Strategi Islam dalam Mengatasi Kerusuhan


Oleh: Aning Juningsih
 (ibu rumah tangga)

Tragedi Kanjuruhan di hari pertama bulan Oktober 2022 ini menjadi peristiwa tragis kedua dalam dunia sepakbola setelah tragedi di Lima, Peru saat Argentina bertamu ke Stadion Nasional Lima 24 Mei 1964 pada kualifikasi Olimpiade Tokyo. 328 nyawa melayang akibat sesak nafas karena gas airmata, hampir sama dengan yang terjadi di Malang. Namun, terlepas dari kejadian yang memilukan tersebut, fanatisme terhadap sesuatu merupakan sikap yang berlebihan. Karena dalam agama Islam sendiri, sangat tidak diperkenankan berlebih-lebihan.

Gas air mata yang disemprotkan aparat untuk meredakan keributan di stadion Kanjuruhan Malang diduga kuat menjadi penyebab ratusan penonton meninggal. Tindakan yang dilakukan pihak aparat tersebut sangat disayangkan dan berdampak pada dicopotnya Kapolres Malang dan beberapa komandan Brimob. Hanya saja, tragedi ini perlu dijadikan bahan renungan untuk berbagai pihak.
Bagaimana tidak? Permainan sepak bola yang semula mubah menjadi sarana hilangnya ratusan nyawa; menonton sepak bola yang semula mubah menjadi alasan terbunuhnya banyak nyawa.

Padahal, di dalam Islam harga sebuah nyawa itu sangat tinggi. Bahkan nyawa umat Islam itu harganya lebih besar dari bumi dan seisinya. Di sisi Allah, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Oleh sebab itu, tragedi ini harus diusut tuntas dan diterapkan hukuman bagi pelaku yang diduga terlibat dalam tewasnya banyak suporter pada peristiwa tersebut. 

Bentrok antara suporter bola seolah-olah menjadi hal yang biasa. Sehingga antisipasi dilakukan oleh banyak pihak agar kericuhan tidak terjadi antar suporter. Yang terjadi dalam tragedi Kanjuruhan Malang, suporter dari Persebaya sebenarnya sudah dilarang hadir untuk mencegah terjadinya kerusuhan. Sayangnya, kerusuhan itu pecah lantaran pihak aparat tersulut menembakkan gas air mata. Dikonfirmasi hal itu dilakukan untuk meredam kekecewaan beberapa suporter karena kekalahan Singo Edan. Tindakan aparat yang menyemprotkan gas air mata diduga kuat telah menjadi penyebab kerusuhan dan ratusan suporter meninggal.

Ada beberapa hal yang perlu dikritisi terkait tragedi di atas. Pertama, Islam melarang fanatisme buta. Dan hukum bermain sepak bola adalah mubah. Tidak boleh karena sebuah hal yang mubah ini memicu permusuhan dan pertikaian hanya karena berbeda tim yang didukung. Maka, fanatisme buta terhadap tim yang didukung ataupun daerah asal ini dilarang di dalam Islam.

Bahkan, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam mengatakan, "Siapa saja yang keluar dari ketaatan dan memecah belah jamaah lalu mati, dia mati dengan kematian jahiliyah. Dan siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok maka dia bukan bagian dari umatku. Dan siapa saja yang keluar dari umatku memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya dan tidak takut akibat perbuatannya terhadap orang mukminnya dan tidak memenuhi perjanjiannya maka dia bukanlah bagian dari golonganku.” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, an-Nasai).

Maka, perkara mubah dukung mendukung sepak bola tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tindakan kekerasan dan permusuhan. Seharusnya ini ditekankan penyelenggara dan negara kepada para suporter. Hal ini untuk mencegah terjadinya kericuhan yang hanya mengundang kesia-siaan yang berujung saling melukai.

Dalam Islam keberpihakan totalitas hanya pada Islam bukan pada golongan atau pada manusia. Tidak boleh dalam Islam memiliki fanatisme buta terhadap manusia atau suatu golongan. 

Kedua, aparat seharusnya mengutamakan keselamatan, bukan sikap arogan. Tindakan menembakkan gas air mata, diakui atau tidak, ini adalah tindakan ceroboh yang berujung maut. Oleh sebab itu, yang diutamakan ketika terjadinya kerusuhan adalah mengutamakan keselamatan. Keselamatan yang didahulukan adalah anak-anak, perempuan, orang yang sudah tua. Sebagaimana ketika akan menembakkan gas air mata, seharusnya memperhitungkan, apakah gas ini akan mengenai anak-anak, ibu, dan sebagainya.

Ketiga, suporter laki-laki dan perempuan dipisah. Panitia harus mengutamakan keselamatan semua. Dalam membuat acara bukan soal untung dan rugi, tetapi yang terpenting adalah keselamatan penonton. Seharusnya penonton laki-laki dan perempuan dipisah. Sebagaimana tribun perempuan dan laki-laki dipisah. Tidak campur baur. Walhasil, banyak wanita dan anak-anak menjadi korban tragedi Kanjuruhan. Tribun perempuan dan anak-anak juga difasilitasi hal-hal yang mereka butuhkan. Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, tindakan penyelamatan bisa diutamakan.

