Hilangnya Fungsi Kepemimpian Kepala Keluarga




Oleh Nor’alimah, S.Pd.

Akhir-akhir ini pemberitaan tentang kasus kekerasan kerap terjadi. Kali ini aksi kejam dan biadab dilakukan seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Pelaku berinisial RN (31) tega menganiaya istrinya berinisial NI (31) dan membunuh anak perempuannya berinisial KPC(13) menggunakan parang.
  
Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno mengatakan, pihaknya menerima laporan masyarakat terkait adanya korban meninggal dunia dan kritis. Kedua korban diduga mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh kepala keluarga (Liputan 6.com, 1/11/2022).

Dilansir dari beritasatu.com (6/11/2022), publik  dihebohkan dengan peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yamg kembali terjadi di Depok, Jawa Barat. Tanpa belas kasihan, seorang suami tega memukul sang istri berkali-kali. Ironisnya, penganiayaan tersebut dilakukan sang suami di pinggir jalan di Pangkalan Jati, Cinere disaksikan sang anak yang masih balita dan warga sekitar.

Kasus Kekerasan suami terhadap istrinya atau ayah terhadap anaknya tampaknya sering terjadi. KDRT makin marak tidak hanya terjadi di kota-kota besar, bahkan juga di desa-desa. Akibat KDRT bisa menimbulkan trauma psikis yang luar biasa. Tentu kita perlu bertanya, mengapa hal ini bisa terjadi?
Suami atau ayah adalah pemimpin dalam sebuah rumah tangga, namun adanya kasus KDRT ini menunjukkan fungsi kepemimpinan (qawwamah) telah hilang.  Padalah seorang suami telah diserahkan tanggung jawab besar oleh Allah Swt. yaitu menjadi pemimpin keluarganya.  

Ada banyak faktor yang menyebabkan kasus KDRT ini terjadi. Diantaranya tingginya beban hidup, gaya hidup masyarakat yang rusak, lemahnya kemampuan mengendalikan diri. Tidak bisa dimungkiri, faktor ekonomi yang terpuruk bisa menyebabkan keretakan rumah tangga makin bertambah. Kemiskinan tak jarang menyebabkan banyak hak dari anak dan istri tidak mampu dipenuhi.

Kepala keluarga yang banting tulang mencari nafkah, namun tak dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara kondisi rumah menuntut adanya pemenuhan. Tentu menjadi beban tersendiri bagi kepala keluarga. Ditambah lagi beban kerja yang berat tak jarang membuat stress. 
Bagi kepala yang bekerja serabutan, pun tak jauh berbeda. Kesibukan mencari nafkah tak jarang melalaikan perannya sebagai seorang Ayah bagi anak-anak dan istrinya. Atau seorang istri akhirnya turut banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga,  bahkan menjadi tulang punggung keluarga. 
Sementara suami abai dan membiarkannya. Sehingga istri  mendapatkan beban ganda, selain harus bekerja di luar juga harus mengatur rumah dan membimbing anak. Bukankah ini bisa menghantarkan pada keretakan rumah tangga? 

Para ayah telah benar-benar kehilangan fungsi qawwamah, sedangkan ketakwaan bukan lagi menjadi benteng pertahanan. 

Wajar jika akhirnya mereka lemah mengendalikan diri. Tidak segan memperdaya istri dan anak-anaknya, inilah penyebab makin maraknya KDRT yang bahkan bisa berujung kematian. Namun, KDRT bukan hanya dipicu oleh hilangnya peran pada laki-laki, melainkan juga dipicu oleh fungsi ummun wa rabbatul bait pada sang istri. 

Peran istri sebagai ummun (ibu) yang mendampingi penuh anak-anaknya tentu menjadi makin berat apabila turut menjadi “tulang punggung”. Waktu, tenaga dan pikirannya sudah habis di luar rumah sehingga urusan rumah terabaikan. Padahal, seorang ibu seharusnya menjadi sandaran semua anggota keluarganya. 

Kondisi yang amat memprihatinkan ini bukan semata lahir dari hilangnya fungsi suami atau istri dalam keluarga. Bukan pula permasalahan individu, melainkan menjadi masalah sistemis. Sulitnya ayah untuk memperoleh pekerjaan dan kemudahan ibu bekerja. Bukankah ini yang terjadi hari ini? Upaya mendorong para ibu untuk keluar rumah (bekerja) juga lahir dari feminisme, yang menuntut kesetaraan gender. Paham yang lahir dari sudut pandang sekularisme yang rusak. Akhirnya pengelolaan rumah tangga tanpa dilandasi aturan agama, yang berujung  KDRT. 

Karena bukan masalah individu, melainkan masalah sistemis maka diperlukan solusi yang sistemis pula. Kita tidak bisa berharap solusi KDRT bisa diselesaikan dengan sistem sekuler yang diterapkan hari ini. Karena telah terbukti gagal menyelesaikan KDRT, bahkan sistem ini menjadi penyebab terjadinya seluruh persoalan rumah tangga. 

Negara harus berperan sebagai riayah (pengurus) terhadap rakyat. Jika permalahan yang terjadi terkait faktor lemahnya ekonomi, akibat terbatasnya lapangan pekerjaan. Maka negara menyediakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat, sehingga masyarakat  memperoleh pekerjaan dengan mudah. Dengan penetapan gaji yang layak, agar terpenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Ketahanan institusi negara juga harus menjadi perhatian negara. Karena keluarga merupakan bagian penting dari sebuah negara sebagai madrasah pertama bagi anak. Dari keluarga inilah akan lahir generasi penerus peradaban bangsa. Jika kehidupan keluarga ini rusak, maka bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi di masa mendatang? Keluarga harus dikokohkan dengan edukasi agar masing-masing anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya. 

Islam telah memberikan tuntunan kehidupan yang mampu menyelesaikan persoalan manusia, termasuk urusan rumah tangga. Diantaranya, 
pertama, Islam menetapkan fungsi qawwamah (kepemimpinan) pada kepala keluarga. Nash Al-Qur’an dan sunah telah menjelaskan gambaran kehidupan suami istri. Telah ditetapkan hak dan kewajiban suami istri. Fungsi kepemimpinan suami telah Allah sebutkan di dalam QS An-Nisa’ ayat 34.

Kepemimpinan yang dimaksud adalah mengatur dan melayani, bukan kepemimpinan instruksional dan penguasaan. Di dalamnya termasuk menafkahi dan memenuhi apa saja yang dibutuhkan. Ketika seorang suami melaksanakan dengan benar fungsi kepemimpinan ini, tentu akan mengantarkan pada ketaatan dan penghormatan dari istri dan anak-anaknya. 

Kedua, diterapkannya syariat Islam secara kafah. Jika dicermati, persoalan KDRT ini sejatinya buah dari penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik. Maka perlu diterapkan Islam secara kafah segera.  

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan membuat rakyat sejahtera. Sistem ini akan memfokuskan laki-laki yang bekerja, bukan perempuan. Meskipun bagi perempuan yang ingin bekerja, tidak ada larangan baginya. Selama tidak melalaikan tugas utamanya. Fungsi perempuan akan dikembalikan sebagai pengurus anak dan keluarganya. 

Demikianlah Islam memberikan penyelesaian dalam persoalan rumah tangga. Tidakkah kita merindukan kehidupan keluarga-keluarga muslim penuh dengan ketenangan tanpa kekerasan?

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post