Paham Salah Toleransi dan Moderasi Beragama



Oleh: Ummu 'Alsiyah 

(Aktivis Muslimah)


Beberapa studi di lapangan mengungkapkan bahwa "keberagaman" masih menjadi tantangan dan hambatan untuk mewujudkan demokrasi yang ideal. Adanya fanatik agama menjadi salah satu pencetusnya. Hingga program moderasi beragama terus digulirkan.


Moderasi beragama merupakan perkara penting dalam penerapan sekuler demokrasi liberalisme. Hingga tidak mengherankan kesalahpahaman dalam kehidupan toleransi dilakukan oleh seorang ulama yang juga merupakan bagian dari penguasa sekalipun.


Seperti kasus menag mengeluarkan surat edaran yang mengatur waktu pengunaan pengeras suara dan volume pengeras suara, maksimal 100 dB. Tidak hanya pada waktu shalat fardhu saja, surat edaran tersebut juga menjelaskan pedoman menggunakan pengeras suara pada bulan suci Ramadhan.


Kita memahami bersama bahwa azan merupakan salah satu syiar Islam. Azan dapat diartikan sebagai pengumuman, dalam hal ini adalah seruan kepada umat muslim. Oleh karena itu, azan harus dikumandangkan dengan keras agar dapat didengar oleh umat muslim sebagai penanda waktu shalat. Dapat kita saksikan hari ini dimana azan berkumandang dimana-mana tapi masih banyak orang-orang yang abai. Dan dapatkah kita bayangkan bagaimana jika azan sudah tidak dapat terdengar di telinga-telinga kaum muslim? Betapa kehancuran sudah di depan mata.


Regulasi terkait pengaturan suara pengeras masjid ini dibuat untuk saling menghargai, menghormati, dan memberikan rasa nyaman sesama umat beragama. Hal itu agar persatuan dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia tetap terjalin. Pertanyannya, sudah berapa lama Indonesia ada dengan masyarakat plural yang hidup berdampingan? Bahkan sebelum negara kita merdeka pun, kita telah hidup berdampingan, bahu-membahu, dan tolong menolong. Umat non-Islam mengatakan bahwa mereka terbantu dengan adanya suara azan. Mereka dapat bangun dan melakukan aktivitas lebih awal. Tak ada kisruh yang terjadi. Regulasi ini seolah-olah menyudutkan umat Islam, menganggap bahwa Islam intoleran. Padahal faktanya, segala yang berbau Islam dan syiarnya dikerdilkan.


Terlihat jelas bahwa dalam rezim demokrasi, Islam terus dikerdilkan dan umat Islam menjadi sasaran yang dianggap intoleran. Sistem demokrasi yang dikatakan menjunjung tinggi kebebasan nyatanya tidak berlaku untuk Islam. Dalam sistem demokrasi, syiar Islam terus dibatasi.


Jauh sebelum toleransi yang saat ini digaung-gaungkan dalam sistem demokrasi, Islam telah lebih dulu menerapkan toleransi. Toleransi yang diterapkan yaitu dalam aspek sosial dan muamalah bukan dalam aspek akidah dan keyakinan sebagaimana toleransi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW.


Ketika memimpin Madinah, Rasulullah SAW melindungi warga non Muslim (Ahlul Dzimmi) dari kezaliman. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menyakiti orang dzimmi (non-muslim yang berinteraksi secara baik), berarti ia telah menyakiti diriku, berarti dia menyakiti Allah” (HR. Imam Thabrani)


Dengan pengaturan kesempurnaan ini, kenyamanan dan keamanan  hidup tidak hanya dirasakan oleh umat Islam, bahkan oleh umat minoritas serta makhluk hidup ciptaan Allah lainnya. Sehingga tidak mengherankan tidak akan pernah terjadi konflik dalam masyarakat. Hal ini dilakukan semata-mata ibadah, sebagaimana sudah diatur didalam alQuran dan as Sunnah, dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam membangun Madinah Al munawwarah dan semata-mata untuk meraih ridho Allah SWT.

Post a Comment

Previous Post Next Post