Ini bukan masalah sepele, ini adalah kasus hilangnya ratusan nyawa manusia. Harus diusut tuntas masalah ini dan ditegakkan hukum yang adil soal kasus ini. Dalam Islam nyawa sangat dihargai, bahkan nyawa manusia yang hilang tanpa alasan syari harus dibayar dengan nyawa. Tidak cukup dengan pemecatan dan sanksi, hukum harus ditegakkan.

Manusia adalah ciptaan Allah SWT, jika umat manusia tidak diatur menggunakan aturan yang telah Allah Subhanahuwa wataala tetapkan, yang terjadi adalah keributan, pertikaian, dan permusuhan. Oleh karena itu, untuk mengatur manusia, baik panitia, suporter, ataupun aparat harus menjadikan Islam sebagai standar hukum. Tidak ada aturan yang pantas dijadikan rujukan selain aturan Islam. Karena manusia jika dibiarkan mengatur dengan standar hawa nafsunya, maka ya seperti inilah yang terjadi. Kerusakan yang tersistematis yang melahirkan manusia-manusia yang rusak dan arogan.

Dalam pandangan Islam, tugas polisi masuk dalam departemen keamanan dalam negeri. Departeman Keamanan Dalam Negeri adalah sebuah departemen yang dipimpin oleh kepala polisi. Tugasnya adalah menjaga keamanan di dalam Negara Islam. Namun, dalam kondisi tertentu, yakni ketika kepolisian tidak mampu, bisa ditangani oleh militer dengan izin Khalifah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 116; Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 94). Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki kedudukan sebagai kepala kepolisian, dan ia termasuk di antara para amir.” (HR al-Bukhari).

Sebagaimana yang perlu digarisbawahi, tugas polisi adalah memberikan keamanan. Jadi, tindakan kejahatan yang dimungkinkan terjadi harus dicegah dan diantisipasi. Pencegahan dengan edukasi dan antisipasi dengan penegakan hukum Islam. Sejatinya hal ini bisa terwujud dengan menegakkan syariat Islam secara sempurna. Hukum Islam jika diterapkan secara kaffah yang terwujud adalah kekuatan dan keberkahan dari langit. Jika sebuah masyarakat ridha diatur dengan hukum Islam, maka Allah Subhanahuwa wata'ala akan menurunkan rahmat-Nya ke seluruh alam.

Dalam Islam, negara hadir untuk mengelola urusan umat. Bagaimana urusan umat manusia bisa diselesaikan dengan fitrahnya, menentramkan jiwanya, dan melegakan akalnya. Pengelolaan umat manusia yang sesuai standar fitrahnya adalah aturan yang berasal dari Allah Subhanahuwa wata'ala, bukan aturan yang lahir dari kejeniusan manusia atau hawa nafsunya. Jika manusia melenceng dari aturan dari Yang Maha Mencipta, maka yang terjadi adalah kerusakan dan kezaliman.

Untuk mengatasi kerusuhan ada dua tindakan yang harus dilakukan oleh negara.
Pertama, pencegahan. Negara dan aparat negara harus mengantisipasi jika terjadi tindakan kerusuhan. Namun, selain melakukan antisipasi juga melakukan edukasi para umat agar senantiasa tertib dan menyelesaikan masalah berlandaskan syariat Islam. 

Kedua, tindakan kuratif. Ketika terjadi kerusuhan, aparat negara boleh meredam kerusuhan tetapi tetap memahami hukum syara'. Jangan sampai upaya peredaman masa yang rusuh ini justru makin membuat kerusuhan makin besar. Aparat bisa saja meredam kerusuhan tersebut dengan tindakan yang tidak membahayakan nyawa mereka. Setelah itu, mencari akar permasalahan, kerusuhan ini terjadi karena masalah apa? Dan permasalahan ini diselesaikan dengan berdasarkan hukum Islam.

Negara harus memahami, kerusuhan terjadi tidak hanya karena faktor kemarahan, bisa juga karena ada yang memprovokasi. Provokator perpecahan ini yang harus dicari dan diselesaikan masalahnya agar tidak menyebarkan hawa perpecahan. Karena Islam itu mengedepankan persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan. Perbedaan pendapat masalah khilafiyah saja dibolehkan dalam Islam. Antara yang berbeda harus bisa saling menghargai pendapat tersebut.

Namun, soal akidah dan kesatuan umat Islam ada pemimpin atau komando kepala negara yang menyatukan. Selain itu, dalam Islam ditegaskan, pendapat hukum tertinggi ada pada Al-Qur'an dan Sunnah. Jika ada perbedaan pendapat yang disampaikan dua kubu ketika berselisih, kepala negara memutuskan pendapat dengan pendapat terkuat dan mengedepankan persatuan kaum Muslim. 

Di sinilah pentingnya hadir seorang pemimpin yang mampu mengatur dan menyelesaikan problematika kehidupan berdasarkan syariat Islam. Karena syariat Islam hadir di muka bumi ini sejatinya untuk menjadi jawaban kegundahan, kegalauan. Wallahu Alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post