Kontroversi Gelar HC untuk Moeldoko dari Unnes




Oleh Waryati
(Aktivis Muslimah) 

Pemberian gelar doktor honoris causa kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko diwarnai aksi demo dari para mahasiswa. Mereka mempertanyakan penganugerahan gelar yang diberikan kepada para politisi sudah sesuai belum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dalam aksinya, para mahasiswa ini menuntut pimpinan Unnes untuk memberikan klarifikasi dan transparansi serta uji publik setiap memberikan gelar kehormatan. 

Lebih jauh mereka mengatakan, tuntutan tersebut dilakukan semata-mata untuk mempertegas dan memperbaiki marwah kampus. 

Hal di atas dilakukan para mahasiswa bukan tanpa alasan. Mereka menilai pihak Unnes terlalu ramah terhadap para pejabat. Begitu mudah memberikan gelar HC meskipun tak terlihat sumbangsih terhadap ilmu dan negara dari pejabat yang dianugerahi gelar. 

Kendati demikian, pihak kampus berpendapat bahwa pemberian gelar tersebut sudah sesuai prosedur. Hal ini telah disampaikan oleh Rektor Universitas Negeri Semarang Fathur Rokhman pada pemberian gelar serupa tahun lalu. Beliau mengatakan, perguruan tinggi yang dapat memberikan gelar doktor honoris causa dengan persyaratan "perguruan tinggi tersebut memiliki program doktor S3 dengan akreditasi A", sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi No 65  Tahun 2016. Dan ia menganggap ini sebuah reputasi bagi perguruan tinggi. 

Namun, seringnya Unnes memberikan gelar kehormatan doktor honoris causa terhadap para pejabat dianggap sebagian kalangan belum sesuai standar, karena tanpa adanya uji publik terlebih dulu terhadap kemampuan akademis para penerima gelar kehormatan. Terlebih, dengan gampangnya pimpinan Unnes menganugerahkan gelar HC kepada pejabat tanpa melalui proses dan secara personal penerima gelar dinilai oleh publik belum memiliki prestasi yang mengagumkan. Maka hal demikian dianggap telah mencederai lembaga pendidikan tinggi. 

Menanggapi aksi penolakan mahasiswa terkait gelar doktor honoris causa terhadap dirinya, Moeldoko tak memberikan tanggapan. Ia hanya mengatakan bahwa itu urusan kampus.

Alasan Rektor Unnes Fathur Rokhman memberikan gelar kehormatan kepada Moeldoko, ini pun dianggapnya sudah sesuai berdasarkan prestasi beliau yang memiliki karya pengabdian luar biasa pada bidang SDM. Karenanya, Moeldoko dianugerahi gelar doktor kehormatan bidang manajemen strategi pembangunan sumber daya manusia pada program pasca sarjana, imbuhnya. (Tempo.Co, 22/10/2022). 

Di sisi lain, pihak Unnes juga begitu ringannya mencopot dan memecat dosen atau mahasiswa yang dianggap menghina presiden. Tanpa terlebih dulu membuktikan kesalahan atas sikap mereka. Seharusnya seorang petinggi di sebuah universitas dapat berpikir logis dan mampu membedakan mana bentuk penghinaan dan atau hanya sebuah penyampaian pendapat semata. Jangan sampai kebijakan dibuat serta dijalankan atas dasar perasaan dan terkesan ngasal tanpa melihat fakta yang terjadi. Sehingga kebijakan tersebut berpotensi memunculkan praduga tak baik bagi kepemimpinan Unnes sendiri. 

Dengan adanya peristiwa pemecatan dosen atau mahasiswa secara sepihak oleh Rektor tanpa pembuktian kesalahan terlebih dulu menggambarkan perguruan tinggi tersandra politik balas budi. Tentu saja hal demikian sangat berbahaya karena kredibilitas sebuah universitas dipertaruhkan. Di mana seharusnya seorang pimpinan di perguruan tinggi dapat menerapkan aturan yang membuat rasa aman dan nyaman di lingkungan kampus. Juga menanamkan serta mencontohkan kehati-hatian dalam mengambil sikap, serta melihat suatu permasalahan dari sudut pandang agama. 

Dengan demikian dalam memutuskan suatu persoalan selalu memberikan rasa berkeadilan bagi semua pihak. Sehingga perguruan tinggi dapat melahirkan manusia yang tak hanya  berintelektual, namun juga jujur dan memiliki kapabilitas tinggi. Terlebih dengan adanya ketentuan rektor dipilih oleh presiden menambah keyakinan publik semakin kuat, bahwa politik balas budi nyata adanya. 

Mengacu pada pendidikan Islam. Sistem Islam sangat menjunjung tinggi arti sebuah pendidikan. Orang-orang yang dilahirkan dari sebuah lembaga pendidikan diharapkan menjadi manusia yang tak hanya pandai, namun juga cerdas menyikapi setiap persoalan hidup yang menimpanya. Pendidikan Islam pun mampu mencetak pribadi-pribadi bertakwa sehingga mereka tak mudah tergerus oleh zaman. Pola pikir dan pola sikapnya akan membentuk kepribadian Islam. Maka dari itu, pendidikan Islam akan melahirkan SDM unggul dan berkualitas. 

Selain itu juga, di dalam Islam, integritas sangat dijunjung tinggi, terlebih dalam pemberian gelar. Orang yang diberikan gelar tentu bukan orang sembarangan. Ia harus mampu memberikan sumbangsih pemikiran serta ilmu untuk kemaslahatan kehidupan. Maka dari itu, karyalah yang menjadi tolok ukur sebuah penghargaan. Bukan atas dasar kedekatan dengan pemerintahan apalah lagi berdasarkan balas budi karena telah diberikan jabatan. 

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post