KDRT Merebak, Sistem Islam Harus Tegak



Oleh: Amrillah Silviana, S. E

(Entrepreneur)


Beberapa pekan terakhir ini publik dihebohkan dengan kasus dugaan KDRT yang dialami pasangan selebritis yang dikenal sebagai pasangan yang romantis dan dielu-elukan banyak penggemar. Kabarnya KDRT yang dilakukan sang suami kepada istrinya ini lantaran sang suami kepergok selingkuh lalu terjadi percekcokan dan berujung KDRT. Kasus tersebut tentu menambah panjang deretan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.


Data KDRT dan Disfungsi Payung Hukum

Berdasarkan data Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Sedangkan pada tahun 2021 sendiri terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang.


Menanggapi hal ini Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani untuk speak up jika menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual perempuan dan anak dalam kampanye bertajuk "Ayo Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak" saat Car Free Day di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (25/9/2022). Lebih lanjut ajakan ini bertujuan untuk memberikan keadilan terhadap korban dan efek jera untuk pelaku pelecehan seksual. Namun apakah benar speak up saja cukup untuk menyelesaikan kasus KDRT ini?


Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan,  Namun  speak up saja tak akan mampu menuntaskan masalah KDRT. Walaupun telah banyak payung hukum dan regulasi yang telah dibuat. Sebut saja UU yang terbaru ada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan pada 9 Mei 2022 lalu. sementara jika kita melihat ke belakang sebelum UU TPKS ini disahkan sudah ada berbagai regulasi atas nama perlindungan terhadap perempuan dan anak. Misalnya saja Permen PPPA no 13 tahun 2020, UU No 23 tahun 2004, dll. Bahkan ada pula peraturan daerah misalnya Peraturan Daerah Provinsi DIY No 3 tahun 2012, dll. Namun semua regulasi itu ternyata tidak mampu mengurangi angka kekerasan pada perempuan apalagi sampai menuntaskannya.


Akar Masalah Pemicu KDRT

Kalau melihat fakta di lapangan, maraknya kasus KDRT dipicu oleh faktor ekonomi dan perselingkuhan. Mahalnya berbagai kebutuhan primer mulai dari sandang pangan papan hingga biaya kesehatan dan pendidikan. Memaksa seorang istri ikut bekerja membantu perekonomian keluarga. Di satu sisi pemutusan hubungan kerja banyak menimpa laki-laki yang notabene tulang punggung keluarga. Lapangan pekerjaan bagi laki-laki semakin sempit. Sementara penyerapan tenaga kerja perempuan semakin banyak. Peran yang seolah terbalik ini memicu berbagai konflik. Istri yang merasa menanggung beban keluarga atau istri yang merasa menjadi superior sehingga tak lagi menghormati suaminya. Atau istri yang lelah melayani suami karena lelah bekerja sehingga suami merasa kurang diperhatikan. Lantas berlabuh mencari perhatian dari wanita lain dan terjadilah perselingkuhan. Atau bahkan si istri yang terlibat perselingkuhan dengan teman kerja karena intensitas dan kedekatan dalam pertemuan setiap harinya. Berlanjut percekcokan yang berujung KDRT kerap terjadi. Sehingga adanya berbagai regulasi tak akan ada gunanya jika Negara ini tak mampu menyentuh akar persoalannya.


Sesungguhnya akar persoalannya adalah kehidupan sekuler di tengah masyarakat kita tak terkecuali keluarga. Negara tak hadir untuk menjadi support system tegaknya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Di dalam Islam, negara wajib mendidik setiap warga negaranya menjadi sosok yang bertanggung jawab dan sadar kewajiban, terutama bagi seorang muslim.


Islam: Solusi Kehidupan

Syariat islam sesungguhnya tidak hanya membawa kebaikan bagi muslim ketika dipraktikkan. Bagi non muslim pun akan memberikan keamanan dan keadilan. Bagaimana tidak. Di dalam islam seorang kepala keluarga adalah pemimpin sekaligus pengayom bagi keluarganya. Ia wajib melindungi keluarganya bukan menganiayanya. Kalaupun dalam rangka mendidik istri yang nusyuz (membangkang) maka  ada mekanisme dalam islam yang harus dilakukan secara tertib. Dimulai dari menasihati istri dengan lembut agar tidak melakukan nusyuz. Jika belum berubah maka berikutnya memisahkan diri dari istri di tempat tidurnya namun tak boleh mendiamkan istri. Dan langkah terakhir jika istri tak juga berubah yakni memukul istri dengan pukulan yang ringan, tidak di bagian wajah dan tidak pula menimbulkan bekas.


Islam juga mengajarkan untuk menjaga pergaulan. Tidak boleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bebas bergaul tanpa batas. Terdapat larangan khalwat dan ikhtilat. Allah SWT berfirman : "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32). Hal ini akan memperkecil peluang perselingkuhan terjadi. Islam juga mewajibkan para wanita menutup aurat, memakai jilbab dan tidak bertabarruj (berdandan berlebihan). Sehingga tidak berpenampilan menggoda. Untuk mendukung hal ini Negara wajib mengontrol media agar tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap kecantikan perempuan.


Dalam aspek ekonomi. Islam mewajibkan Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk kaum laki-laki. Karena dalam islam laki-laki lah yang berkewajiban untuk bekerja menafkahi dirinya dan keluarganya. Negara wajib memastikan kebutuhan primer individu seperti sandang, pangan, dan papan terpenuhi. Dan kebutuhan primer masyarakat seperti pendidikan dan keamanan juga terjamin. Maka dengannya tidak ada masalah ekonomi yang akan melatarbelakangi KDRT terjadi.


Namun jika dari itu semua tetap terjadi KDRT, Islam pun memiliki mekanisme kuratif. Yaitu memberikan hukuman yang berat bagi setiap pelaku kekerasan tanpa sebab yang dibenarkan oleh islam. Misalnya melakukan kekerasan hingga mengakibatkan rusaknya mata maka pelaku akan dikenai qishash (dihukum dengan hal yang sama) atau diyat (denda) berupa 100 ekor unta atau setara dengan 3,2 miliar rupiah. Dengan demikian setiap pelaku yang akan melakukan kekerasan akan berfikir ulang. Dan bagi orang lain akan menimbulkan efek jera ketika menyaksikan hukuman tersebut.


Oleh karena itu KDRT hanya akan bisa dihilangkan dengan menegakkan islam kaffah. Melalui penjagaan internal dan eksternal dalam bingkai Khilafah. Wallahu'alam bi shawab 

Post a Comment

Previous Post Next Post