan kepentingan para korporasi dan oligarki. Negara melalaikan tugas yang sebenarnya dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi warganya.
Islam Menguatkan Fungsi Qawwamah
Berbeda dengan Sistem Islam yang berasal dari Sang Khalik. Islam agama yang sempurna dan paripurna dalam mengatur kehidupan manusia. Bukan hanya mengatur perihal ibadah mahdah saja, namun mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pengaturan fungsi qawwamah.
Kepemimpinan suami adalah mengatur urusan, memberikan nafkah, mendidik, membimbing istri dalam kebaikan dan meluruskan penyimpangan yang ada pada mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, juz 1 hal. 653).
Dalam perihal pemberian nafkah, negara akan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi kaum laki-laki/suami. Bahkan akan memberikan modal secara percuma sebagai modal usaha. Bagi yang sudah tidak mampu lagi bekerja (sakit/cacat fisik) maka negara akan menjamin kebutuhan keluarganya melalui baitulmal. Apabila memang keluarga/kerabat terdekat tak mampu memberikan jaminan nafkah.
Suami juga harus memberikan perlindungan kepada istrinya. Sebagaimana firman Allah Swt. :
اَلرِّجَالُ Ù‚َÙˆَّامُÙˆْÙ†َ عَÙ„َÙ‰ النِّسَاۤØ¡ِ....
"Laki-laki (suami) pelindung bagi perempuan (istri)...." (QS. An-Nisa:34)
Oleh karenanya tidak sepantasnya suami melakukan penganiayaan apalagi sampai membunuh istri dan anaknya. Suami harus bersikap baik dan bersabar dalam bergaul dengan istrinya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Suami bukan hanya bertanggung jawab dalam hal yang sifatnya duniawi. Namun juga berorientasi pada kehidupan di akhirat nanti. Untuk itu, suami wajib menasehati dan mengingatkan agar keluarganya senantiasa menjalankan perintah dan larangan Allah Swt. Serta menjaganya agar terhindar dari siksa api neraka.
Allah Swt berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (QS. At-Tahrim: 6)
Dalam Islam, negara juga akan memberikan sangsi berat kepada laki-laki/suami yang melakukan KDRT. Hal ini bertujuan agar mampu mencegah terjadinya kasus KDRT yang serupa.
Khatimah
Demikian Islam telah mengatur sedemikian detailnya fungsi qawwamah. Hal ini hanya akan tercapai apabila negara benar-benar menerapkan sistem Islam secara Kafah. Sehingga akan terwujud keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah.
Wallahualam bissawab. []
Post a Comment