Oleh: Kharimah El-Khuluq
Pendidikan bertujuan untuk mencetak manusia yang lebih berkualitas dengan standar Al-Quran dan As-Sunnah. Manusia yang nantinya bisa memanusiakan manusia. Akan tetapi dunia pendidikan sekarang malah membuat manusia semakin ruwet dengan segala prosedurnya.
Perubahan pola seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan mulai diterapkan pada 2023, namun sejumlah pengamat pendidikan mengingatkan bahwa sistem baru itu harus diikuti perubahan pola mengajar guru yang mengutamakan pemahaman para siswa.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan akan menghapus tes mata pelajaran dalam seleksi bersama masuk perguruan tinggi (SBMPTN), dan menggantinya dengan tes skolastik yang menekankan pada kemampuan bernalar dan berpikir kritis.
Namun, pengamat pendidikan, Itje Chodijah, mengatakan bahwa kapasitas guru di Indonesia yang masih rendah menjadi tantangan terbesar dalam implementasi kebijakan itu. (kampus.republika.co.id, 11/09/2022).
Dengan adanya perubahan syarat ini jelas nanti akan berdampak pada kualitas input mahasiswa PTN. Sebab, ketika calon peserta didik hanya dites dengan nalar saja tanpa memiliki kapabilitas dalam materi lalu akan seperti apa pembelajaran tahap selanjutnya. Sebut saja jurusan Matematika, maka dalam jurusan tersebut harus ada teori, latihan soal, hingga penalaran, dll. Semua komponen dalam jurusan itu harus seiring agar nanti menghasilkan peserta didik yang mumpuni di bidangnya.
Jika yang dites hanya penalaran saja tidak bisa dibayangkan bagaimana model dari para mahasiswa di PTN tersebut. Inilah merdeka belajar yang digaung-gaungkan, semakin menampakkan kebebasan yang liberal dan hal tersebut merupakan pemborosan.
Tidak dapat dipungkiri inilah dampak dari sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Kemudian kebijakan awal mereka yang sarat bobrok yakni munculnya dikotomi pendidikan yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama. Namanya pendidikan umum maka materi pendidikan agama sudah pasti dipangkas hanya beberapa jam saja. Sedangkan, untuk pendidikan agama otomatis materi pendidikan umum juga akan minim diberikan, dan dikotomi ini dimulai dari jenjang paling dasar.
Maka, tidak heran banyaknya intelektual muda yang berjiwa liberal. Karena mereka minim terhadap ilmu agama. Materi yang disuguhkan adalah materi-materi dunia. Pemikiran mereka sudah didogma bahwa pengetahuan umum lah menjadi landasan kesuksesan kita dalam hidup.
Kemudian kurikulum yang tidak baku. Setiap tahun kurikulum selalu diganti bahkan kurikulum pertama pun belum dievaluasi sudah muncul kurikulum yang baru. Pencapaian dari kurikulum kapitalis adalah hanya dilihat dari deretan angka-angka saja. Terlepas angka-angka tersebut murni didapat dari kualitas peserta didik atau hasil kecurangan, itu bukan masalah. Standarnya yang penting angkanya tinggi.
Dalam pendidikan Islam standar kelulusan dilihat dari tingkat kualitas kepribadian Islam peserta didik, tidak hanya dari angka-angka hasil tes saja. Berbeda dengan sistem sekarang yang menetapkan standar kelulusan hanya menitikberatkan dari angka-angka saja. Sementara aspek kepribadian tidak menjadi standar kelulusan. Sehingga wajar terjadi kecurangan-kecurangan dalam mencapai angka kelulusan tersebut.
Sebab, dalam negara Islam dunia pendidikan dibagi menjadi Tiga tahap yakni tahap pertama, jenjang pendidikan dasar. Untuk jenjang pertama dalam rentang usia 6-10 tahun. Adapun materi yang diberikan adalah tsaqafah Islam, bahasa arab, ilmu pengetahuan alam dan matematika. Selain itu ditambahkan materi sains, seperti komputer, keterampilan intelektual, olahraga dan perpustakaan.
Kemudian jenjang kedua, dalam rentang usia 10-14 tahun. Adapun materi yang diberikan adalah tsaqafah Islam, sejarah Islam, bahasa arab, ilmu pengetahuan alam, matematika dan komputer. Ditambah materi menggambar, pertanian, industri, olahraga, dan perpustakaan.
Sedangkan jenjang ketiga, dalam rentang usia 14 tahun-selesai. Maka materi sains dam tsaqafah diberikan, disesuaikan dengan jurusan masing-masing. Dalam hal ini dibagi menjadi, jurusan tsaqafah, sains, teknologi industri, pertanian, perdagangan, dan rumah tangga. Misalnya jurusan sains, materi yang diajarkan adalah tsaqafah Islam, bahasa arab, matematika, komputer, kimia, biologi, fisika, dan geografi. Ditambah materi berpikir dengan berbagai jenisnya , perpustakaan, keterampilan militer.
Jenjang pertama dan kedua merupakan standar umum yang harus diikuti oleh semua warga negara Islam. Sedangkan bagi mereka yang melanjutkan jenjang ke tiga atau jenjang perguruan tinggi setelah sebelumnya mereka memiliki akidah yang benar dan pola sikap yang Islami. Maka mereka dipersilahkan memilih bidang yang sesuai dengan keinginan dan mereka menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Bahkan sampai mereka bisa berijtihad yang digali dari Al-Quran dan as-Sunnah untuk memecahkan persoalan apapun diberbagai bidang kehidupan.
Tentu saja pendidikan seperti itu tidak akan terlaksana dengan baik kalau tidak didukung oleh kompenen-komponen berikut. Pertama, sekolah yang akan melaksanakan pendidikan yang membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian Islam.
Kedua, keluarga dimana orang tua akan mendidik anaknya dengan baik, memberi pemahaman agama yang benar kepada anak-anaknya dan selalu mengingatkan bahwa mereka hidup untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ketiga, lingkungan yang baik dan masing-masing anggota masyarakat akan saling mengingatkan kalau terjadi penyimpangan di lingkungan mereka. Tentu komponen ini akan mampu berjalan sebagaimana mestinya jika direalisasikan dalam wadah yang benar yakni negara Islam yang sering kita kenal dengan sebutan Khilafah Islamiyyah.
Wallahualam Bishawwab.
Post a Comment